DASAR, SUAMI DAN ISTRI SAMA-SAMA PEMBAWA SIAL!
Hinaan yang tak pernah henti disematkan pada Alana dan sang suami.
Entah masa lalu seperti apa yang terjadi pada keluarga sang suami, sampai-sampai mereka tega mengatai Alana dan Rama merupakan manusia pembawa sial.
Perselisihan yang kerap terjadi, akhirnya membuat Alana dan sang suami terpaksa angkat kaki dari rumah mertua.
Alana bertekad, akan mematahkan semua hinaan-hinaan yang mereka tuduhkan.
Dapatkah Alana membuktikan dan menunjukkan keberhasilannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V E X A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PAM12
POV Raya
Namaku Raya, aku adalah kakaknya Rama. Anak kedua dari 3 bersaudara, perempuan satu-satunya. Saat ini aku sudah menikah dengan Mas Budi, kakak kelasku di SMP, dan sudah dikaruniai 2 putra.
Kami 1 sekolah sejak SMP. Saat kuliah aja kami yang pisah. Mas Budi lulusan STAN dan sekarang bekerja di bank BUMN di kecamatan kami. Sementara aku mengambil jurusan pendidikan, dan saat ini menjadi guru di SD Negeri tak jauh dari rumah mertua.
Kami tinggal di rumah mertua sejak awal menikah sampai sekarang. Orang tuanya yang minta karena suamiku adalah anak tunggal. Kami setuju saja karena di rumah orang tuaku sudah ada Rama dan istrinya yang menjaga mereka.
Sebenarnya aku agak-agak gamang dengan Rama yang tinggal satu rumah dengan ibuku. Ya, ibuku memang ibu Rama juga. Namanya juga sekandung, sama bapak, sama ibu. Namun, entah mengapa kebencian ibu ke Rama ini meluap-luap bahkan sejak adikku itu masih bayi.
Kalau tidak salah ingat, dulu ibu sama sekali tidak mau mengurusi Rama sama sekali. Jangankan menyusui, melihat saja tidak mau. Jadilah bapak dan almarhum Bude Yanti, kakak kandung bapak, yang mengurus Rama sampai lulus SD.
Bude Yanti meninggal saat Rama kelas 1 SMP. Kurasa, saat itulah penderitaan Rama benar-benar dimulai.
Pernah aku dan Mas Raga mau bermain dengan Rama saat masih bayi, tapi, kami berdua dimarahi ibu habis-habisan. Padahal waktu itu aku hanya senang sekali punya adik, berasa senior gitu saat jadi kakak. Dan ku yakin Mas Raga juga senang punya adik lagi, karena berarti makin banyak yang bisa dia suruh-suruh. Saat itu Bapak berusaha menenangkan ibu, Bude Yanti menenangkan Rama yang menangis karena kaget mendengar suara ibu.
Namun, kami masih tidak kapok untuk mendekati Rama. Mungkin saat itu karena masih ada Bude Yanti, jadi ibu juga tidak terlalu kasar. Meski menurutku ada juga kejadian yang keterlaluan.
Waktu itu ibu pulang bawa jeruk. Aku dan Mas Raga masing-masing dikasih 1 buah. Punyaku langsung ku kupas dan ku makan. Saat makan, kulihat Rama tidak punya jeruk, dan hanya melihat kami makan. Karena kasihan, Mas Raga mengupas jeruknya, dan memberikan pada Rama, seiris.
Saat ibu tahu Rama mengunyah Jeruk, punggungnya langsung dipukul dan adikku itu tersungkur dan tersedak. Mukanya merah dan susah napas, aku dan Mas Raga sangat ketakutan. Kami pikir Rama akan mati kehabisan napas. Kami bingung sendiri mau menolong dengan membangunkan, nanti malah mencelakakan. Tidak ditolong, nanti gimana dianya? Sedang bingung, ibu menyeret kami masuk ke kamarku, dan mengancam supaya kami tidak keluar kamar. Kami menempelkan telinga untuk nguping, ingin tahu nasib Rama.
