SEQUEL BURN WITH YOU
Declan Antony Zinov dituduh membunuh keluarga angkatnya yang kaya raya demi sebuah warisan. Tapi semua itu tidak terbukti sehingga pria itu menjalankan bisnis keluarganya dan menjadikan Declan pria kaya raya dan juga ditakuti karena sikapnya yang kejam.
Lucyanna Queen Nikolai merupakan cucu seorang mafia yang sudah lama menaruh hati pada Declan karena telah menyelamatkan nyawanya saat kecil. Ia sering mencari tahu berita tentang pria pujaannya itu dan berniat melamar kerja di perusahaan milik Declan.
Setelah bertahun-tahun lamanya, Declan dipertemukan kembali dengan gadis yang pernah ia selamatkan. Tapi melihat bagaimana wanita itu terang-terangan menyukainya membuat Declan bersikap kasar agar Lucy tidak lagi mendekatinya.
Tapi, ketika Lucy tertembak karena berusaha melindunginya. Barulah Declan menyadari betapa berartinya Lucy di kehidupannya selama ini.
#Cerita ini lanjutan dari cerita Burn With You dimana masa kecil mereka ada di Bab akhir. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athaya Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
"Lalu kau pikir aku menginginkannya? Kau memutuskan, merencanakan semua sesuai keinginanmu tanpa peduli dengan apa yang aku inginkan." Balas Lucy yang berusaha menahan tangisnya.
"Lucy, aku sangat mencintaimu dan aku tidak ingin kehilanganmu seperti aku kehilangan orang-orang yang aku sayangi." Declan berkata sembari memeluk tubuh Lucy yang sudah mulai menangis.
Lucy melepaskan pelukan Declan dan mengusap air matanya kasar. "Aku juga mencintaimu, Dec. Tapi aku tidak bisa menjauh dari keluargaku. Mereka segala-galanya bagiku, Aku mencintai mereka. Apa kita akan terus berdebat seperti ini?"
"Inilah hidup. Jika kita tidak bisa saling menerima, maka ini akan menjadi terakhir kalinya kita bertemu. Aku tidak akan lagi menemuimu. Begitu juga denganmu." Lucy berkata lagi sembari membuka pintu dan meminta Declan keluar.
Declan berbalik dan berjalan kearah pintu yang terbuka. "Aku akan mengantarmu besok ke bandara."
Setelah menutup pintu, Lucy menyandarkan tubuhnya kemudian menangis. Bukan ini yang ia inginkan, ketika ia datang kesini. Apa yang ia harapkan pada pria yang sangat keras kepala itu. Setelah puas menangis, ia mengemas barang-barangnya ke dalam koper dan berusaha tidak mengingat kejadian barusan.
Ia sudah lelah dan merasa hubungan mereka sudah tidak bisa diselamatkan. Declan tidak bisa menerima keluarganya, dan itu sama saja dia meminta Lucy melepas sesuatu hal yang paling penting di hidupnya.
Mungkin ia harus mengubur dalam-dalam rasa cintanya pada pria itu, dan mencoba menjalin hubungan dengan pria lain. Ia tidak bisa menunda lagi untuk segera menikah. Setelah kembali nanti, ia akan mulai menyeleksi pria-pria yang sudah dipilih oleh sang Kakek. Mengikuti keinginan keluarganya bukan sesuatu yang buruk, dan menikah karena bisnis adalah sesuatu yang sudah biasa di jaman sekarang.
Ketukan di pintu apartemennya, membuat lamunan Lucy terusik dan butuh beberapa detik baginya untuk membuka pintu. "Aku sudah bilang aku sangat lelah dan-"
"Sepertinya aku bukan yang kau harapkan? Apa kau sedang menunggu seseorang?" tanya Lion saat pintu kamar Lucy terbuka.
"Bagaimana kau tahu aku disini?" tanya Lucy ketika melihat sepupunya sedang berdiri didepan pintu kamarnya dan dengan santainya menerobos masuk.
Lion yang melihat kondisi sepupunya seperti wanita yang baru saja putus cinta, masuk kedalam kamar wanita itu dan memeriksa semua ruangan. "Apa kau lupa, kalau bangunan ini milik Abuello?" Sahut Lion sembari membuka pintu kamar mandi dan tidak menemukan siapapun. "Aku pikir kau sedang melarikan diri dengan pria menyebalkan itu."
"Aku sendirian, Lion dan besok aku akan kembali. Jadi kau bisa melaporkan keadaanku disini. Aku baik-baik saja." Balas Lucy sembari menutup kopernya.
Lion mengambil botol minum yang diletakkan Lucy dimeja dan menuangkan di dalam gelas. "Kalau kau baik-baik saja, mengapa kau menangis? Apa pria itu menyakitimu?"
"Dia tidak melakukan apapun. Aku yang memutuskan hubungan kami, jadi kau dan juga lainnya bisa tenang sekarang. Aku dan dia tidak akan pernah berhubungan lagi." Ucap Lucy sambil menunduk menatap buku-buku yang mereka berdua pilih bersama siang tadi.
