Berangkat dari cinta manis di SMA, Daris dan Felicia duduk bersanding di pelaminan.
Perkawinan mereka hanya seumur jagung. Felicia merasa tertipu dengan status sosial Daris. Padahal Daris tidak pernah menipunya.
Dapatkah cinta mengalahkan kasta, sementara berbagai peristiwa menggiring mereka untuk menghapus jejak masa lalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon grandpa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pariban Dari Kota
Tiara sering melemparkan pertanyaan tricky untuk bullying, sehingga Daris memanggilnya dokter Tricky.
Tiara membuat dirinya merasa perkawinan dengan Felicia adalah sebuah kesalahan.
Tapi jatuh hati kepada Tiara juga sebuah kesalahan, ia mendukung dirinya jadian dengan perempuan lain.
"Aku tak habis pikir sampai sekarang," kata Tiara. "Kok ada cowok good looking susah move on? Sehebat apa sih perempuan yang bernama Felicia itu? Sampai-sampai kamu tidak sadar ada perempuan yang mencintaimu separuh hati."
"Kok separuh hati?" tanya Daris. "Separuh lagi buat siapa?"
"Separuh lagi buat membasuh luka kalau patah hati. Tapi cintanya layu sebelum mekar. Aku kira dirimu tidak sadar sampai sekarang kalau ada perempuan jatuh cinta kepadamu."
"Aku tidak pandai membaca hati perempuan, jadi tidak tahu kalau tidak diutarakan."
"Cinta itu tidak mesti diungkapkan melalui kata-kata."
"Kalau perempuan itu adalah Fiona, aku sudah tahu dari SMA kalau selebgram itu suka sama aku."
Kemudian cinta Fiona surut dan kering saat kehidupan Daris dilanda bencana, rencana perjodohan gagal total.
Tapi mereka berteman baik. Fiona tak pernah bercerita kepada Tiara tentang kebangkrutan keluarganya.
Mereka tiga bersahabat yang berjalan di atas kepalsuan hidup.
"Kalau sudah tahu dari SMA, berarti kamu kejam banget menggantung cintanya."
"Saat itu aku berharap perempuan itu bukan Fiona."
"Kamu bucin banget sama Felicia. Tapi ada hikmahnya juga. Gara-gara gagal move on kamu jadi berhenti clubbing dan party."
Tiara menjalani kehidupan berkelas dengan belajar piano dan menyaksikan orkestra.
Daris sering menonton konser berdua karena Fiona sibuk dengan podcast.
"Aku sering memikirkan dirimu," ujar Daris. "Dan bertanya-tanya."
"Bertanya-tanya soal apa?"
"Kapan kamu jadi jeleknya."
"Semut di dinding Puskesmas juga tahu aku cantik alami."
"Kok di Puskesmas ada semut?"
"Saking manisnya aku."
Tiara tersenyum sampai matahari terasa redup tertutup keindahannya. Daris tidak tahu, apa Tiara akan sehangat ini kalau tahu siapa dirinya sekarang?
Tukang soto mie dan menyandang status duda dalam waktu tiga hari!
Ada satu yang membuatnya yakin bahwa Tiara tak kecewa mengetahui kenyataan pahit itu. Ia tidak pernah bercerita tentang cinta seperti Fiona.
"Tadi mandor bilang pariban dari kota," kata Daris. "Calon suamimu pacar sebelum wisuda atau ada yang baru? Jangan jawab kalau menurutmu privasi."
"Sudah tahu privasi kok nanya?"
"Oh, jadi kau nikahnya diam-diam nanti? Tanpa orang lain tahu termasuk penghulu?"
"Kau tahu aku sulit mendapat pacar semasa kuliah. Nino minta aku jadi pacar pura-pura karena hendak dijodohkan oleh orang tuanya kalau sampai hari wisuda belum punya calon."
Tiara dan Fiona ketinggian menentukan standar fisik dan karakter sehingga sering habis kencan pertama gagal.
Mereka mengukur dengan dirinya.
"Bagaimana kabarnya Felicia? Cewek itu jadi ganjalan pintu hatimu untuk menerima Fiona."
Tiara begitu penasaran dengan kisah masa lalunya. Padahal Daris sudah menutup catatan itu dan enggan membacanya kembali.
Catatan itu sekarang sudah lenyap.
"Fiona pasti pernah cerita," kata Daris "Jadi aku tidak perlu cerita ulang. Kisah cintaku bukan buku yang ada cetak ulangnya."
"Aku hanya tahu namanya Felicia, puteri tunggal konglomerat, fotokopi Kim So Hyun."
"Terus apa lagi yang ingin kau tahu?"
"Cerita itu harus lengkap kayak aku, dari mukadimah sampai kesimpulan. Aku lagi dapet saja kamu tahu."
