Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 - Lebih Betah
Tiga hari Zean menghilang dari jangkauan keluarganya. Menikmati kehidupan tanpa luka dan beban bersama sang istri, sekaligus menunggu kaki istrinya sembuh. Tentu saja dalam hal ini Yudha yang direpotkan lantaran harus menjaga nama baik bosnya. Selain itu, dia juga menjadi sasaran Zia lantaran putranya tidak pulang-pulang.
Pagi-pagi sekali Zean bangun dan mencari keberadaan sang istri di halaman depan. Wajah baru bangun tidur dengan piyama sang istri yang dia gunakan sedikit kekecilan di tubuhnya. Hal ini membuat Syila susah payah menahan tawa.
"Bunganya banyak sekali, tanaman ibu ya?"
Tidak peduli dengan ekspresi sang istri, Zean justru bertanya hal semacam itu sebagai basa-basi di pagi hari. Pria itu masih mengantuk sebenarnya, tapi dia tidak betah jika berdiam diri tanpa kehadiran Syila di kamar.
"Iya ... semua ibu yang tanam, kalau aku yang tanam biasanya mati," jawab Syila sedikit dia panjangkan, hingga saat ini meski Zean sudah menjadi suaminya tetap saja ada kekhawatiran andai dia tidak sopan.
"Oh iya? Kenapa begitu?"
Sejak kapan pembahasan Syila jadi menarik perhatiannya. Dahulu, Zean bahkan malas mendengarkan keluhan Syila. Akan tetapi, saat ini semua berubah dan semudah itu Zean luluh tanpa dia sadari.
"Tidak ada bakatnya, kata Ayahku begitu."
"Cih payah memang, kamu harus belajar dariku." Selalu saja, kata payah tampaknya tetap melekat dalam diri Syila.
"Memangnya kamu bisa?" tanya Syila sama ragunya dengan kemampuan pria yang dijuluki sebagai manusia serba bisa itu.
"Bisa, semuanya bisa ... tanam benihku paling bisa," jawabnya sama sekali tidak terduga hingga Syila tersedak ludah.
Wajahnya terlihat biasa saja, tapi percayalah Syila dibuat berdesir mendengar jawaban Zean. Sungguh tidak sopan, Syila masih terdiam bahkan bunga yang kini dia siram mungkin tengah memohon agar Syila berhenti.
"Kirain serius." Syila mencebikkan bibir dan merasa sedikit kecewa dengan jawaban pria di sisinya ini.
Zean hanya tertawa sumbang, paham jika istrinya salah tingkah mendengar ucapannya. "Itu juga serius, Syila." Dia memang sama sekali tidak bercanda, tapi kalimat itu sedikit mengguncang gendang telinganya.
"Kamu tidak pulang-pulang, apa tidak masalah?"
Jujur saja, Syila bahagia dengan betahnya Zean di rumahnya. Ini adalah minggu terakhir Syila tinggal di rumah lamanya, beruntung saja bocor yang kemarin sempat diperbaiki, tentu saja bukan Zean yang melakukannya sendiri.
"Tidak, Yudha bisa mengatasinya ... ini pertama kali aku tidak pulang berhari-hari, takut Mama khawatir saja."
"Kamu betah di sini?"
"Betah, aku suka di sini ... banyak tetangga yang peduli ternyata, kupikir semua sama seperti Lastri."
Stigma Zean bahwa tetangga begitu meresahkan kini terpatahkan. Beberapa hari hidup di sini, mata Zean sedikit terbuka dan menyadari kepedulian orang-orang di sini begitu tinggi.
Kehadiran Zean tidak menjadi bahan pergunjingan meski mereka menikah secara diam-diam. Syila juga hanya sempat meminta izin pada ketua RT di sini demi menghindari fitnah yang tidak-tidak.
Bahkan tidak jarang dia mendapat pujian para tetangga. Bukan hanya ibu-ibu, tapi juga remaja yang beranjak dewasa. Lihat saja hari ini, mereka yang berdua di halaman rumah sudah mendapat banyak pujian dan sapaan dari tetangga yang kebetulan melewati rumahnya.
"Syila pinter cari suami, hasil dukun mana nih?"
Bagi syila pertanyaan itu sedikit menyebalkan, tapi bagi Zean itu adalah bukti betapa sempurna dirinya. Dia terkekeh dan berubah seakan ramah sekali. Sungguh, Syila ingin menyiram rambutnya yang acak-acakan itu agar berhenti sok ramah pada janda pemilik kost di sebelahnya.
"Tidak dipelet, Tante ... dia yang ngajak nikah duluan," ucap Syila membela diri, sebuah pertanyaan serius berbalut candaan dan Syila sebal mendengarnya.
Usai wanita itu berlalu, Zean masih menoleh dan hal itu membuat Syila geram. Apa mungkin Zean sama seperti pria lain? Tergiur melihat body bak gitar spanyol itu, pikir Syila.
"Lirik saja terus, Pak ... mau cari istri ketiga atau bagaimana?" Pertanyaan itu lolos tanpa Syila sadari, dia juga bingung kenapa menyalak-nyalak begini.
"Kamu kenapa?" tanya Zean tertawa sumbang kemudian, nada istrinya bertanya sedikit berbeda dan hal itu menggemaskan baginya.
"Istri ketiga buat apa? Kamu saja tidak habis-habis," jawab Zean mengacak rambut sang istri, aneh sekali caranya mengutarakan kecemburuan, pikir Zean.
.
.
Tidak ingin Yudha semakin tertekan, Zean memutuskan masuk kerja hari ini meski datang sedikit terlambat. Akan tetapi, untuk kali ini dia sendirian karena khawatir kaki istrinya masih sakit jika harus diajak kerja.
Baru saja tiba di kantor, Yudha menghalau Zean dan mengutarakan agar dia lebih baik pulang saja. Raut wajah Yudha mengkhawatirkan, tapi Zean enggan mengikuti kata-kata asisten pribadinya.
"Jangan halangi aku, biarkan aku masuk, Yudha," tutur Zean masih baik-baik dan dia menghela napas pelan demi menjaga emosinya.
"Jangan, Pak ... lebih baik Anda pulang saja, kesehatan Anda belum pulih total, 'kan?"
"Ck, aku sudah ke kantor artinya sehat, minggir." Mata Zean menatap tajam Yudha sebagai gertakan agar pria itu menjauh dari hadapannya.
Akan tetapi, Yudha masih berusaha keras karena dia khawatir jika sampai Zean masuk saat ini maka hal yang dia jaga mati-matian akan kacau.
"Minggir, Yudha!! Kau tidak mengerti bahasa manusia?" Kalimat legend yang melekat dalam diri keturunan Ibra akan kembali keluar jika mereka benar-benar marah.
Tanpa pikir panjang, Zean mendorong Yudha cukup kasar hingga pria itu terjatuh. Zean yang sudah terlanjur emosi masuk ke dalam ruangannya dengan langkah panjang.
"Aarrggh!! Kalian memang membuatmu sulit."
.
.
- To Be Continue -