Lion menatap wajah sepupunya dengan intens dan tahu wanita itu sangat menyukai pria itu. "Kami berdua dulu pernah satu asrama saat awal kuliah. Kemudian dia tiba-tiba menghilang setelah dihubungi oleh keluarganya. Dia sangat pendiam dan tidak suka didekati oleh orang lain.
"Itulah mengapa dia tidak bisa masuk di keluarga besar kita." balas Lucy.
"Apa yang salah dengan itu? Semua orang yang saling mencintai tentu harus menerima semua hal yang berhubungan dengan orang yang kita cintai. Apakah ada alasan tertentu mengapa dia tidak bisa masuk di keluarga kita?" Tanya Lion sembari membantu Lucy memindahkan koper miliknya.
Lucy duduk dikursi dan menyandarkan tubuhnya yang lelah diatas tumpukan bantal empuk. "Jika Angela anak seorang mafia, apakah kau akan tetap menikahinya?"
"Tentu saja. Sebentar." Sahut Lion yang sadar kemana arah pembicaraannya Lucy. "Apakah dia takut berhubungan dengan seorang mafia? Bukankah itu salah satu yang menguntungkan bagi seorang pengusaha seperti dirinya?"
"Dia ingin membawaku menjauh dari keluargaku, karena dia takut aku atau anak-anak kita nanti menjadi incaran musuh-musuh Daddy dan grandpa." Balas Lucy.
Lion tersenyum dan duduk disamping Lucy. "Dia ketakutan, Lucy. Saat kejadian yang menimpa nenekmu, dia menyaksikan sendiri bagaimana orang-orang itu menembaknya. Saat itu kau pingsan, tapi Declan berusaha menyeret tubuh kalian berdua dari tembakan beruntun itu."
"Kejadian yang tak ingin aku ingat, dimana kami kehilangan nenek Anna." Gumam Lucy sembari menutup matanya dan mencoba mengingat semua kebersamaan mereka.
Lion beranjak dan memakai jasnya. "Aku harus menjemput Angel. Berhati-hatilah dan kabari aku saat kau akan kembali besok."
"Tentu. Sampaikan salamku pada Angela, aku minta maaf tidak bisa menemuinya." Balas Lucy sembari mengantar Lion hingga ke pintu.
Lucy menatap kamar Declan dan bertanya-tanya apakah ia telah membuat pria itu marah. Ia memang pantas menerima kemarahan pria itu, karena sudah mengacaukan hari ini. Sambil menutup kembali pintu kamarnya, ia memutuskan untuk mandi dan beristirahat. Tidak ada gunanya merasa sengsara akan keputusannya sendiri.
Pagi harinya. Declan sudah berdiri didepan pintu kamar Lucy dan menunggu wanita itu keluar. Ia bisa saja mengetuk pintu kamarnya dan masuk kedalam untuk menyapa. Tapi, ia masih sakit hati akan sikap Lucy semalam dan saat ini ia lagi tidak ingin berdebat yang membuat suasana bertambah panas bagi mereka berdua.
"Kau tidak perlu repot-repot mengantarku. Bukankah kau memiliki pertemuan penting hari ini?" Lucy berkata ketika melihat Declan begitu ia membuka pintu dan menguncinya.
Declan mengambil koper dan juga tas milik Lucy dan membawanya. "Masih cukup waktu."
"Kita akan mampir sarapan terlebih dahulu" sambung Declan ketika mereka sudah berada dalam mobil.
Lucy melirik jam tangannya dan berpikir meski cukup waktu ia lebih tenang jika sarapan dibandara. "Aku akan sarapan di bandara, itu membuatku tidak perlu diburu waktu."
"Baiklah." Balas Declan singkat.
Mereka berdua menikmati sarapan tanpa bersuara, baik Lucy maupun Declan sama-sama tidak ingin berbicara tentang kejadian semalam. Seolah ini adalah terakhir kali mereka bersama.
"Aku akan ke toilet sebentar." Lucy berkata sembari beranjak dari kursinya meninggalkan Declan yang menatapnya.
Declan meneguk minumannya dan meremas kaleng minuman itu hingga penyok karena merasa sangat kesal. Ia tidak terbiasa dalam situasi seperti ini, dimana Lucy mendiamkannya. Declan sangat ingin memeluk wanita itu dan menciumnya lama. Setelah berpikir dan wanita itu tidak kunjung kembali, ia memutuskan untuk menyusul Lucy.
Lucy yang baru keluar dari toilet dibuat terkejut oleh dua orang pria yang memakai pakaian serba hitam dan juga topeng mengarahkan senjata kearahnya dengan membabi buta, membuat semua pengunjung berteriak dan berhamburan.
Ia sendiri tidak dapat menghindar dan merasakan beberapa bagian tubuhnya terkena tembakan, yang membuat tubuhnya terjatuh kelantai dan tak sadarkan diri.