Kisah sebuah pertemanan yang berawal manis hingga renggang dan berakhir dengan saling berdamai. Pertemanan yang salah satu diantara keduanya menaruh bumbu rasa itu terjadi tarik ulur. Sampai memakan banyak kesalahpahaman. Lantas, bagaimanakah kisah selanjutnya tentang mereka? apakah keduanya akan berakhir hanya masing-masing atau asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Masalah
Cuaca hari ini cerah sama seperti wajah Dhara yang kini sedang jalan jalan sendirian di koridor. Dari atas lantai dua ia melihat Langit di lapangan basket. Langit bukan sedang bermain basket namun ia tengah berjalan entah akan kemana.
Adhara pun bergegas menghampiri Langit, gadis tersebut berlari menuruni anak tangga sampai akhirnya ia berpapasan dengan Langit.
"Pagi, Lang!" seru Adhara menyapa Langit tapi lelaki itu tak menanggapinya sama sekali.
Wajah Dhara berubah menjadi bingung. Ia tak tahu mengapa seorang Langit Putra Ragasena tiba-tiba berubah asing seperti itu.
Langit yang tetap berjalan mendapati teguran dari Davin. "Gue tau lo emosi tapi lo harus jaga sikap lo, jaga sikap lo kalo emang lo sayang sama cewek yang udah nyapa lo." ucap Davin dari belakang Adhara.
Lelaki tersebut tak menggubris, ia tetap berjalan mengabaikan Adhara begitu saja.
"Udah Vin, gapapa. Mungkin dia lagi ada masalah pribadi dan gue hargain dia pasti pengen sendiri dulu." ujar Dhara senyum tipis.
Davin bersidekap sambil menatap Langit yang semakin menjauh, mungkin ia akan pergi sebelum bel masuk berbunyi.
"Udah Vin ... ngapain sih di pikirin terus. Kasih waktu sendiri buat dia." kata Dhara menepuk bahu Davin.
"Kebiasaan dia kayak gitu, Ra! setiap lagi emosi selalu ngediemin semua orang! Kebiasaan yang kayak gitu bikin orang ngerasa salah sama dia," ketus Davin tak habis pikir.
Adhara berusaha menenangkan Davin, dan akhirnya teman teman Dhara pun datang.
"Ada apa, Ra?" tanya Rachel.
"Ng-nggak ada apa-apa kok, Hel." jawab gadis itu berbohong.
Gleen, Rangga dan Edgar juga datang karena melihat Riffa, April, Rachel dan Kia menghampiri Dhara. "Langit udah biasa kayak gitu, kita harap lo nggak kaget atau bahkan takut sama dia." ucap si Gleen.
"Em ... beneran gue gak papa. Ya, tadi cuma kaget aja dia tiba-tiba gitu." balas Adhara seperti menyembunyikan sesuatu.
Riffa mendekati Adhara dan membisikkan sesuatu tentang Langit. "Selamat buat lo yang kena prank." ungkap Riffa sambil menahan tawa.
Raut wajah Adhara berubah menjadi polos, dirinya diam sambil menyapu pandangan. "Yaudah, kalo gitu gue ke kelas dulu ya." katanya pergi namun langkahnya terhenti mendadak.
"Selamat ulang tahun, Adhara Aline."
Suara lembut milik Langit terdengar jelas ditelinga Adhara. Ucapan itu tidak di sangka oleh Dhara. Gadis tersebut berbalik badan dan seketika matanya berkaca kaca.
"Langit?" lirih gadis itu.
"Maaf, aku bikin kamu bingung sama sikap aku yang tadi." ucap Langit dingin.
Dhara tersenyum tipis, "Gak papa, santai." jawaban gadis itu langsung pergi.
"Kayaknya Dhara lagi ada masalah, makanya dia pergi gitu aja." ujar Riffa.
Langit berdiri mematung sambil menatap Adhara yang tengah berjalan di koridor lantai kedua.
"Lo jangan kejar dia dulu, tadi pas dia masuk kelas mukanya emang lagi nggak tenang. Gue ngerasa kalo dia ada masalah yang kita semua nggak berhak ikut campur." jelas Rachel.
Lelaki itu pergi ke kelas dan mencoba bertanya pada Dhara tentang apa yang terjadi hingga membuatnya pergi dari Langit.
"Kamu ada masalah apa?" tanya Langit dengan suara lembutnya.
Dhara hanya diam saja duduk di bangkunya. "sorry, Lang. Gue butuh waktu buat sendiri dulu." kata Adhara.
"Tapi, aku nggak bisa diemin kamu kayak gini, Ra."
"Iya gue tau, tapi untuk sekarang gue minta toleransi lo buat biarin gue sendiri." ucap Dhara tegas.
Lelaki itu tetap ingin bersama Dhara, tidak ingin melepas sang gadis yang ia sayangi.
"Ra, gue mau ngejagain lo." sahut Langit bermohon.
"Ngejagain apa sih?! gue udah sabar ya sama lo tapi plis, gue lagi ngurus masalah gue sendiri dan lo nggak usah ikut campur! bisa kan?" semakin lama Adhara makin emosi.
Iya, itulah sifat Adhara yang sebenarnya jika satu masalah terbesarnya terungkit dan kembali menghadapinya.
Satu masalah terbesar Adhara takkan mungkin diungkapkan. Karena dirinya sudah berjanji tak akan melibatkan siapapun kecuali keluarganya.
