Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Menjanjikan: Sebuah novel penuhi aksi, perbedaan status, hukum rimba, ketidak adilan, dan pasca-apocalipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Api kecil.
Kami melaju cepat di jalanan yang sudah kacau, Wanters di mana-mana menghancurkan bangunan dan memangsa mereka yang tertangkap. Yuto berusaha menghindari setiap Wanters yang menghalangi jalan, setiap serangan kami gerakan untuk menjaga mobil tetap aman.
Setelah cukup lama mengendarai mobil, kami baru sampai di lokasi rumah sakit. Aku melihat bangunan itu telah hancur sebagian, tanpa berkata-kata Yuya berlari ke dalam mengabaikan Wanters yang berada di sekitarnya. kami menyusul sambil membunuh 3 Wanters.
Langkah kami menggema di lorong yang gelap, di ujungnya terdapat api yang membakar seisi-nya, Yuya keluar dari api itu memeluk Yuriko di tangan.
Aku bernafas lega melihat mereka baik-baik saja. Namun, Yuya berteriak menyuruh kami untuk lari, sesosok Wanters seperti ular muncul dari belakang Yuya. Aku berlari menuju pintu keluar bersama yang lain, bergegas menaiki mobil sebelum mahkluk itu mendekat. Tanpa pikir panjang Yuto menancap gas, menjauhkan kami dari Wanters itu.
Akhirnya, kami berhasil keluar dari kota itu, kota yang benar-benar hancur dengan api di mana-mana.
Kami bergerak ke arah barat untuk mencari tempat yang aman. Yuya memangku adiknya dengan wajah pasrah, menahan tangis. Kristal pada pipi Yuriko telah merambat ke atas kepala. 'Entah kenapa usaha yang kulakukan terkadang tidak membuahkan hasil ... ini, menyebalkan...' menahan tangis.
Aku melihat ke sekitar, mengenal lokasi yang sedang di lalui. Aku memberitahu yang lain mengenai tempat yang aku tinggali dan memutuskan untuk beristirahat di sana.
Untungnya, tidak ada Wanters di sekitar. Yuto memarkirkan mobil di depan bangunan. Aku membawa mereka menuju ruanganku, meski cukup rusak mereka tidak mempersalahkan hal itu. Yuya, mengistirahatkan adiknya di atas kasur, aku membiarkan mereka bertiga dan berjalan keluar untuk mencari ketenangan.
Menghela nafas. 'Entah kenapa cuaca terasa begitu dingin, apa ... Yuya merasakan apa yang kurasakan dulu? ... kuharap, tidak,' berjalan ke atas bangunan.
Aku menembaki beberapa Wanters untuk menghibur suasana hati. Namun semua itu percuma, rasa tidak nyaman tak kunjung hilang.
Di rasa tidak ada lagi yang terlihat, aku menghentikan menekan pelatuk. Berbalik badan, terduduk perlahan bersandar ke dinding pembatas. Menggenggam kedua telapak tangan karena terasa begitu dingin. 'Entah kanapa, perasaan ini muncul kembali, Rasa takut, rasa kehilangan, rasa seperti tertusuk sesuatu. Padahal aku sudah berusaha menghindarinya.' menyilangkan kaki dan menundukkan kepala, berusaha menahan air mata yang mulai mengalir.
"Anu, kak Raika ..." suara pelan terdengar dari telinga kanan. Aku mengabaikan itu karena mungkin hanya halusinasi saja.
"Kak Raika, kak, kenapa kakak tidak bisa mendengar-ku, padahal kata orang itu aku di perbolehkan ... hanya untuk sebentar saja," ujarnya dengan nada sedih.
Dengan perasaan campur aduk, aku menolehkan kepala ... mataku terbelalak melihat seorang gadis kecil bertubuh putih terbang dengan kaki yang transparan. Wajahnya terasa tidak asing, karena kristal di pipinya menghilang.
"Apa ... kau Yuriko?" tanyaku, penasaran melihat mahkluk yang di depan mata.
"Huh, apa kakak bisa melihatku, iya ini aku, adik dari kak Yuya, percayalah padaku kak," tegasnya dengan terbata-bata.
Aku menggelengkan kepala tidak percaya atas apa yang kulihat sekarang. 'Tidak-tidak, tidak mungkin.' Menepuk muka berkali-kali.
"Terserah kakak mau percaya atau tidak ..." Yuriko duduk di atas dinding pembatas.
"Yuriko telah melihat semuanya kak ... mengenai kak Yuya mengikuti kompetisi hingga kejadian itu muncul."
"Yuriko pada waktu itu engga bisa menunjukan diri karena tidak di perbolehkan oleh sesuatu. Dan sekarang, Yuriko bisa menemui kakak hanya saja waktu Yuriko tidak banyak," mengacungkan kakinya yang perlahan menghilang.
Mataku terbuka lebar, terkejut karena ini kenyataan. "Tunggu Yuriko aku akan mem---"
"Tunggu kak! Jangan!" teriaknya, bergerak cepat menghentikan-ku.
