Yessi Tidak menduga ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikannya.
Pria yang datang di tengah malam. Pria yang berhasil membuat Yessi menyukainya dan jatuh cinta begitu dalam.
Tapi, bagaimana jika pacar dari masa lalu sang pria datang membawa gadis kecil hasil hubungan pria tersebut dengan wanita itu di saat Yessi sudah ternodai dan pria tersebut siap bertanggung jawab?
Manakah yang akan di pilih? Yessi atau Putrinya yang menginginkan keluarga utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Flashback.
Setelah pertengkarannya dan Richard, malam itu juga, Regan berangkat ke London dengan jet pribadi miliknya.
Beberapa pengawal di titah kan Regan ikut bersamanya. Dalam pesawat, pikiran pria itu terbagi antara Yessi dan anaknya.
Regan tidak bercanda saat mengajak Yessi berpacaran. Meskipun betul, apa yang Yessi katakan, suatu hubungan terjalin karena adanya rasa cinta.
Regan tidak tahu pasti, apa ia benar mencintai Yessi. Tapi yang pasti, Regan ingin melupakan Yeslin sepenuhnya.
Cinta pertamanya itu, masih merajai relung hati Regan.
Setelah 20 jam perjalanan.
Regan tiba di London. Ia pun memerintahkan supir yang menjemputnya untuk datang langsung ke alamat yang di beritahu Sean.
Jantung Regan berdebar hebat saat mobil di tumpanginya berhenti di sebuah rumah megah. Satpam yang sudah di beritahu Richard tentang kedatangan Regan, segera membuka pagar.
Memasuki pelataran mansion, mata elang Regan tertuju pada anak kecil yang duduk di ayunan bersama seorang wanita muda, Yeslin.
"Mommy, itu mobil siapa?" tunjuk Renesme pada mobil Regan.
Yeslin yang sudah di beritahu oleh Richard, tersenyum lebar.
"Renesme rindu daddy, kan?" tanyanya berjongkok.
Renesme mengangguk kan kepalanya cepat-cepat hingga rambutnya terikat ekor kuda bergoyang ke kanan dan ke kiri. Mata gadis kecil itu seketika berbinar cerah, mulai menebak arah pembicaraan Yeslin.
"Apa daddy yang datang?" ujarnya ceria.
"Iya, sayang. Ayo, kita sambut daddy."
Renesme melompat girang dari ayunan lalu meraih tangan Yeslin yang terulur kearahnya.
Regan sudah keluar sedari tadi, bersandar di samping mobil dengan dua tangan masuk ke saku celana. Wajah Regan begitu datar, sedang mata elangnya memperhatikan dua wanita berbeda usia yang berjalan ke arahnya dengan tersenyum manis.
Yeslin begitu gugup setelah tiba di depan Regan yang hanya menatap dirinya dalam diam. Renesme tiba-tiba meraih pergelangan Regan dengan tersenyum begitu bahagia.
"Daddy," ucapnya tanpa canggung membuat mata datar Regan beralih padanya.
Regan menelisik wajah Renesme. Hatinya yang tadi sempat ragu, kini perlahan yakin. Renesme benar-benar mirip dengannya. Hanya rambut pirang dan bola mata birunya yang membedakan.
"Daddy, i miss you so much. Kenapa daddy meninggalkan kami? Apa daddy tidak sayang Renesme?"
Mendengar perkataan polos itu, Regan berjongkok. Tangan besarnya mengelus perlahan ubun-ubun Renesme.
"Miss you too ... Maaf, daddy terlalu sibuk." Regan merasakan hal lain saat menyebut daddy untuk dirinya.
"Daddy tentu saja menyayangimu," jawab Regan setelah jeda beberapa saat.
Renesme mengusap sebelah rahang tegas Regan yang di tumbuhi jambang halus.
"Renesme maafkan. Asal daddy jangan meninggalkan kami lagi. Daddy, boleh Esme peluk dan cium?"
Regan tersenyum tipis. Membuka tangannya agar Renesme bisa masuk dalam pelukannya. Gadis kecil tersebut langsung menubruk dada Regan. Tangan mungilnya berusaha balik mendekap tubuh besar Regan membuat Regan sedikit terkekeh.
"I love you, Daddy."
"Love you too ...."
Setelahnya, Renesme menghujani wajah Regan dengan kecupan. Pria itu menutup mata seraya menahan rasa geli. Sebenarnya Regan risih, tapi ini adalah anaknya sendiri.
"Mommy, ayo cium daddy!" ujar Renesme menarik tangan Yeslin yang sejak tadi terdiam melihat interaksi keduanya dengan mata berkaca-kaca.
Mata Regan langsung terbuka, melirik sinis Yeslin. Ia tidak mau di sentuh Yeslin lagi namun Yeslin memohon karena itu permintaan Renesme. Apalagi Renesme tidak tahu permasalahan dan hubungan keduanya yang sebenarnya.
