"Aku dimana?"
Dia Azalea. Ntah bagaimana bisa ia terbagun di tubuh gadis asing. Dan yang lebih tidak masuk akal Adalah bagaimana bisa ia berada di dunia novel? Sebuah novel yang baru saja ia baca.
Tokoh-tokoh yang menyebalkan, perebutan hak waris dan tahta, penuh kontraversi. Itulah yang dihadapai Azalea. Belum lagi tokoh yang dimasukinya adalah seorang gadis yang dikenal antagonis oleh keluarganya.
"Kesialan macam apa ini?!"
Mampukah Azalea melangsungkan kehidupannya? Terlebih ia terjebak pernikahan kontrak dengan seorang tokoh yang namanya jarang disebut di dalam novel. Dimana ternyata tokoh itu adalah uncle sang protagonis pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMB! (24)
Selamat membaca
*****
Caramel sampai di kediaman Arkatama dengan perasaan kesal. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa. Pertemuannya dengan Reynold hari ini benar-benar menguras emosinya.
"Apa-apaan dia? Kenapa jadi seperti itu?" Caramel tidak habis pikir dengan Bian yang sekarang malah menganggunya. "Tidak bisa dibiarkan, bian hanya akan mengancam posisi ku di keluarga ini."
"Bibi! Bibi!" teriak Caramel, "Ck! Kemana semua pelayanan di rumah ini?!"
"Bibi!" teriak Caramel lagi.
Seorang pelayan datang dengan terburu-buru menghampiri Caramel.
"Ada apa nona?" tanya pelayan itu sopan.
"Lama sekali!" ketua Caramel, "Buatkan saya jus dan salad."
Pelayan itu mengangguk kemudian pergi meninggalkan Caramel. Hari ini mansion sangat sepi. Reynold dan Satria berada di kantor mempersiapkan pelantikan, sementara Ariana berada di toko miliknya. Hal itu tentu dimanfaatkan Caramel dengan sebaik mungkin selagi mertuanya tidak ada. Makanya ia bisa bebas bertemu dengan Bian tadi.
Caramel bersantai ria di atas sofa. Duduk selonjor sambil bermain hp dan meminum minuman yang di bawa pelayan. Tidak peduli bahkan saat Ariana beberapa kali menghubunginya. Caramel lebih memilih mengabaikan Ariana.
Tiba-tiba saja Sofia menghubunginya, Caramel segera mengangkat panggilan itu. "Iya ma? Kenapa mama meneleponku?"
"Kamu dimana sayang? Mama ingin bertemu denganmu."
"Aku di rumah ma. Sepertinya kita tidak bisa bertemu saat ini. Kebetulan aku baru saja pulang tadi, jadi aku merasa cukup lelah," balas Caramel menolak halus.
Caramel dapat mendengar helaan napas dari sana. Sebenarnya ia tidak enak menolak permintaan mamanya. Tapi mau bagaimana lagi? Dia benar-benar merasa lelah dan butuh istirahat.
"Yasudah sayang. Kalau begitu istirahatlah, kita akan bertemu lain hari."
Panggilan mereka pun terputus. Caramel lanjut bersantai ria hingga akhirnya ia ketiduran di sofa. Para pelayan yang berlalu lalang tidak berani menegur, mereka hanya membiarkan Caramel tertidur di sana.
*****
Ariana memeriksa beberapa berkas keuangan di meja kerjanya. Dengan teliti ia memeriksa pengeluaran dan pemasukan di tokonya. Bibirnya tertarik ke atas melihat toko miliknya yang semakin terkenal menyebabkan pemasukannya menjadi lebih banyak.
"Akhirnya selesai, aku bisa pulang sekarang." Ariana meregangkan ototnya sejenak, "Kania!" panggil Ariana pada orang kepercayaannya.
Kania datang terburu-buru menghampiri Ariana, "Ya nyonya?"
"Saya akn pulang sekarang. Jaga toko dengan baik, jangan sampai terjadi kerugian di toko saya atau kamu akan saya pecat." Ariana menatap datar Kania membuat perempuan itu menganggung.
"Baik nyonya."