Jika kalian ingin tahu apa masalah terbesarnya Adhara, kalian pasti tahu broken home, bukan? nah, itulah masalah terbesarnya. Tapi, bukan Adhara yang mengalaminya, namun ...
"Ra-"
"Stop Lang! terserah lo mau ngomong apa tentang gue, gue nggak peduli!" pekik gadis itu pergi keluar kelas.
Di taman belakang sekolah Adhara duduk termenung sendirian. Isi otaknya hanyalah Vano, Vano dan Vano. Kenapa hanya Vano?
mengapa sifatnya berubah pada Langit hanya karena satu masalah keluarga yang serius.
"Lo di mana sekarang Van, gue nggak mau lo kenapa -napa. Andai gue selalu bareng sama lo, pasti lo nggak bakal pergi jauh kayak gini." batin Adhara.
Raut wajah Adhara sangat terlihat sedih, ia mengkhawatirkan Vano. "Van ... lo di mana sih ... gue kangen sama lo, gue nggak mau lo kenapa- napa." lirihnya bingung seraya menutupi wajahnya.
Kemudian Langit pun melihat Dhara yang tengah duduk melamun.
"Dhara ..." suara Langit kembali di dengar oleh gadis itu. Dia pun segera berdiri dan menyeka air mata yang baru saja membasahi pipinya.
"Ada apa lagi lo ke sini?" tanyanya dengan suara sesegukan.
"Apa segitu beratnya masalah yang kamu hadapin." ucap Langit.
Mendengar pertanyaan Langit, Dhara lantas berdiri dan berjalan mendekati Langit sampai akhirnya ia memeluk Langit erat.
"Vano, Lang ..." adu nya masih memeluk Langit.
Langit pun membalas pelukan Dhara, ia berusaha menenangkan gadis yang kini sedang membutuhkan sandaran. "Vano kenapa, Ra?" tanyanya.
"Vano pergi, gue nggak tau dia kemana." jawabnya seraya melepas pelukan itu.
Langit menyeka air mata Adhara yang mengalir sejak tadi. "Kalo aku boleh tau, sebenarnya ada masalah apa tentang Vano?" pertanyaan Langit ingin tahu.
"Kehidupan Vano berubah sejak dia kelas 10 SMA." ucap Dhara dengan nada berat.
"Kenapa?"
"Orangtuanya Vano ribut, karena papahnya yang diem-diem selingkuh. Awalnya masalah itu belum diketahui sama Vano. Tapi lama-lama dia tau sendiri dan sempet ada perang dingin antara papahnya Vano sama Vano." ucap Adhara menjelaskan.
Langit turut prihatin. "Terus? sekarang lebih parah?" tanya Langit menatap Adhara.
"Mereka udah di ujung masalah yang pilihannya cuma ada dua, berpisah atau tetap bertahan. Di samping itu, mama nya Vano nggak kuat pertahanin rumah tangganya."
penjelasan Dhara sedih.
"Vano pergi karena apa?" Langit menatap Adhara lekat.
"Dia pasti pergi buat tenangin dirinya, dulu karena masalah itu dia hampir ngelakuin hal yang fatal." ucap gadis itu.
Langit mengerutkan keningnya, "Hal fatal maksud kamu bunuh diri?" tebak Langit sangat berhati-hati.
"Enggak. Bukan itu. Dia mau mengundurkan diri dari Kartu Keluarga." ujar Adhara menarik napas panjang.
Lantas lelaki itu pun menghembuskan napas lega. "Huft ... alhamdullilah kalo Vano nggak ngelakuin hal itu."
Adhara berjalan sedikit jauh dari Langit. "Alvano Ragantara, sepupu gue yang paling baik sama gue. Cowok yang gue kenal gemesin banget mukanya. Dia yang selalu kuatin gue di saat gue punya masalah kecil atau besar. Makanya gue selalu sayang sama dia, karena bagaimanapun dia udah gue anggap kakak kandung gue sendiri." curahan Adhara membuatnya lega.
"Di luar sana, Vano pasti nggak mau liat kamu sedih kayak gini. Sedih boleh, tapi jangan berlarut-larut." tutur Langit lembut.
Lalu Adhara tersenyum menatap Langit. "Makasih ya Lang, ternyata bener kalo sang Raga Langit itu nggak akan biarin aku sedih." ujarnya kemudian terkekeh.
"Yakali aja, Ra. Perempuan kayak kamu ini, nggak akan aku lepas sendirian. Apalagi pas kamu lagi ada masalah tentang Vano." sahut Langit ikut terkekeh, senyumnya Langit benar benar manis bangett.
"Makasih ya ... cowok kulkas!" ketus Adhara jahil.
Langit terkekeh pelan. "Yang penting kamu seneng, aku udah biasa diisengin sama kamu." ucapnya lalu memasang wajah dinginnya.
Adhara tertawa puas melihat Langit yang sudah bete di katain cowok kulkas. "Dasar cowok kulkas! wlee ..." gadis tersebut puas meledek.
"Udah, ayo kita ke kelas. Pasti langsung disuruh ngepel toilet." celetuk Langit berjalan menaiki anak tangga.
"Nanti aku pura-pura nggak enak badan aja deh, biar Langit yang bersihin 2 toilet sekaligus. Hahaha ..." Dhara tertawa puas meledek Langit terus sampai akhirnya suaranya mulai menghilang karena ia sudah masuk ke kelasnya bersama Langit.
"*Halo, dengan siapa*?
*ck, jawab otomatis bikin ulah*"
~**Alvano Ragantara**
"Vano passwordnya apa?"
Sekian, terima kasih.