Suara teriakan ibu masih mendominasi. Kami baru merasa lega saat ibu membentak Rama untuk masuk ke kamarnya. Dugaan kami, Rama masih hidup. Tidak mungkin kan ibu menyuruh orang mati untuk jalan masuk kamar sendiri?
Dengan melihat Rama hampir mati di depan kami, ada rasa kapok dan kasihan untuk dekat Rama. Jadi kami memilih tidak berurusan dengannya dari pada jadi masalah dengan ibu. Rama juga sepertinya berpikiran yang sama, dia jadi menghindari kami. Meski kadang-kadang sempat ku lihat pandangan sendunya saat melihat kami bertiga atau berempat dengan bapak dan ibu ngobrol atau main bersama.
Dan seperti ku duga, akhirnya Rama keluar dari rumah itu karena bermasalah dengan ibu sampai diusir. Tapi aku cukup salut dengan Rama dan Alana, mereka bisa bertahan hampir 1 tahun dengan kondisi terkurung di rumah karena pandemi. Luar biasa sekali mereka.
Hari ini terulang lagi teteriakan ibu kepada Rama. Dan parahnya kali ini di depan umum, di rumah Bulek Darmi pula. Bulek ini adik kandung ibu, yang biasa jadi kompor meleduk kalo masalah Rama. Eh, masalah lain juga dah sepertinya. Intinya kalau diibaratkan bumbu, ibu dan Bulek Darmi ini pedesnya kayak cabe rawit omongannya.
Bulek makin sombong saat almarhum suaminya dulu mendapatkan warisan.
Gayanya macam sosialita kampung. Keluarga kami sendiri sebetulnya bukan keluarga miskin, cuma memang dari dulu bapak dan ibu tidak suka bergaya berlebihan. Sawah serta kebun bapak dan ibu cukup luas, dan saat ini disewakan ke tetangga. Baru-baru ini aja bapak tidak ikut proyek lagi, beliau memilih mengurus sepetak kebun.
Kupikir-pikir, benar juga apa yang dikatakan bapak, kalau mau dibilang pembunuh bukanlah Rama yang saat itu aja baru lahir dari rahim ibu. Bulek Darmi yang paling bersalah sebetulnya. Bulek sudah dilarang pergi karena kakek lagi parah-parahnya, sementara ibu tinggal menunggu HPL Rama saja, tapi tetep aja beliau kabur.
Aku senang bapak membela Rama.
Kasian sekali tadi dia malah disuruh cuci piring. Sementara aku dan Alana sibuk mengeluarkan suguhan. Untungnya Mas Budi ngobrol dengan bapak, dan saudara yang lain. Kalau tidak mungkin aku juga akan ngereog seperti Alana. Cuma kami yang sibuk, keponakan dia yang lain anteng aja deh kayak tamu lainnya.
Lagian ibu ini, tidak merasa terhina apa anak mantunya diperlakukan tidak adil? Bukan tidak mau bantu-bantu saudara hajatan, tapi, Bulek Darmi kan sudah membayar orang lain. Hajatan kami dulu, Bulek dan keluarganya tidak ada yang rewang, hanya datang sebagai tamu saja. Tapi, kalau dia yang hajatan, meski kami datang saat hajatan, ada aja dari kami yang disuruh bantu-bantu seperti aku, Alana, dan Rama.
Aku memang ingin kami semua akur. Syukurlah tadi bapak buka jalan. Tinggal ibu aja nih. Semoga ibu segera sadar.
Saat kami sampai rumah tadi, ibu mertua mengajak kami bicara untuk membahas suguhan arisan Sabtu besok, dan juga acara ulang tahun Dio yang ketiga. Dia anak keduaku. Yang pertama namanya Doni, usianya 7 tahun, dan baru masuk SD tahun ini.