Cup!
Regan spontan mendorong Yeslin hingga nyaris terjerembab. Posisinya berjongkok langsung berdiri cepat. Regan meludah kesamping sambil mengusap bibirnya segera dengan telapak tangan.
"Sialan!" umpat Regan tak mampu membendung emosinya. "Berikan aku air putih!" titah Regan pada para pengawal berdiri di sekitarnya.
Salah satu diantara mereka mengambil botol mineral dalam mobil di tumpangi Regan tadi. Pria itu berkumur beberapa kali dan mengusap bibirnya hingga nyaris mengelupas.
"Daddy, ada apa?" tanya Renesme bingung karena reaksi berlebihan di tunjukan Regan setelah di cium Yeslin.
"Bilang pada mommy mu itu, jangan lancang mencium bibir orang lain."
Ya, Yeslin mencium bibir Regan. Entah apa maksudnya. Padahal Regan mengira Yeslin akan mencium pipinya.
Sungguh, Regan begitu geram pada Yeslin yang kini tertunduk dan hampir menangis.
"Orang lain? Daddy, kalian kan pasangan?"
Regan menggeleng tegas. Sepertinya ia harus menjelaskan sekarang juga pada Renesme.
"Dengar, pasangan Daddy bukan mommy. Pasangan daddy ada di Indonesia. Nanti daddy kenalkan padamu. Sekarang ayo masuk."
Regan meraih Renesme dalam gendongannya lalu pergi ke dalam mansion tanpa mengajak Yeslin yang terpaku mendengar perkataan Regan tadi.
"Regan sudah memiliki kekasih? Tidak mungkin! Bukannya dulu dia sangat mencintaiku?" gumam Yeslin diam-diam tidak terima. Tangannya mengepal erat disisi tubuhnya.
"Renesme ... Aku harus buat Renesme menjauhkan Regan dari wanita itu," seringai licik menghiasi bibir merah Yeslin.
Malam hari.
Regan memutuskan menginap di mansion itu, karena Renesme tidak mau jauh darinya. Bahkan sekarang gadis kecil tersebut, tertidur di ranjang Regan. Keletihan setelah seharian keduanya bermain.
Regan berada di balkon. Menghisap rokok dengan dada bidangnya penuh otot terekspos. Ia hanya mengenakan celana pendek super ketat karena pria itu nantinya akan mandi.
"Sedang apa kau disana?" gumam Regan memperhatikan foto Yessi tertidur dengan gaun seksi. Foto yang dulu diam-diam selalu Regan ambil saat jadi penguntit.
"Apa kau rindu? Seperti aku yang rindu padamu?"
Tiba-tiba tangan lentik melingkar di perut keras Regan dari arah belakang.
"Dia kah kekasih mu?"
Jelas saja, Regan melepas kasar tautan tangan Yeslin di perutnya. Mata Regan begitu tajam menyorot Yeslin membuat Yeslin tidak suka karena tak ada sorot hangat dan cinta seperti dulu yang selalu di tunjukan Regan padanya.
"Ya ... Sudah tahu kan? Sekarang keluar!"
"Aku masih sangat mencintaimu, Regan. Kita juga memiliki anak. Apa tidak sebaiknya kita menikah saja?"
Regan tersenyum sinis. "Sudah gila aku, jika mau menikah denganmu! Tanpa menikah, aku bisa mengurus Renesme. Berikan saja padaku kalau kau keberatan mengurusnya. Jangan lupa, kau yang meninggalkanku dahulu!"
Regan menghisap dalam rokoknya lalu menyemburkan kepulan asap tebal ke wajah cantik Yeslin yang kini terbatuk-batuk lalu Regan menjatuhkan puntung rokoknya kebawah.
"Aku terpaksa, Regan. Kau tanya saja kakakmu kejadian sebenarnya!"
"Terserah! Aku sudah tidak perduli denganmu! Veni itu sengkokolmu. Aku tahu, dia yang membantumu kabur dari ku dahulu!"
"Regan, aku mohon. Dengar dulu penjelasanku."
Yessi mencoba meraih tangan Regan namun pria itu menepisnya kasar sembari berdiri menjauh.
"Tidak perlu penjelasan apapun lagi! Intinya, kau meninggalkan ku dahulu. Hanya karena aku yang tidak berkuasa seperti sekarang! Kau meninggalkan aku, hanya demi bersama pria tua bangka yang seorang mafia recehan! Menyedihkan!"
"AKU DI JUAL, REGAN! AKU DI JUAL SEBAGAI PELUNAS HUTANG OLEH IBU KU SENDIRI!"
Regan berdecak sinis. Tapi, siapa menduga dalam hatinya begitu terkejut. Regan bisa saja mengusut tuntas perihal kepergian Yeslin namun Regan yang sudah muak memilih tidak lagi perduli.