"Yuriko tidak ingin kak Yuya tau, tolong jangan," mengangkat tangan ke samping dengan raut sedih.
Aku menghentikan kaki menatapnya.
"Kak, bisa kita berbicara berdua saja, sebelum waktuku habis."
Setelah berfikir aku mengiyakan keinginannya dan berjalan ke tepi gedung ... menatap kekosongan di sekitar, Yuriko berdiri di atas dinding pembatas.
"Kak Yuya adalah kakak yang paling baik, kakak selalu bersamaku meski dalam keadaan yang sulit. Begitu juga dengan kak Mio dan kak Yuto ... terkadang, Yuriko melihat mereka pulang dalam keadaan lembam sambil membawa beberapa makanan di tangannya. Yuriko menyesal, kenapa Yuriko tidak bisa membantu mereka bahkan sampai sekarang," jelas Yuriko sambil melihat ke depan.
"Andai Yuriko tidak terkena penyakit ini. Mungkin, kakak tidak akan mengikuti kompetisi itu. Andai pada saat itu Yuriko bisa menghentikannya, Yuriko yakin kakak tidak akan melukai pria itu. Karena kakak bukan orang yang seperti itu."
Aku hanya diam mendengarkan ia bercerita. 'Apa mungkin waktu itu ayah melihatku? Tapi ... kenapa dia tidak muncul seperti Yuriko?'
"Kak Raika ... bolehkah Yuriko meminta permohonan," ucapnya dengan tubuh yang semakin transparan.
Mengangguk, "Boleh. Apa yang kamu inginkan?"
"Aku telah melihat kekuatan yang kak Raika sembunyikan. Aku, hanya ingin ... tolong lindungilah kakak!" teriak Yuriko dengan lerai air mata. "Apakah boleh?" tubuh Yuriko perlahan mulai menghilang.
Aku terdiam sejenak, melempar senyum pada Yuriko, "Kakakmu adalah kakak yang hebat, aku akan melakukan yang terbaik."
"Tolong yah kak, selamat ting ...."
Gemerlap cahaya kecil menyebar ke setiap sisi bangunan, perlahan cahaya itu terbang ke atas langit. Aku menyeka sedikit air mata, berlari keluar dari gedung secepatnya menuju Yuya dan yang lain.
Langkah-langkahku menapaki jalanan, mengabaikan keringat yang bercucuran. Denyut nadiku terasa tidak nyaman seperti ada sesuatu yang hilang. Aku berbelok masuk bangunan, menaiki tangga hingga sampai di depan pintu dengan nafas terengah-engah.
Ternyata benar apa yang kurasakan.
Mio menutupi mukanya pada Yuto sambil tersengal-sengal. Begitu juga dengan mereka berdua yang menatap ke bawah, menahan tangis yang tidak bisa di hindari. Debu-debu putih terlihat dari atas kasur tempat Yuriko tertidur, menandakan ia telah mati ... seperti Wanters. Air mataku sudah tidak bisa dikendalikan. Lagi-lagi pemandangan yang paling tidak kusukai, terlihat kembali.
***
Di atas gedung.
'Kenapa mereka datang di kondisi yang kurang tepat, padahal tadi sudah tidak ada lagi yang terlihat.' Menatap gerombolan Wanters.
"Hey, kenapa mereka selalu ada mana-mana," ucap Mio.
"Kurasa, mereka hanyalah pengganggu yang membuatku muak," tambah Yuto.
Yuya terdiam menatap kalung adiknya, "Yah, mereka selalu menghancurkan segalanya, tempat kami. Kebahagian kami. Keluarga kami ... Yuriko pernah bilang padaku, 'kenapa kakak tidak menghabisi mereka semua padahal kakak kuat.' tidak! Aku tidaklah kuat, aku adalah seorang pembual, yang selalu membohongimu."
Yuto mendekatinya. "Bukan aku, tapi kita adalah sama-sama pembohong."
"Yuya, bagaimana kalo kita wujudkan bualan itu, aku tau ini mustahil, tapi yang penting kita telah melakukannya," ujar Mio.
Mata Yuya terbuka, mendengar apa yang di ucapkan Mio.
Aku berjalan mendekati mereka. Meski, aku telah memendam impian ini, tapi, "Tolong! Izinkan aku bergabung," pintaku.
Yuto, berteriak, "Yah aku juga!"
Yuya menatap kami bertiga, kemudian tertawa kecil. "Kalian benar-benar orang yang bodoh," menghela nafas. "Walaupun ini, mustahil. Tapi, Baiklah!"
Yuya tersenyum kecil kemudian tidak kuat menahan tawa, begitu juga kami. Karena memutuskan untuk membunuh semua Wanters yang telah ada ratusan tahun lalu. Tentu saja itu mustahil. Jika ini mudah aku yakin mereka telah hilang di dunia ini sedari dulu.
End Bab 12.
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.