"Bu, istri Rama sekarang jual kue basah dan roti. Bagaimana kalau Raya pesankan ke dia saja? Alana pintar masak, pintar bikin kue juga, Bu. Atau besok Raya pesan sedikit supaya ibu cicip. Kalau cocok, Raya akan pesan snacknya ke Alana, untuk yang suguhan maupun yang snack box. Gimana, Bu?"
"Ibu setuju. Itung-itung bantu saudara. Kalian sekarang sudah akur?" tanya ibu mertua.
Aku sudah menceritakan kondisi saudara-saudaraku ke ibu mertua karena ibu mertua sempat merasa aneh dengan perlakuan ibu ke Rama saat acara pernikahanku.
"Raya pesan sekarang ya, Bu. Ibu mau cicip yang mana?" Kutunjukkan daftar harga kue yang tadi dikirim Alana.
"Ibu pesan yang ini aja nih, Risol mayo, pastel, dadar dulung, nagasari masing-masing 6 pcs. -- Eh, sekalian sama roll pandan nanas 1 gulung utuh. Bisa dia kirim besok, Ray?"
"Sebentar Raya pesankan ke Alana dulu ya, Bu."
Lekas ku kirim pesan ke Alana.
"Na, 2 minggu lagi kan ulang tahun Dio. Nah rencananya Mbak mau pesan snack boxnya ke kamu. Snack box anak-anak sama sekalian suguhan kue-kue dan makanan penutupnya sih benernya. Untuk prasmanan, nanti sudah ada yang masak sendiri. Kamu bisa, Na?"
"Bisa, Mbak. Mau pesan snack box yang berapaan, Mbak? Dan berapa banyak? Biar Alana siapkan." Alana menjawab pesanku dengan cepat.
"Untuk acara ulang tahun Dio pesan 100 box. Untuk tetangga sekitar dan beberapa anak yatim. Tolong buatin yang paket 15 ribuan ya, Na. Kuenya kamu pilihkan aja. Yang untuk suguhan, kalau bisa ada 2 macam makanan penutup. -- Kalau untuk acara arisan, ibu mertua mau icip dulu, Na. Untuk memastikan cocok dengan selera teman-teman arisan ibu nanti. Jadi ibu mertua Mbak mau pesan risol mayo, pastel, dadar dulung, nagasari masing-masing 6, ya. Terus sama roll pandan nanas 1 gulung utuh. Bisa dia kirim besok kan?"
"Bisa, Mbak. Mau diantar jam berapa kuenya, Mbak?" balas Alana tidak lama kemudian.
"Jam 11 siang gitu bisa?"
"Bisa, Mbak. Untuk risol dan pastel, Alana buat tiap hari, Mbak. Soalnya tiap hari ada orderan jajanan itu, sekalian mulai nyiapin untuk orderan frozen. Bolu juga buat tiap hari tapi beda-beda tergantung pesanan. Syukurlah ada tambahan orderan dari Mbak Raya. Terimakasih banyak ya, Mbak."
"Iya, Na, sama-sama. Kalau cocok di lidah, rencananya ibu mertua Mbak mau pesan untuk suguhan arisan Sabtu besok."
"Oalah. Semoga cocok ya, Mbak. Alana sudah catat semua orderan ini. Sekali lagi terima kasih ya, Mbak."
Aku lekas memadamkan layar ponsel dan menatap ibu.
"Sudah dipesan ya, Bu. Semoga cocok ya nanti," ujar ku ke Ibu.
"Iya, kita tunggu besok. Teman-teman arisan ibu ini pada rewel kalau soal makanan. Maklum aja lah ya, Ray, kamu tahu sendiri kan gimana orang-orangnya."
"Iya, Bu. Raya paham banget," Aku terkekeh.
Semoga orderanku ini membuka jalan Alana dengan bisnis kuenya. Amin!
*
*
akhirnya ya rama 😭