Reynard Fernando, seorang CEO sukses yang lumpuh, menikahi Caitlin Revelton, gadis ceria dan penuh semangat yang dikenal tak pernah mau kalah dalam perdebatan. Meskipun Caitlin tidak bisa membaca dan menulis, ia memiliki ingatan yang luar biasa. Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya sekadar kesepakatan.
Namun, apakah hubungan yang dimulai tanpa cinta ini dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam? Atau, mereka akan terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
"Mana mungkin aku beritahu kamu, pelakunya adalah pamanmu sendiri. Tentu saja kamu juga terlibat," batin Caitlin.
"Tidak perlu tahu apa yang aku pikirkan," jawab Caitlin.
Keesokan harinya, suasana gedung perusahaan Fernando terasa formal namun tegang. Caitlin melangkah masuk bersama Reynard, rasa canggung dan kewaspadaan memenuhi dirinya saat mereka memasuki ruang rapat besar. Di sana, para pemegang saham sudah menunggu, wajah-wajah mereka tampak tenang namun penuh intrik. Reynard memperkenalkan istrinya kepada mereka semua dengan senyuman tipis yang mengesankan kepercayaan diri.
"Ini adalah istriku, Caitlin Revelton," ucap Reynard dengan nada tegas, memperkenalkan Caitlin pada ruangan yang dipenuhi pria-pria berpengaruh.
"Nyonya Fernando," sapa mereka serempak, namun Caitlin bisa melihat jelas senyum palsu yang mereka tunjukkan. Wajah-wajah mereka tak bisa menyembunyikan niat terselubung di balik sikap ramah yang dibuat-buat.
Caitlin hanya menghela napas dalam hati, melirik satu per satu orang-orang yang duduk di meja rapat itu. "Semuanya licik, senyuman mereka hanya topeng," gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.
Namun, Caitlin tak ingin memperlihatkan ketidaksenangannya. Ia pun tersenyum tipis, menyapa mereka dengan sopan, meskipun hatinya jauh dari rasa nyaman. "Senang bertemu dengan semua paman di sini. Abaikan saja kehadiranku, kalian bisa lanjut dengan urusan kalian," ucapnya dengan nada tenang, mencoba menjaga jarak dari segala politik internal perusahaan ini.
Rapat pun segera dimulai, dengan Nico memulai presentasi tentang pembangunan proyek baru mereka. Para pemegang saham mendengarkan dengan serius, namun di tengah semua diskusi itu, Caitlin yang duduk di samping Reynard, ia hanya mencoret-coret kertas notanya tanpa arah, tanpa benar-benar menyadari apa yang sedang ia tuliskan.
"Pembangunan proyek ini akan menelan biaya sekitar dua miliaran dolar. Sebaiknya serahkan padaku. Aku akan menjalankan agar proyek kita selesai lebih cepat," kata Tommy dengan penuh percaya diri, tatapannya tajam mengarah pada Reynard yang duduk tenang di ujung meja rapat.
Reynard menghela napas, memandang kertas-kertas yang berserakan di hadapannya. "Mengenai siapa yang akan mengerjakannya, ini masih dalam pertimbangan. Pembangunan hotel untuk para wisatawan bukanlah bagian dari rencana kecil. Kita harus menyusun strategi dengan rapi," jawabnya dengan nada tegas namun bijak. Ia tahu proyek sebesar ini membutuhkan perencanaan matang.
Dan Reynard melanjutkan, "Fasilitas yang aku inginkan harus lebih mewah dari hotel lain di kota ini. Aku ingin menjadikan proyek kita sebagai yang terbesar dan paling ternama."
Di pojok ruangan, Caitlin, yang duduk tanpa ekspresi, merasa bosan dengan diskusi yang panjang dan penuh angka itu. Sesaat kemudian, ia berbisik pelan ke arah Reynard, "Aku ingin keluar, di sini sangat membosankan."
Reynard menatapnya sejenak, kemudian mengangguk. "Baiklah, tapi jangan keluar dari gedung ini," ucapnya lembut namun tegas. Caitlin hanya tersenyum tipis dan segera bangkit, meninggalkan ruangan rapat yang penuh dengan suasana formal dan serius.