Ariana melenggang pergi dari sana. Kania mendongakkan kepalanya, senyum tipis terbit di wajahnya melihat punggung Ariana yang mulai menjauh.
Di luar, Ariana segera naik ke mobil miliknya. Mobil itu langsung bergerak menjauhi area toko miliknya. Sepanjang perjalanan Ariana hanya diam sesekali melihat pemandangan jalan memalui jendela.
25 menit kemudian, mobil miliknya sampai di kediaman Arkatama. Ariana langsung turun dan masuk ke dalam. Sesampainya di dalam, ia terbelalak melihat pemandangan di depannya. Caramel yang sedang tidur dengan posisi berselonjoran di sofa, mulut terbuka, dan kaki yang sedikit mengangkang.
"Caramel," tekan Ariana geram, Ariana menggertakkan giginya menahan emosi. "Memalukan!"
Ariana mengambil segelas air di meja dan menyiramkannya ke wajah Caramel. Ariana meletakkan gelasnya secara kasar. "Bangun Caramel! Bangun kamu!" Ariana menarik tangan Caramel membuat wanita itu terduduk.
Caramel terlihat sedikit linglung dan masih mengerjap-ngerjap. "Siapa sih? Menganggu saja!"
"Buka matamu!"
Caramel mengucek matanya. Matanya seketika membola melihat Ariana yang sudah berdiri di depannya dengan tangan melipat di dada. "Ma-mama?"
"Sudah bangun?! Kamu sadar apa yang kamu lakukan?!" Bentak Ariana, "Memalukan sekali." Ariana terkekeh sinis. "Menantu keluarga Arkatama bersikap memalukan seperti ini."
Caramel membenarkan posisi duduknya dan pakaiannya yang berantakan. Ia menunduk tidak berani menatap Ariana. "Malang sekali nasib mu Caramel, punya mertua monster seperti ini."
"Mama tidak menyangka kelakuan kamu seperti ini. Kamu dari keluarga terhormat Caramel, mengapa kelakuan mu seperti ini. Bagaimana jika ada tamu yang datang? Bagaimana jika teman mama atau teman papa datang?! Kau akan membuat kami malu Caramel!"
"Memang seharusnya mama tidak meninggalkanmu sendiri di mansion ini. Berasal dari keluarga terhormat tapi bersikap seperti orang miskin dan kampungan!" cecar Ariana. "Pendidikan tinggi tidak ada gunanya jika sikapmu seperti ini Caramel!"
Ariana benar-benar emosi melihat Caramel. Sungguh memalukan. Ia begitu emosi saat melihat Caramel tadi. Ada perasaan menyesal telah menjadikan Caramel menantu keluarga ini.
"Bersihkan ini Caramel! Jangan meminta bantuan pelayan atau mama akan menghukummu!" tegas Ariana, "Jangan sampai mama menyesal menjadikanmu menantu keluarga Arkatama."
Setelah mengucapkan itu, Ariana berlalu pergi meninggalkan Caramel yang hanya terduduk diam.
"Sialan!" Caramel mengepalkan tangannya kuat. "Pelayan sialan, kenapa mereka tidak membangunkanku jika mama pulang secepat ini?"
Satu persatu Caramel memungut sampah cemilan dan gelas bekas minumannya kasar. Wajahnya menekuk lantaran kesal dengan para pelayan dan Ariana. "Aaaagrh! Sialan! AKu benar-benar ingin keluar dari sini!"
*****
Auris memasang wajah bingungnya ketika mobil mereka sampai di sebuah tempat bertuliskan pemakaman. "Pemakaman? Kenapa mereka membawaku ke sini?"
"Kenapa kita ke sini?"
Gracella maupun Aldrick hanya tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Auris. Aldrick turun dan membukakan pintu untuk Auris dan menggandeng tangan istrinya itu.
Auris hanya diam saat dirinya dibawa menyusuri pemakaman itu. Mereka berhenti di dua antara makam yang berdampingan dengan tanggal kematian yang sama. "Kiel Georgio Alessandro, Aletha Putri Viandra." Auris menatap Aldrick dan Gracella bergantian. "Siapa mereka?"
