NovelToon NovelToon
Haluan Nadir

Haluan Nadir

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Pengganti / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:12.4k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Jodoh adalah takdir dan ketetapan Tuhan yang tidak bisa diubah. Kita tidak tahu, siapa, di mana, dan kapan kita bertemu jodoh. Mungkin, bisa saja berjodoh dengan kematian.

Kisah yang Nadir ditemui. Hafsah Nafisah dinikahi oleh Rashdan, seorang ustaz muda yang kental akan agama Islam. Hafsah dijadikan sebagai istri kedua. Bukan cinta yang mendasari hubungan itu, tetapi sebuah mimpi yang sama-sama hadir di sepertiga malam mereka.

Menjadi istri kedua bertolak belakang dengan prinsipnya, membuat Hafsah terus berpikir untuk lepas dalam ikatan pernikahan itu karena tidak ingin menyakiti hatinya dan hati istri pertama suaminya itu. Ia tidak percaya dengan keadilan dalam berpoligami.

Mampukah Hafsah melepaskan dirinya dari hubungan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kamu Berubah

🍃🍃🍃

Hafsah merapikan kamar Halma sambil menemani Husein bermain mobil-mobilan di kamar itu. Rashdan yang baru berdiri di pintu kamar tersenyum melihat gadis itu yang berdiri memunggunginya, gadis itu tengah merapikan meja belajar di kamar itu. 

Pria itu berjalan memasuki kamar dengan setangkai bunga mawar yang disembunyikan di belakang badannya. Pundak kanan Hafsah ditepuk, membuat Hafsah menoleh ke kanan dan ketika hendak mengarahkan pandangan ke depan pipinya disambar ciuman oleh Rashdan dari sisi kiri yang membuat gadis itu membeku sesaat sampai akhirnya melirik perlahan ke kiri. 

“Kamu,” ucap Rashdan, kaget. 

Bukannya Hafsah, Rashdan mengira Hafsah yang tadi berdiri membelakangi ialah Halma karena pakai yang terpasang di tubuh gadis itu. 

“Maaf, aku kira Halma. Halma di mana?” tanya Rashdan sambil menggenggam erat tangkai bunga mawar yang masih disembunyikan di belakang badannya. 

“Mbak Halma keluar. Aku tidak tahu di peri ke mana,” balas Hafsah dengan perasaan berbeda, jantungnya berdetak cepat.

“Baiklah.” Bergegas Rashdan memutar badan membelakangi Hafsah sambil menyembunyikan bunga di tangannya. 

Pria itu tidak ingin Hafsah melihat bunga yang dibawa olehnya karena itu telah disiapkan khusus untuk Halma. Rashdan berjalan keluar dari kamar itu, meninggalkan Hafsah yang akhirnya duduk di bangku dengan dada yang sempat sesak akhirnya bisa bernapas lega.

“Jantungku rasanya mau copot. Ya ampun, mengapa aku bahagia?” Hafsah tersenyum. 

Hafsah menoleh ke kiri setelah mendengar tawa ringan Husein. Anak itu menertawakannya, juga melihat dan merekam kejadian di mana ayahnya itu mengecup pipi gadis itu. 

“Abah juga sering cium Umma begitu,” ucap Husein yang tidak tahu apa-apa.

Senyuman Hafsah perlahan memudar, baru disadari Hafsah setelah sadar dari hipnotis kecupan Rashdan tadi kalau suaminya itu salah mengira. Bukan dirinya, sebenarnya Rashdan mengira dirinya adalah Halma mengingat pakaian wanita itu terpasang di tubuhnya. 

“Jangan kepedean, Hafsah,” ucap gadis itu, di dalam hati. 

Hafsah bangkit dari bangku yang didudukinya. Husein digendong dan diajak keluar dari kamar karena merasa bersalah telah berada di kamar itu yang tidak seharusnya dimasuki olehnya. 

Hafsah terdiam setelah membuka pintu kamar karena melihat Rashdan duduk di sofa ruang tamu, duduk tertunduk sambil memegang setangkai bunga mawar. 

“Abah …!” panggil Husein. 

Rashdan menaikkan pandangan dan kembali menundukkan sambil mengusap cairan bening yang menetes di pipinya. Hafsah melihatnya dan sadar pria itu menangis karena dirinya. 

Husein turun dari gendong Hafsah, lalu berlari ke pangkuan sang ayah. Hafsah menghela napas dan berjalan masuk ke kamarnya dengan perasaan sedih, tidak senang melihat tangis pria itu itu yang membuatnya merasa bersalah. 

“Kalau dia tersiksa, mengapa juga harus menikahiku? Ini semua karena mimpi konyol itu. Mana ada mimpi yang bisa diambil nyata?” Oceh Hafsah sambil berjalan mendekati kasur, duduk di sana bersama wajah merasa bersalah. 

Ponsel Hafsah berdering. Gadis itu mengambil gawai yang ada di atas meja. Sambungan telepon itu berasal dari sang ibu yang memberitahukan tentang kondisi sang ayah, Hadid, yang tengah tidak sehat. 

“Ayah tidak sehat? Kalau begitu, aku kembali,” ucap Hafsah, tidak tenang. 

“Jangan dulu, Nak. Ibumu berlebihan, Ayah tidak separah itu,” balas Hadid yang baru mengambil ponsel.dari genggaman Rianti. “Bilang saja kamu yang merindukan putrimu itu,” ucap Hadid kepada Rianti. 