"Jelas tahu! Aku sering ngantar beli pembalut!"
Sebuah mobil SUV muncul di halaman dan berhenti di dekat beranda. Seorang pria berpakaian dinas turun dari dalam mobil.
"Ayahku pulang," kata Tiara.
Daris dan Rania berdiri siap-siap menyambut. Tiara memperkenalkan mereka saat ayahnya tiba di beranda.
"Daris Prasetya, teman kuliahku dulu. Ia mengantar adiknya, Rania Pratiwi untuk praktek di Puskesmas."
Mereka bersalaman. Kemudian Pak Kades duduk diikuti mereka.
"Magang atau apa?" tanya Pak Kades.
"Koas, Pak," jawab Rania.
"Koas itu bukan buat ngecat?"
"Itu kuas, Pak."
"Beda ya."
"Kok Abah pulang tidak bareng Ambu?" tanya Tiara. "Berangkatnya kan bareng?"
Pak Kades seolah baru sadar, ia menepuk jidatnya, "Ya ampun! Aku lupa mampir di kantor PKK!"
"Abah habis blusukan ke mana sampai lupa?"
"Aku pusing apa-apa mesti difoto! Begini kalau atasan baru melek teknologi! Manajemen desa tidak bisa dong disamakan dengan perkotaan? Kualitas SDM sangat variatif. Subyek, obyek, dan lingkungan juga berbeda!"
"Ya sudah, Abah apa aku yang jemput Ambu?"
"Abah lah! Apa kata Bu Camat kalau Abah meninggalkan ibu negara di kantor PKK?"
"Jadi ada kunjungan dari kecamatan?"
"Mereka itu minta bukti foto kegiatan posyandu! Memangnya foto bisa membuktikan kejujuran apa? Mentalitas yang penting! Camat sekarang kayaknya lulusan manajemen foto!"
Tiara tersenyum. Ayahnya paling alergi fotografi. Menurutnya foto adalah jendela rekayasa. Tidak ada jaminan bahwa foto adalah gambaran nyata apa yang terjadi!
Mandor mencegat Pak Kades yang melangkah terburu-buru ke mobil.
"Abah, saya mau laporan."
"Foto saja!"
"Singkong manggu yang diterima hari ini kualitasnya baik."
"Foto saja!"
"Pariban dari kota foto juga?"
Pak Kades tidak jadi membuka mobil. "Nah, kalau yang ini tanya langsung sama dokter Tiara! Pariban dari kota itu ganteng-ganteng, tapi tak ada yang nempel kayak stempel! Percuma kita sindir juga!"
"Tidak semua pariban dari kota play boy, begitu kan Abah?"
"Exactly! Oh ya, CEO play boy itu masih sering datang?"
"Pak Rendy sudah saya verboden. Masa backstreet sama suster Nina? Mendingan Pak Pras, katrok tapi setia."
"Atau siapa tuh? Aku lupa lagi namanya. Padahal si Rendy pernah cerita."
"Yang mana ya, Abah? Banyak soalnya pariban dari kota yang datang?"
"Berisik!" bentak Tiara bising.
"Bu dokter marah," kata Pak Kades. "Aku pergi dulu menjemput ibu negara."
"Laporannya bagaimana, Abah?"
"Foto saja! Singkong baru datang foto! Singkong sudah dibersihkan foto! Yang mau diangkut foto! Pokoknya foto!"
Abah masuk dan duduk di belakang setir. Kemudian mobil meninggalkan halaman.
Daris duduk merenung. Ia heran dengan hatinya. Ada perasaan sejuk mendengar pariban ternyata bercanda, ibarat padang tandus tersiram air pegunungan.
"Jadi Rendy dan Pras sering datang?" tanya Daris menutup rasa herannya. "Pariban dari kota?"
"Jangan ikut-ikutan deh! Semua teman kuliahku pernah mampir, kecuali kamu."
"Lalu cowok ganteng yang ada di depanmu ini rohnya?"
"Jin gentayangan!"
"Mampir dan datang itu beda. Yang benar yang mana?"
"Di kampung sebelah ada villa dan bungalow dengan view menarik. Mereka sering mampir sebelum long week end."
"Oh, jadi sambilan? Mau saja dianggap cewek sambilan."
Rania merasa tidak enak pada dokter Tiara, bercanda kakaknya kelewatan.
Ia memotong, "Mendingan kakak ambil barang-barang ku."
"Aku sampai lupa saking asyiknya ngobrol," ujar Daris seraya bangkit.
Kepergian kakaknya bukan membuat Rania nyaman. Ia mendapati dokter Tiara tengah memandangnya dengan sinar mata ingin tahu.
"Ada apa, dok?"
"Daris sudah married?"
Rania balik bertanya dengan hati-hati, "Kalau ... belum?"