Menjadi ibu baru tidak lah mudah, kehamilan Yeni tidak ada masalah. Tetapi selamma kehamilan, dia terus mengalami tekanan fisik dan tekanan mental yang di sebabkan oleh mertua nya. Suami nya Ridwan selalu menuruti semua perkataan ibunya. Dia selalu mengagungkan ibunya. Dari awal sampai melahirkan dia seperti tak perduli akan istrinya. Dia selalu meminta Yeni agar bisa memahami ibunya. Yeni menuruti kemauan suaminya itu namun suatu masalah terjadi sehingga Yeni tak bisa lagi mentolerir semua campur tangan gan mertuanya.
Bagaimana akhir cerita ini? Apa yang akan yeni lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tina Mehna 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33. CTMDKK
Selesai itu, aku lanjut berjualan dengan ibu yang membantuku.
Sore hari nya,
“Yeni…” Panggil Bu Eem.
“Iya bu? Ada apa? Ada pesanan lagi?” Ucap ku bercanda. Aku pun keluar rumah dan melihat Bu Eem di depan pagar.
“Iya kok kamu tau sih? Ini ada pesanan cukup banyak Yen. Tapi kali ini bukan box ya, kali ini pesanan bentuk tumpeng. Bukan tumpeng nasi tapi tumpeng isi nya kue. Kamu bisa enggak? Ini yang pesan saudara saya. Nah anaknya kan juragan sayur, buah yang mau saya kenalin sama kamu dulu, cuma enggak jadi. Nah keponakan saya itu mau adain syukuran sama semua pekerjaan nya. Nah dia mau pesan kue tumpeng. Ada semua jajanan tradisional di tumpeng itu. ini list nya. Dia mau tumpeng nya tinggi semester Yen. Gimana tuh?”
Aku melongo mendengar itu. “Em, itu bagus sekali bu. Yeni sih mau aja bu bikinkan kue nya, tapi bagaimana ya membentuk tumpeng nya itu. Di tempel atau bagaimana ya?”
“Oh iya , ini katanya kerangka tumpeng nya sih dari dia Yen. Nah kerangka tumpeng nya itu di tutup daun pisang Yen. Besok dia ke sini kok antar kerangka bentuk kerucut nya, nanti kue-kue nya di Staples aja. Nanti saya bantu deh.”
“Oh gitu ya bu. Baiklah bu. Yeni siap buat kue nya. Untuk kapan ya bu?”
“Buat hari Rabu besok Yen.”
“Oh gitu, berarti 3 harian lagi ya bu. Baiklah.”
“Oke lah kalau gitu. Besok saya kenalkan juga sama ponakan saya Yen. Dia antar kerangka tumpeng itu sama sekalian DP dulu katanya.”
“Oh iya bu. Oke, oke.” Jawabku.
“ya udah deh. Sampai besok ya Yen. Hmm, bau nya enak banget deh. Besok saya beli lagi kue nya, bye yen.”
“Iya bu,”
(Keesokan harinya)
Sedang aku melayani para pembeli kue, lewat mobil bak terbuka melewati kami dan berhenti di depan rumah Bu Eem. Aku melihat di belakang mobil itu membawa bamboo berbentuk kerucut. Aku menduga bahwa itu pasti kerangka tumpeng yang bu Eem bilang kemarin. Setelah itu, aku pun melayani para pembeli kembali.
Beberapa saat setelah pembeli sudah jarang, Bu Eem memanggilku.
“Yeni.. Yen..” Aku menoleh di saat yang sama.
“Iya bu..?”
“Ini.. kenalkan. Ponakan saya yang mau pesan kue tumpeng nya.” Tampak seorang laki-laki tampan yang nampaknya lebih muda dariku tersenyum padaku. Laki-laki itu sangat familiar.
“Selamat Pagi mba Yeni. Apa anda masih ingat saya?” Ucap nya.
“Astaga, Mas Ardi?” Jawabku mengingat laki-laki yang menolong ku dulu.
Dia mengangguk, “Senang bertemu anda kembali mba.” DIa tersenyum dan menatapku.
“Eh, kalian sudah kenal? Kenal dimana?” Ucap Bu Eem membuyarkan tatapan kami.
“Em, di supermarket bu.”
“Oh gitu, Aduh duh, Ini mah bukan kebetulan kalian ketemu ulangi nih. Ini mah takdir.”
Aku hanya tersenyum dan menggeleng mendengar bu Eem berkata seperti itu.
“Ternyata rumah anda di sini mba?” Ucap nya lagi.
“Iya disini,”
“Aduh, jadi canggung nih sya di sini.”
“Eh engga bu.”
“Hmm, Begini saja Yen, Saya serahkan semua nya sama kamu ya. Kalian ngobrol lah situ.”