“Ayah …,” tegur Rianti.

Hadid mengedipkan mata, menyuruh istrinya itu diam, tidak berbicara lagi. Kebenarannya Hadid memang berada di kondisi yang tidak baik-baik saja, penyakit jantung pria itu kambuh. 

“Kabarmu bagaimana di sana?” Hadid mengalihkan topik pembicaraan agar mereka tidak terbenam dalam pembicaraan tadi. 

“Alhamdulillah baik, Yah.”

Ketika menjawab pertanyaan itu, air mata Hafsah menetes, tetapi suaranya berusaha dinormalkan agar mereka yang mendengarnya tidak tahu ia tengah bersedih hati saat ini. 

***

Suara petir bergemuruh keras di malam hari. Hafsah ketakutan setengah mati mendengarnya, gadis itu menarik selimut menutupi tubuhnya dengan bantal yang menutupi wajahnya. Kebetulan Rashdan tidak tidur di kamarnya, pria itu ada di kamar Halma, berdiri di depan jendela yang terbuka lebar memperhatikan cuaca di luar sambil berdzikir dalam kecemasan karena Halma belum kunjung kembali sejak pergi pagi tadi. Ponsel wanita itu juga tidak aktif, ketika masih aktif, sambungan telepon dari Rashdan juga tidak dijawab. Ingin pria itu menghubungi keluarga istrinya, tapi ia tidak ingin mereka khawatir jika Halma tidak berada di sana. 

Melihat sebuah mobil berhenti di halaman rumah, bergegas Rashdan keluar dari kamar menuju pintu rumah. Pria itu memperhatikan Halma keluar dari mobil itu, yang merupakan sebuah taksi online. 

“Terima kasih, Pak,” ucap Halma dan berjalan di bawah teduhan payung menuju teras. 

“Kamu ke mana saja?” Interogasi Rashdan dengan wajah tidak suka. 

“Habis bertemu dokter teman.”

“Seharian?”

“Iya. Sudahlah, aku lelah, Mas.” Halma memasuki rumah dengan sedikit mengabaikan Rashdan. 

“Aku belum selesai berbicara denganmu,” ucap Rashdan sambil memutar badan ke arah rumah.

Wanita itu berhenti melangkah di depan pintu kamarnya dan memutar badan ke belakang, mengarahkan pandangan kepada sang suami. Rashdan memasuki rumah dan menutup pintu, lalu menghampiri istrinya itu, berusaha berbicara dalam perasaan tenang. 

“Jujur. Kamu dari mana? Kenapa ponselmu mati dan sebelumnya tidak menjawab sambungan teleponku?” 

“Pertama, aku ke rumah sakit. Kedua, aku bertemu teman dan ketiga, aku menenangkan diri di panti asuhan Peluk Kasih.” 

“Lalu, kenapa tidak menjawab sambungan teleponku?”

“Ponselku mode diam dan kebetulan tadi baterainya habis. Sudah? Masih ada yang ingin kamu tanyakan?” Untuk pertama kalinya Halma berbicara judes kepada suaminya itu yang membuat Rashdan terperangah, tidak menyangka, wanita lembut yang pernah bersama dengannya selama hampir empat tahun itu bisa berbicara dengan tidak hormat padanya. 

“Kamu berubah,” ucap Rashdan dengan mata menyipit, menatap dalam wajah istrinya itu. 

“Terserah!” Halma membuka pintu kamar dan masuk. 

Rashdan ikut masuk, masih ingin berbicara dengan wanita itu. Tanpa mereka sadari, Hafsah menguping perdebatan mereka dari pintu yang sedikit dibuka oleh gadis itu. 

“Semua pasti karena aku,” kata Hafsah, dalam hati. 

Gadis itu merasa bersalah. Hafsah menutup pintu dan berjalan mendekati kasur dengan wajah murung. Setelah diam beberapa menit, tidak sengaja mata Hafsah mengarah ke lemari. Terbesit sesuatu di benaknya yang membuatnya bangun dari posisi itu dan menghampiri lemari, mengambil beberapa helai pakaian yang dibawa dari kediaman Rashdan dan dimasukkan ke dalam tas kecil. 

Kemudian, Hafsah duduk di bangku yang mengarah ke sebuah meja. Selembar kertas disobek dari sebuah buku dan beberapa kalimat dituliskan di sana menggunakan tinta hitam dari sebuah pulpen. Kertas tersebut tidak dilipat, hanya ditaruh di atas kasur. Setelah itu, secara diam-diam Hafsah keluar dari kamar itu bersama tas tadi dan tas pengangkut kartu identitas dan tempat ponselnya. 

1
Sofian
lama ya tor up nya
Sofian
lama ya baru up lagi,lagi penasaran jga🫢
Fitri Nur Hidayati
iya pak syahril. kalo mau pisah beneran ka nunggu debay nya lahir dulu.
Fitri Nur Hidayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
semangat ya thoor , cerita keren....💪
Hilda Hayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
hmmmm...ribet bet bet.,.🤦🤦🤦
Hilda Hayati
jangan lama2 min kelanjutannya keburu lupa alurnya
Hilda Hayati
keren ceritanya, islami, biin penasaran.
Hilda Hayati
kapan kelanjutannya min, penasaran gmana jadinya hub mereka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!