" Aku menyukaimu Ran. Aku sungguh-sungguh mencintaimu?"
" Pak, eling pak. Iih ngaco deh Pak Raga."
" Ran, aku serius."
Kieran Sahna Abinawa, ia tidak pernah menyangka akan mendapat ungkapan cinta dari seorang duda.
Duda itu adalah guru sejarah yang dulu mengajarnya di tingkat sekolah menengah atas. Araga Yusuf Satria, pria berusia 36 tahun itu belum lama menjadi duda. Dia diceraikan oleh istrinya karena katanya menderita IMPOTEN.
Jadi bagaiman Ran akan menanggapi perasaan pria yang merupakan mantan guru dan juga pernah menjadi kliennya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DDI 12: Selesai
Sidang perceraian diadakan 2 kali, dan 2 kali itu juga Raga tidak menampakkan dirinya. Ia memang sudah melakukan kesepakatan dengan Ran bahwa tidak akan menghadiri sidang sama sekali. Dimana hal terebut benar-benar Raga lakukan. Agaknya ia sungguh konsisten dengan kata-katanya.
Keputusan bercerai pun dikeluarkan oleh hakim dan pengadilan negeri agama setempat. Ketidakhadiran Raga mempercepat prosesnya, dan Raga tahu akan hal tersebut. Maka dari itu dia memilih untuk absen.
Namun ada hal yang membuat Ran merasa aneh bahwa wanita itu sama sekali tidak meributkan soal ganti rugi yang 500 juta dan mobil yang waktu itu diajukan saat mediasi. Padahal Ran sudah bersiap jika Rena kukuh memintanya. Akan tetapi semuanya tidak seperti yang Ran pikirkan, dan siapa sangka semua berakhir dengan cepat dan mudah. Rena juga terlihat tidak ada ambisi di wajahnya. Dia jua tidak mengajukan banding. Biasanya jika tidak sesuai dengan kemauan, maka seorang tergugat atau penggugat bisa mengajukan untuk banding.
" Kenapa Bu Ran, apa ada yang menganggu pikiran Ibu? Bukannya sidangnya berjalan lancar ya?" tanya Alif, saat ini mereka sedang berada di dalam mobil menuju kembali ke kantor. Alif bertanya seperti itu karena melihat ekspresi wajah Ran.
" He'em sih emang lancar, tapi Lif aku ngrasa ada yang ganjel gitu lho. Kamu tahu kan gimana wanita itu menggebu-nggebu meminta uang ganti rugi, tapi tiba-tiba kok mlempem and nerima gitu aja." Ran berkata pajang lebar.
Sebenarnya Alif juga merasa sedikit aneh, tapi tentu dia tidak punya keberanian untuk menerka-nerka. Baginya sidang berjalan denan lancar saja sudah sangat baik.
Mobil berhenti tepat di depan kantor, Ran masuk lebih dulu dan Alif berjalan belakangan. Ran langsung masuk ke dalam ruangannya tanpa bicara apapun. Ha tersebut membuat Doni dan Prita saling pandang.
" Lif, Bu Bos kenapa? Sidangnya nggak lancar kah? Apa si penggugat minta banding?" tanya Doni. Ia bertanya demikian karena melihat wajah Ran yang kusut.
" Iya Lif, kenapa tuh Bu Bos," timpal Prita.
" Lancar kok Pak Doni, Bu Prita. Langsung putusan cerai. Lancar jaya malah," jawab Alif dengan sangat meyakinkan karena memang seperti itu lah keadaannya.
Alif pun pamit undur diri untuk menyelesaikan laporan dan membuat arsip untuk sidang kali ini. Sedangkan Doni dan Prita yang masih penasaran dengan apa yang terjadi langsung menemui Ran di ruangannya. Keduanya duduk di kursi sambil menunggu Ran bercerita. tanpa mereka bertanya pun Ran sudah tahu arti kedua temannya itu mendatangi ruangannya.
" Semua lancar kok guys," ucap Ran sambil melihat Doni dan Prita bergantian.
"Trus nape muka Lo suntuk gitu?" sahut Prita cepat.
" Entahlah, gue ngrasa nggak puas aja. Kayak ada yang ngeganjel, tapi gue nggak ngerti itu apa."