“Iya bu. Terimakasih ya bu.”
“Oke,” Bu Eem pun pergi meninggalkan kami berdua.
“Mba, Ini saya ke sini antar DP juga buat kue nya. Kue buatan anda sangat lezat.”
“Eh iya, terimakasih. Ini saya terima ya, terima kasih banyak karena telah percaya sama saya buat bikin kue nya.”
“Iya sama-sama mba. Em, oh iya boleh minta nomer anda? Saya mau transfer kekurangan nya nanti.”
“Oh iya boleh. Di mana ya? Sebentar.” Aku mencari kertas dan pulpen yang aku pakai di sekitarku.
“Ini. Em, nomer anda ketik saja di sini mba.” Dia menyerahkan ponselnya padaku.
“Oh iya,” Aku pun mengetik nomer ku di ponselnya.
Entah kenapa aku sedikit grogi dan tak fokus kali ini.
“Ini,” Ucapku menyerahkan ponselnya lagi.
“Oke. Nanti saya hubungi ya mba. Em oh ya, itu tumpengan nya mau di letakan di mana ya?”
“Besar sekali, tapi jujur saja kalau di tempatkan di rumah ku, pasti agak sempit.”
“Em, ya sudah. Saya letakan di rumah tante saya saja ya? Gimana mba?”
“Kalau di perbolehkan mas eh Ardi.”
“Iya sudah, saya ijin dulu ke tante saya ya mba, sebentar.”
“Oh iya iya.”
Baru dia berbalik, Bu Eem keluar dan berkata, “ Ya, taruh saja di sini dulu. Tidak apa-apa, nanti kalau Yeni sudah selesai buat kue nya, Kamu ke sini lagi ya buat ambil.”
“Iya tante. Pasti ku ambil kok”
“Ya gitu dong. Kamu itu harus sering-sering datang kesini. Cobain itu kue nya Yeni lagi. Beli sendiri, tante juga di belikan dong.”
“Ooh karena itu, baiklah. Em, mba saya borong kue nya ya.”
“Eh, borong? Ini serius?”
“Iya mba, orang rumah itu dan keluarga ku di rumah suka sekali dengan kue buatan mba yeni.”
“Eh, benarkah? Kapan cobain kue saya?” Ucap ku agak heran.
“Yeni, kemarin saya borong itu kan separo buat dia dan ibu nya. Eh malah ketagihan.” Sahut Bu Eem.
“Oh begitu,”
“Iya mba, Mama sangat memuji kue mba.”
“Ah, terimakasih banyak.” Jawabku yang sedikit malu.
“Ya sudah mba, tolong bungkus kan ya semua nya.”
“Oh iya iya, Sebentar ya.” Aku pun membungkus semua sisa kue yang ada di wadah.
Sesudah membayar nya, dia langsung memberinya pada Bu Eem lebih dulu dan menurunkan tumpengan besar itu ke dalam halaman rumah bu Eem.
“Nanti saya hubungi ya mba, hitung saja nanti berapa kekurangan nya. Nanti saya transfer.”
“Oh iya iya,”
“Ya sudah, saya pamit ya mba, terimakasih sudah mau ambil pesanan saya.”
“Eh, saya yang harus nya terimakasih karena sudah pesan ke saya.”
“Aduh, sama-sama terima kasih ah sudah. Ini di tante sudah ambil kue buat tante tadi. Terima kasih ya. Salam buat ibu di rumah.”
“Iya tan, aku pamit ya tan, mba. Permisi. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.” Jawab kami berdua.
Ardi pun mengendarai mobil nya menjauh dari posisi kami.
“Itu loh Yen ponakan saya. Ganteng kan?” Ucap Bu Eem tiba-tiba.
“Eh, iya bu. Iya.” Jawabku bingung harus menjawab apa.
“Masih lajang loh Yen.” Lanjut bu Eem lagi.
“Oh gitu ya bu.”
“Dia pekerja keras sekali loh Yen.” Lanjut nya lagi.
“Bagus sekali bu, dia masih muda, memang harus begitu. Em, maaf ya bu Eem. Yeni mau beres-beres masukin wadah kue nya sama sekalian mau lanjut masak. Hehe.”
“Ya sudah, kamu yang semangat ya Yen. Besok selasa saya bantu. Nanti di chat kok sama ponakan saya.”
“Iya bu. Ya sudah, Yeni duluan dulu ya bu.”
Aku pun kembali membereskan wadah kue yang ada di meja lalu tak lupa membersihkan meja nya juga. Barulah aku masuk dan lanjut untuk memasak.
Bersambung..
Terus semangat berkarya
Jangan lupa mampir ya 💜