Cerita ini berkisah tentang perjalanan ketiga saudara kembar...Miko, Mike, dan Miki dalam menemukan cinta sejati. Bisakah mereka bertemu di usianya yang sangat muda?
Ikuti kisah mereka bertiga ^^
Harap bijak dalam membaca...
Plagiat dilarang mendekat...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phine Femelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Aku pulang dulu"
"Ya. Kamu hati hati"
Fandi melepaskan tangan Devie dan mereka berdiri lalu berjalan keluar hingga di dekat mobil Fandi dan Fandi menatap Devie.
"Kenapa?"
"Jangan pernah bimbang lagi" kata Fandi pelan.
Devie mengangguk.
"Jangan cuma mengangguk"
"Ya. Aku janji gak bimbang lagi" kata Devie meyakinkan Fandi.
"Hmm...buktinya?" tanya Fandi dengan tersenyum.
"Kamu minta bukti apa?" tanya Devie dengan tersenyum heran.
Fandi menunjuk sebentar pipinya dan Devie tersenyum lalu mencium pipi Fandi dan Devie mau menjauh tapi tidak bisa karena ternyata kedua tangan Fandi melingkari pinggangnya.
"Fan, gimana kalau...?"
"Panggil 'sayang' atau 'cinta' atau apa begitu. Masa tetap panggil nama?" kata Fandi pura-pura cemberut.
Devie tertawa pelan dan merasa lucu.
"Memangnya harus begitu? Aku gak tahu harus memanggil kamu apa?"
"Nanti kita pikir bersama ya?" kata Fandi lembut.
Devie berhenti tertawa dan mereka saling melihat dengan merasa senang.
"Kamu gak mau membalas pelukan aku? Aku sudah mau pulang"
Devie tampak merasa malu.
"Ehmm..."
Akhirnya Devie memeluk Fandi meskipun awalnya ragu.
"Tidurlah. Besok kita ada kuliah jam 6 pagi. Jangan menunggu aku sampai rumah"
"...tapi aku ingin memastikan kamu selamat"
"Aku pasti sampai dengan selamat. Harapan kamu selalu bersamaku" kata Fandi dengan tersenyum lembut.
Devie tersenyum.
"Baiklah"
Devie memberikan kelingking kanannya.
"Janji?"
"Janji" kata Fandi meyakinkan Devie dan melingkarkan kelingkingnya di kelingking Devie.
Mereka saling melempar senyum dan Fandi mencium kening Devie lalu Devie tersenyum senang dan mereka melepaskan kelingking.
"Bye" kata Devie dengan tersenyum.
Fandi tersenyum dan mengangguk lalu mereka melepaskan pelukan dan Fandi masuk ke dalam mobil. Devie tersenyum dan melambaikan sebentar tangannya lalu Fandi membalas sebentar dan mengemudikan mobilnya. Devie berjalan masuk dengan memikirkan Fandi.
"Gue gak bisa membohongi diri sendiri kalau sangat bahagia. Fandi memang memberikan kebahagiaan tersendiri dalam hidup gue dan tanpa dia tahu gue berharap satu hal. Dia jadi pacar pertama dan terakhir gue. Apa gue sangat jauh berpikirnya? Entahlah tapi melihat sosok Fandi gue merasa kalau dia adalah lelaki yang bertanggung jawab dan banyak membimbing, mengajarkan, menuntun gue. Dia di luar dugaan. Dia bisa sedewasa itu meskipun sesekali ada sikap yang masih umur belasan sehingga gue beruntung bisa bertemu dengan Fandi. Mungkin karena dia banyak mengurus empat keponakannya" pikir Devie kagum.
Keesokan harinya. Sekolah seperti biasanya hingga jam pulang. Mike dan Miki ada di dalam mobil. Supir menjemput.
"Gimana caranya gue bisa berkenalan dengannya?" pikir Miki pelan.
Miki berpikir keras.
"Apa besok gue berangkat sendiri untuk ke sekolahnya?" pikir Miki pelan.
Miki berpikir lagi.
"Gimana kalau gak bertemu dia? Andai Kak Miko bisa membantu gue tapi percuma. Kak Miko gak kenal siapapun" pikir Miki bingung.
Pukul 17.00. Fandi datang ke rumah Devie untuk bertemu. Fandi merasa senang dan sebelumnya membayangkan bisa ngobrol tapi ternyata harapannya pupus karena ada Winda yang segera datang menghampirinya. Sejak tadi banyak yang dibicarakan dan tidak memberikan kesempatan bicara.
"Winda, kakak kamu di mana?"
"Di kamar. Kenapa sejak tadi tanya Kak Devie? Kak Fandi cukup bertemu aku dan kita ngobrol" kata Winda dengan merasa tidak senang.