Gracella berjongkok dan mengelus kedua batu nisan itu. Setetes air mata jatuh ke pipinya. Ia menarik tangan Auris sehingga AUris pun berjongkok di sebelahnya. Ia menggenggam tangan Auris kuat dan tersenyum. "Papa, mama aku sudah berhasil membuat papa Aldrick menikah, dia perempuan yang baik ma pa. Dia sahabat Grace, dia juga cantik. Dia selalu bisa membuat papa Aldrick terpesona padanya."
"Sekarang kalian sudah tenang kan? Aku sudah mempunyai orangtua yang lengkap. Bahagia di sana ya ma, pa. Aku sudah bahagia di sini." Gracella terkekeh pelan kemudian mengusap air matanya. "Tolong katakan pada tuhan agar aku segera memiliki adik."
Gracella bangkit diikuti Auris yang masih terlihat bingung.
"Sudah?" tanya Aldrick di angguki Gracella. "kalau begitu kita kembali, cuacanya mendung. Sepertinya akan turun hujan."
"Tu-tunggu! Ini maksudnya apa? Papa? Mama? Aku sama sekali tidak mengerti, tolong jelaskan padaku," pinta Auris membuat dua orang itu terkekeh, "Kenapa malah tertawa? Ayo jelaskan, ini semua apa?"
"Nanti mas jelaskan sayang," kata Aldrick lembut sambil menggandeng tangan Auris di sisi kanan dan Gracella di sisi kiri.
Mereka menjauhi makam itu dan masuk ke mobil. Auris masih diam dengan segela rasa penasarannya. Sesekali ia melirik Aldrick dan Gracella yanga hanya diam tanpa memberikan jawaban padanya. "Menyebalkan! Kenapa mereka berdua hanya diam?"
"Mereka adalah orang tua Grace, kakak kandung dan kakak ipar mas."
"Hah?!"
"Waktu Grace berumur lima tahun, mereka kecelakaan saat akan pergi liburan dan hanya Grace yang selamat saat itu. Kiel menitipkan Grace pada mas dan sejak itu Grace menganggap mas sebagai papanya. Dia pun memanggil mas dengan sebutan papa."
"Ja-jadi mas belum pernah menikah?" tanya Auris dengan wajah terkejutnya.
Aldrick mengangguk.
"Serius? Mas tidak bohong padaku kan?"
"Iya bun, papa belum pernah menikah. Lagipula dia terlihat tidak tertarik dengan perempuan manapun. Oma sering menjodohkannya dengan berbagai wanita dan papa selalu menolaknya. Aku dan oma sempat takut jika papa itu punya kelainan." Gracella menjawab pertanyaan itu untuk membantu Aldrick meyakinkan Auris. "Sejak pertama papa melihatmu, aku melihat jika papa selalu menatapmu bahkan sampai tersenyum. Papa juga ingin memberiku hadiah karena sudah menjadikanmu sebagai sekretarisnya."
"Cih..bisa-bisanya kalian berpikir seperti itu," ketus Aldrick. "Papa menolak karena memang tidak menarik dan hanya cinta pada uang papa."
Auris yang diam dan menghadap jendela saja membuat ayah dan anak itu saling pandang. Pikiran mereka dipenuhi dengan Auris. Apakah Auris marah pada mereka?
"Sayang."
"...."
"Bunda."
"...."
"Istrinya mas yang paling cantik."
"...."
"Melonika, cantiknya mas," panggil Aldrick lagi.
Aldrick memberhentikan mobilnya. ia melepas seltbelt miliknya dan mendekatkan tubuhnya pada Auris. pelan-pelan Aldrick menyentuh bahu Auris yang sama sekali tidak ada tanggapan. Aldrick yang curiga pun membalikkan pelan kepala Auris. Wajahnya seketika berubah datar namun juga lega mendengar deru napas teratur dari Auris yang berarti istrinya itu tertidur.
Aldrick dan Gracella saling pandang dan kemudian tertawa kecil.
"Bunda pasti masih lelah akibat ulah papa."
*****
biar gak mikir berat... 😉😉
/Plusone//Coffee/