Begitu keluar dari ruang rapat, Caitlin menarik napas dalam-dalam. Suasana gedung yang besar dan megah membuatnya merasa kecil. Ia mulai menuruni anak tangga dan berjalan mengelilingi area kerja yang dipenuhi oleh karyawan berpenampilan rapi. Mereka semua tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
"Wah... mereka semua terlihat sangat profesional. Kalau saja aku pernah sekolah seperti mereka, mungkin aku bisa bekerja di perusahaan besar juga. Tidak seperti aku sekarang, yang bahkan tidak bisa membaca dan menulis," batinnya getir. Caitlin menghela napas panjang. "Bahkan pernikahanku... dengan pria yang tidak mencintaiku, dan aku pun tidak mencintainya."
Saat Caitlin terhanyut dalam pikirannya sendiri, tiba-tiba seorang wanita cantik dengan pakaian mewah menabraknya. Tanpa sengaja, minuman yang wanita itu pegang tumpah, membasahi pakaian dan sepatu kulit mengkilapnya.
"Apa kau buta, ya? Kenapa malah diam di sini!" bentak wanita itu dengan nada tinggi, membuat semua orang di ruangan menoleh. Suasana mendadak hening, dan mata-mata penasaran kini tertuju pada mereka berdua.
Caitlin menatap wanita itu tanpa gentar. "Apa matamu tidak berfungsi? Aku berdiri di sini, dan kau yang menabrakku," balas Caitlin dengan tenang namun tajam.
Wanita itu tampak tersinggung dan semakin marah. "Berani sekali kau melawan! Apakah kau karyawan baru di sini? Cepat bersihkan sepatuku dan ganti rugi pakaianku!" perintahnya dengan nada memerintah, membuat beberapa karyawan yang mendengar merasa ngeri.
Seorang wanita paruh baya yang merupakan petugas kebersihan hanya berdiri terdiam, tidak berani melakukan apapun. Semua orang tahu siapa wanita yang sedang berhadapan dengan Caitlin. Ia adalah salah satu pengurus penting di bagian penjualan perusahaan ini, dan biasanya tidak ada yang berani menantangnya.
Caitlin tetap tenang, sedikit tersenyum. "Kamu terlihat seperti orang berpendidikan, tapi sayangnya, sifatmu sangat buruk," balasnya sambil menatap wanita itu dengan tatapan penuh penilaian.
Wanita itu tidak terima. "Bersihkan sepatuku! Jilat hingga bersih!" bentaknya lagi, semakin meninggikan suaranya.
"Apa kamu ingin aku membersihkan pakaianmu dan sepatumu? Hanya karena air putih saja kau berteriak seperti ini?" Caitlin menantang, suaranya tetap tenang meski wanita di depannya semakin marah.
Wanita itu mencibir. "Jangan banyak bertanya! Ganti rugi pakaianku! Aku yakin kau tidak akan sanggup menggantinya," ucapnya dengan nada menghina, menatap Caitlin dari ujung kepala hingga kaki.
Caitlin tertawa kecil, penuh ketenangan. "Tenang saja. Aku bisa membersihkan pakaianmu dan sepatumu," ucapnya sambil tersenyum. Tanpa banyak bicara, ia kemudian berjalan mendekati wanita petugas kebersihan yang berdiri di dekatnya. Caitlin mengambil ember yang berisi air kotor dari tangan wanita itu.
Sebelum ada yang bisa bereaksi, Caitlin dengan tenang menyiram wanita sombong itu dari kepala hingga kaki. Air kotor itu membasahi rambut, pakaian, dan sepatunya, membuat semua orang di ruangan tersebut terbelalak kaget.
"Aahhh!" teriakan wanita itu menggemakan seluruh ruangan. Para karyawan lainnya menatap tak percaya. Mereka tidak menyangka Caitlin akan melakukan hal seberani itu.
Caitlin, tanpa terganggu oleh kekacauan yang ia ciptakan, mendekati wanita itu dan menatapnya dengan dingin. "Suaramu bising sekali," ujarnya, sebelum menutupi kepala wanita itu dengan ember kotor yang masih meneteskan sisa-sisa air.
Wanita itu menjerit lagi, tetapi Caitlin hanya berbalik, meninggalkan semua orang dalam keadaan terkejut, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa takut atau menyesal.
seru nih