5 anggota geng pembuli baru saja lulus SMP dan kini mereka berulah lagi di SMK!
Novel ini merupakan serial pertama dari "5th Avenue Brotherhood". 5th Avenue Brotherhood atau yang sering dikenal dengan FAB adalah geng motor yang terdiri dari 5 orang remaja dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Jesika. Seorang gadis yang merupakan anak kandung dari kepala sekolah dan adik dari pendiri FAB itu sendiri. Sayangnya, Jesika tidak suka berteman sehingga tidak ada yang mengetahui latar belakang gadis ini, sampai-sampai para member FAB menjadikannya target bulian di sekolah.
Gimana keseruan ceritanya? Silakan baca sampai bab terakhir 🙆🏻♀️ Yang setuju buat bikin sekuel atau lanjut vote di grup chat author ya 🙏 masih berlaku untuk hadiah saldo Dana untuk gift terbanyak bulanan. bisa gift lewat iklan juga ya 🥰 maksimal 10 iklan/hari = 100 dukungan. Hadiah akan diberikan pada dukungan terbanyak dalam setiap bulan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12 Balap Liar
Malam ini, tanpa sepengetahuan Rian, Jesika pergi dengan berjalan kaki. Entah ke mana. Hanya ingin melampiaskan rasa kesal dan sedih yang tak kunjung mereda. Langkah gadis itu sampai pada kerumunan orang ramai di tengah jalan raya.
"Jes!" panggil mereka satu persatu.
"Jes! Lama lo nggak ke sini. Ke mana aja? Diomelin abang lo lagi?"
"Abang lo tau lo ke sini, Jes?"
"Bahaya kalo lo nggak bilang, Jes. Bisa-bisa kita didatengin rombongan motor abang lo!"
Jesika memberikan uang satu lembar seratus ribu rupiah. "Gue main," ucapnya.
"Pake motor gue aja, Jes!"
"Motor gue!"
"Gue aja, Jes!"
Jesika berjalan memilih salah satu motor yang memang biasa digunakannya untuk balap liar. Tiba-tiba seorang pria yang sedang mabuk menabraknya dan menumpahkan minuman dari botol yang ia pegang ke baju Jesika.
"LO PUNYA MATA NGGAK?!" teriak pria itu.
"Siapa sih nih? Minum seteguk, mabuk sekampung. Sikat!" perintah Jesika dalam hitungan detik pria itu diangkut untuk menjauh.
Sorak hingar bingar bercampur lolongan knalpot dari beberapa motor memenuhi jalanan di malam ini. Jesika dibantu oleh beberapa temannya untuk mendorong motor trondol ke garis start.
Jesika melesat dengan kecepatan penuh.
Sementara itu di jalanan lainnya, terdapat Toleh yang sedang meluncur dengan gas full dan terpaksa menurunkan kecepatan akibat jalanan yang macet akibat balap liar.
Udah lama nggak ikutan beginian. Masih ada ternyata. (Batin Toleh).
Seketika itu ia mengingat kejadian saat-saat di mana Jenita menghampirinya yang sedang berdiri di garis start.
"Leh! Stop!" teriak Jenita di kala itu.
"Minggir bentar! Habis ini kita balik!" balas Toleh.
"Toleh! Stop! Gue nggak suka lo balap-balap kayak gini!"
"Ini terakhir!"
"Kemaren terakhir! Sekarang stop!"
"Plis! Ini terakhir!" ucap Toleh.
"Lo pilih balap atau gue?" tanya Jenita.
Toleh sangat membenci pertanyaan yang satu itu. Seolah-olah semua hidup Toleh hanya untuk memilih Jenita, sementara itu Toleh juga memiliki hobi dan kegemaran yang lain selain pacarnya.
Dengan sangat terpaksa Toleh membatalkan balapannya dan mengantarkan Jenita pulang dengan perasaan kesal dan ngebut di jalanan hingga kecelakaan yang merenggut nyawa Jenita itu pun terjadi.
"Jeeeeesiiikaaaaaa!!" teriak para penonton begitu satu motor mencapai garis finish. Membuat lamunan Toleh membuyar dan kembali sadar.
Seorang gadis mendadak berada di tengah kerumunan dan mendapat banyak pujian serta uang taruhan senilai lima ratus ribu rupiah.
"Jesika?" bisik Toleh begitu melihat wajah sang pemenang yang terbias lampu oranye jalanan. Toleh buru-buru menerobos keramaian demi memastikan bahwa itu Jesika.
"Jes!" panggilnya.
"Loh. Ngapain lo di sini?!" omel Jesika.
"Brooo!" sapa salah satu temen Jesika pada Toleh. "Lama vakum. Main ga?" tanyanya.
"Lo kenal?" tanya Jesika.
"Toleh. Pas lo lama nggak ke sini, dia yang gantiin slot lo, Jes."
Dering nyaring sirine polisi membuat semua orang kalang kabut untuk melarikan diri. Termasuk Jesika dan Toleh. Pria itu membawa alam bawah sadarnya untuk menarik tangan Jesika untuk duduk di boncengan dan pergi melaju menghindari polisi.