"Aku dan kak Veni bertemu sebelum kepergian ku itu, karena kak Veni ingin membantu ku melunaskan hutang ibu, tapi aku menolak karena pria itu juga tidak mau di bayar berupa uang! Terima kasih dahulu, kau sudah banyak membantuku, mulai dari membiayai kuliahku dan uang bulanan yang tidak pernah putus setiap bulannya. Aku terpaksa, Regan. Pria itu akan memenjarakan ibu, jika aku menolak."
Regan mengeraskan rahangnya mendengar semua penjelasan Yeslin. Wanita yang melahirkan anaknya tersebut kini berurai airmata.
"Harusnya dari awal kau menceritakan semuanya. Masalah mu dan soal kehamilanmu. Aku sakit hati, Yeslin. Dan itu tidak mudah menyembuhkannya!"
"Sekarang kau keluar!"
Regan menarik Yeslin paksa menuju pintu keluar meski ibu dari anaknya itu memberontak.
"Regan, aku mohon maafkan aku! Ayo kita mengulang semuanya dari awal bersama Renesme, anak kita?"
"Shut up!" bentak Regan menggelegar seraya mengacungkan jari telunjuknya marah.
"Ingat Yeslin, meskipun kau ibu dari anakku. Tapi, kau sudah berkhianat. Tubuhmu ini sudah tersentuh pria lain dan aku tidak akan pernah sudi memungutnya kembali!"
Regan mendorong Yeslin keluar lalu menutup pintu dengan membantingnya. Kepala Regan berdenyut sakit, kini pikirannya mulai bercabang.
Antara Yessi dan Yeslin.
Regan tidak tahu, Renesme sudah terbangun sejak keduanya mulai bertengkar dengan nada suara tinggi.
Diam-diam gadis kecil yang masih berpura-pura menutup mata di atas ranjang Regan itu, meneteskan air matanya.
Renesme tidak tahu, apa yang Regan dan Yeslin perdebatkan. Namun pastinya, Renesme tahu, kedua orang tuanya tersebut tidak sejalan.
"Esme akan buat Daddy menyayangi mommy. Esme akan bantu mommy, tenang saja," janji Renesme dalam hati.
Keesokan paginya.
Regan mendapat telpon dari anak buahnya di Indonesia, jikalau markas mereka diserang oleh orang-orang yang tidak di kenal.
Otomatis, Regan sebagai pemimpin harus berada di tempat untuk menyelesaikannya.
Tapi, masalahnya, Renesme sampai menangis ingin ikut bersama Regan dan tidak mau turun dari pangkuan ayah biologisnya itu.
Meskipun, Regan sudah merayunya dengan berbagai cara.
Mau tidak mau, Regan membawa Renesme serta Yeslin ke Indonesia lantas membelikan keduanya rumah pribadi.
Namun lagi-lagi, Renesme tidak mau jauh dari Regan hingga berat hati, Regan harus tinggal satu atap bersama Yeslin.
Yang tidak pernah Regan duga, Yessi mengetahui semuanya begitu cepat. Padahal, Regan ingin mengenalkan Renesme pelan-pelan pada Yessi.
"Yes!"
Bima keluar dari mobilnya menerobos hujan deras. Pemuda memakai jaket denim itu, merangkul pundak Yessi yang bergetar hebat karena menangis.
"Gue mau pulang, Bim. Antar gue lagi, ya? Please ...."
Tanpa menjawab, Bima mengendong Yessi ala pengantin. Tangan Yessi merangkul leher Bima membuat darah Regan melihatnya berdesir panas. Bima menatap sebentar Regan penuh permusuhan.
Rasanya, Regan ingin menyentak tangan mungil Renesme yang menggenggam erat tangannya. Seolah menahan Regan untuk mengejar Yessi.
"Sekarang lo udah tahu, dia brengsek. Jangan lagi nyimpan perasaan buat dia, Yess. Gue siap nerima lo apa adanya. Apa perlu biar gue yang tanggung jawab atas perbuatan dia sama lo," ujar Bima berbisik pelan di telinga Yessi dengan langkah kaki pasti menuju mobilnya.
Yessi menyembunyikan wajah di dada Bima tidak menjawab. Sungguh, ia benar-benar sakit hati di buat Regan.
Pukul 19:00 malam.
Yessi yang duduk termenung dengan tatapan kosong di sofa ruang tamu di kejutkan bunyi bel apartemennya. Hujan di luar sana semakin deras.
Yessi sangat tidak ingin menerima tamu. Ponsel di atas meja Yessi tiba-tiba berdering. Tanpa melihat siapa menelponnya, Yessi mengangkatnya begitu saja.
"Buka pintunya. Kita perlu bicara, Yessi."
Airmata Yessi luruh kembali. Itu suara berat Regan yang ia sukai.