Fandi berusaha tersenyum.
"Kapan Kak Fandi ajak aku jalan lagi? Masa terus dengan Kak Devie?" kata Winda cemberut.
Devie datang dan Fandi melihat lalu tersenyum senang apalagi melihat wajah segar dan rambut setengah basah Devie membuat berpikir pasti baru mandi. Fandi terkesima dan Devie berdiri di samping Winda.
"Kamu gak menawarkan minum?"
"Sudah tapi Kak Fandi selalu gak mau sama seperti gak mau mengajak aku jalan" kata Winda cemberut.
"Kamu harus belajar. Nanti aku dimarahi mama kalau kamu gak belajar"
"Kalau terus belajar aku gak ada kesempatan untuk ikut kalian. Sesekali beri aku kelonggaran apalagi aku gak pernah dapat nilai buruk dan bisa diatur ketika aku gak ada ulangan, bukan? Kak Fandi dan Kak Devie pelit"
"Gak begitu, Win. Sekarang kamu sudah kelas XII. Kamu sudah mau lulus jadi harus belajar lebih giat lagi"
"Aku pasti lulus. Aku masih ingat pelajaran kelas X dan XI. Kak Devie seperti gak tahu kalau aku selalu berusaha keras"
Winda melihat Fandi.
"Kak Fandi, ayo ajak aku jalan" kata Winda cemberut.
"Dengarkan perkataan kakak kamu. Kamu kelas XII"
"Kenapa kalian kompak ya? Apa sengaja gak mau ajak aku?" kata Winda kesal.
"Gak begitu. Aku cuma..."
"Jadi seharusnya Kak Devie menyuruh Kak Fandi untuk mengajak aku jalan" potong Winda kesal.
Devie terdiam dan Fandi melihat Devie.
"Mungkin lain kali ya? Bisa ketika kamu libur sekolah. Jangan ketika masih sekolah. Malam kamu harus belajar"
"Kak Fandi bicara sama aku atau Kak Devie? Kalau sama aku seharusnya melihat aku jangan Kak Devie" kata Winda dengan mengerutkan dahi.
Winda sangat kesal.
"Baiklah! Gak perlu ajak aku! Kalian jahat!" kata Winda sedikit teriak.
Winda segera berjalan pergi.
"Winda. Winda" kata Devie dengan melihat kepergian Winda.
Akhirnya Devie melihat Fandi.
"Fan, kamu mau jalan berdua dengan Winda?"
"Ha? Berdua? Kamu serius?" tanya Fandi terkejut.
"Gak. Maaf aku salah bicara. Kita ajak Winda jalan" kata Devie panik.
"Tanya hatimu dulu"
Devie merasa heran.
"Kenapa justru jawaban kamu begitu? Bantu aku dengan mengiyakan"
"Tanya hatimu. Tanya dulu. Apa kamu rela waktu kita bersama terbuang karena ada Winda?"
Devie jadi sedikit kesal karena tidak tahu harus berbuat dan mau bicara tapi tidak jadi karena Fandi memegang kedua pipi Devie.
"Hey...sssttt...jangan bicara dulu" kata Fandi sedikit berbisik.
Devie jadi melihat Fandi.
"Kamu harus memikirkan dengan benar. Apa kamu rela ada Winda? Aku melihat kamu gak rela. Kalau rela pasti kamu langsung mengiyakan" kata Fandi pelan.
Devie berpikir keras dan akhirnya melepaskan kedua tangan Fandi dari pipinya lalu bingung dan Fandi menatap Devie dengan bertanya.
"Aku...bingung" kata Devie pelan.
"Kamu mau gimana? Aku ikut keputusan kamu sebelum Winda merengek" kata Fandi pelan.
"Sebenarnya aku gak mau tapi..."
Devie ragu.
"...aku gak mau Winda semakin kesal dan berpikir kalau kita ada sesuatu" lanjut Devie pelan.
"Kalau kamu belum siap Winda tahu kita pergi bertiga saja"
Devie melihat Fandi.
"Gak apa-apa. Nanti kita cari ide dan waktu untuk menggantinya"
"Apa bisa begitu?" tanya Devie pelan.
Fandi tersenyum.
"Kamu meragukan aku? Siapa yang cerita kalau Winda sering keluar juga karena diajak temannya?"
"Aku" kata Devie pelan.
"Ketika itu kita bisa keluar berdua" kata Fandi dengan tersenyum.
"..."
"Kenapa lagi? Kamu harus beritahu aku yang dipikirkan apa?"
"Gak ada. Aku berpikir benar juga kata kamu"
Fandi tersenyum.
"Lalu kamu masih manyun kenapa? Senyum, donk" kata Fandi dengan memegang kedua pipi Devie.
semangat💪