Di sepanjang jalan, Jesika memeluk erat Toleh sambil tersenyum. Menang balapan adalah hal yang terindah dan mampu mengurangi beban hidupnya. Namun, kini ada hal yang lebih baik. Memeluk atau dipeluk seseorang dengan aroma parfum khas milik Toleh adalah hal ternyaman.
Jesika menempelkan pipinya di punggung Toleh dan mempererat pelukannya sambil berbisik di dalam hati. "Beruntung banget sih lo, Jen? Dapet bokap gue, nyokap lo masih hidup, bisa pacaran sama Toleh, walaupun sekarang lo udah mati, bokap gue masih mikirin perasaan lo. Dan kenapa sialnya ada di gue semua?"
Toleh membawa Jesika ke markas FAB. Saat gadis itu sampai di sana, ia mendapati semua anggota FAB di hadapannya.
"Kok Jesika sama lo, Leh?" tanya Angga.
"Dikejar polisi balap liar," jawab Toleh singkat yang langsung berlalu masuk.
Jesika hendak mengikutinya dan langsung dicegat oleh member yang lain.
"Mau ke mana lo?"
"Eh! Bau apaan nih?" Zaki mengendus-endus aroma tidak sedap di sekeliling mereka dan berhenti pada tubuh Jesika. "Lo minum ya? Anjir, bau beer!"
Jesika mengingat bahwa pria mabuk itu meninggalkan air beer di bajunya. Ia mendadak berpura-pura mabuk.
"Dikit doang. Gue mau tiduran bentar, pusing banget kepala gue," ucap Jesika dengan gaya dan gelagat orang mabuk. Bahkan ia berusaha membesarkan matanya.
"Abang lo tau kalo lo minum?" tanya Haris.
"Shuuuttt!" Jesika berjalan dengan sempoyongan menghampiri pria itu. "Jangan sampe abang gue tau."
"Anjirlah! Gue cabut dulu, Ris. Gue nggak mau jadi saksi Jesika mabok. Bisa-bisa gue dibantai Bang Rian!"
"Gue juga!"
"Gue juga, mending gue balik!"
Jesika berhenti di hadapan Angga. Dengan sengaja pria itu membuatnya terjatuh di lantai.
"Aaahhhh! Aaarghhhhhhhhh!" teriak Jesika hendak menangis dan membuat Toleh ke luar.
"Ang! Aduuh!" omel Haris.
"Mumpung dia mabok, kita bacok!" ucap Angga.
"Habis itu lo dipotong-potong dari Bang Rian, mau lo?" tanya Haris.
"Udah lama banget gue mau mukulin nih cewek!" ucap Angga lagi.
"Udah, lo pukul gue aja! Kalo mukul dia, itu namanya nyari mati!" sambut Zaki.
"Gue cabut aja deh, duluan ya!" Wandra lebih dulu meninggalkan mereka semua.
Berangsur-angsur mereka semua pergi dan meninggalkan Toleh bersama Jesika yang sedang terduduk di lantai teras.
"Mau sampe kapan lo kayak gitu?" tanya Toleh.
Jesika hanya berdiam diri, selain ngantuk dan lelah, dia juga tidak ingin kepura-puraan itu disadari oleh Toleh.
Toleh menatapnya dan berpikir mungkin Jesika benar-benar mabuk, pasalnya selama di perjalanan ia menyandarkan kepalanya dengan pelukan yang amat erat.
Dengan kepercayaan penuh, Toleh menggendong Jesika untuk masuk ke markas. Tapi Jesika malah memeluknya.
Setelah membaringkan Jesika di sofa panjang, Toleh memaksa gadis itu untuk melepaskan pelukannya. Jesika malah mengubah posisi menjadi duduk dan memeluk kembali.
"Lo jangan jauh-jauh!" ucap Jesika.
"Gue laper!" balas Toleh.
"Gue takut." Jesika membenamkan wajahnya di dada Toleh.
"Takut abang lo tau kalo lo mabok?"
"Tadi gue ngeliat hantu di depan. Kayaknya itu mantan lo. Mungkin dia nggak suka ngeliat gue. Kalo lo ninggalin gue, pasti dia mau nyakitin gue." (Mantap Jes! Jago bet ekting lo! Musti dapet piala award sih ini)
Toleh menghela napas.
"Gue boleh tidur di sini? Gue nggak mau balik ke rumah," ucap Jesika.
"Kenapa lo nggak mau balik?"
Jesika tak memberikan jawaban.
Melihat respons Jesika yang hanya bergeming, Toleh membalas pelukannya sembari mengusap kepala gadis itu.
Hal itu kembali membuat Jesika merasa sedih. Air matanya kembali meleleh. Membenamkan wajah di dada Toleh lebih dalam agar tak diketahui tangisnya.
"Ada masalah?" tanya Toleh membuat Jesika terkejut dan terdengar suara tangisannya.
Jesika berusaha mengontrol diri dan melepaskan pelukannya. Ia menatap Toleh dengan wajah yang masih sedih. Bahkan air matanya masih mengalir. Menelusuri setiap sudut wajah Toleh dan kembali memeluknya.
Bokap gue! Lo! Nyokap tiri gue! Abang gue! Kehidupan gue! Gue benci semuanya!