" Ran, Lo nggak lupa kan tujuan Lo buat klien? Mewujudkan apa yang mereka mau. Nah itu kan sudah tercapai, soal urusan kepuasan kita itu nomor sekian. Yang penting kemauan klien sudah terpenuhi. Gue tahu Lo itu perfeksionis tapi jika permintaan klien emang udah sesuai, ya udah ngga masalah. Udah nggak usah dipikirin. Masih ada tugas Lo satu lagi, yani mengabarkan hasil keputusan sidang, udah belum?"
Ucapan Prita yang panjang lebar masuk ke dalam otak dan hati Ran. Dan semua yang dikatakan oleh Prita itu benar adanya. Dia melakukan pekerjaan jasa ini adalah bagaimana klien merasa puas dan mewujudkan keinginan dari si klien. Klien di sini adalah Raga, keinginan Raga untuk bercerai tanpa huru-hara ternyata benar-benar terwujud, jadi dia sudah berhasil untuk melakukan hal tersebut.
Ran tersenyum kepada kedua temannya, ia berterimakasih atas support dari Doni dan Prita. Kedua temannya itu selalu tahu bagaimana suasana hatinya hanya dengan melihat wajah. Mungkin ini adalah efek karena sudah berteman dan bekerja sama selama bertahun-tahun. Mereka saling mengerti satu sama lain.
Ran mengambil ponselnya lalu menghubungi Raga, ia meminta bertemu malam ini. Awalnya Ran ingin menyampaikan putusan sidang besok, tapi sepertinya lebih cepat lebih baik agar Raga merasa lega.
Berbanding terbaik dengan Ran yang merasa lega dengan hasil putusan sidang, di tempat yang berbeda Rena tengah memendam rasa kesalnya. Bahkan ingin sekali wanita itu berteriak, tapi dia tidak bisa melakukannya. Saat ini dia sedang duduk bersama kedua orang tuanya. Ibunya tampak sangat kesal dan marah karena Rena gagal mendapatkan 500 juta yang awalnya ia sangat percaya diri bahwa ia akan mendapatkannya.
" Kamu kok bodoh banget sih, katanya bakalan dapetin 500 juta itu. Tapi mana, ngomong doang kamu Ren? Padahal Ibu dah bayangin liburan sambil nambah modal buat usaha. Bukannya kamu mau nyebarin soal dia yang impoten itu!"
Rena hanya diam melihat omelan sang ibu yang panjang lebar. Ia tidak bisa menjawab bahwa semua itu adalah karena ancaman Raga yanga kan menyebarkan foto-foto tidak senonoh miliknya. Jadi ia membiarkan ibunya untuk mengomel sesuka hati.
" Huh, malah diem aja. Emang nggak bisa dipercaya omongan mu itu Ren," imbuh sanga ibu.
" Bu udahlah, aku capek. Lagian semuanya udah kelar ini. Nggak usah ngarep dapat uang itu. Udah aku mau ke kamar capek."
Rena bangkit dari duduknya dan melenggang pergi meninggalkan sang ibu yang terlihat masih sangat kesal. Sesampainya dikamar Rena melemparkan tubuhnya ke ranjang. Ia berteriak sambil menutup wajahnya dengan bantal agar suaranya tidak terdengar darai luar.
" Arghhh brengsek, semua ngga kayak yang gue harepin. Brengsek brengsek brengsek! Raga bangsat, bisa-bisanya dia lebih cerdik. Gue ngga nyangka dia bisa nutup mulut gue bahkan sebelum gue bertindak lebih jauh. Sial, sekarang gue ngga dapet apa-apa. Haah, cuma tinggal mas kawin dan seserahan yang dia kasih ke gue waktu itu. Aah sia, bener-bener sial."
Rena sungguh tidak bisa melakukan apapun. Sidang putusan cerai sudah turun, kini dia sah berstatus sebagai janda. Kini dia dan Raga bukan lagi suami istri. Padahal awalnya dia kukuh sekali minta cerai dan paling bersemangat. Tapi setelah hakim ketok palu, dia sama sekali tidak merasa lega. Dia juga tidak merasa senang akan hal itu. Ini aneh bukan? Ya, seperti itulah memang yang Rena rasakan. Bahkan bisa dibilang ada sebuah penyesalan dalam dirinya bercerai dengan Raga.
"Sebenarnya ada apa? kok gue ngrasa gini ya. Bukannya seneng tapi ngrasa ada yang hilang. Gue butuh Jerez buat ngilangin gundah yang gue rasain."
TBC