Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Tiga kali menjalin asmara, tiga kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Yang Sial
Begitu mendengar suara teriakan, Erik segera menaruh cincin pada tempatnya semula dan menggenggam erat kalung yang dia gunakan.
"Tuan besar?" begitu berbalik badan, mata Erik membulat kala melihat pimpinan tempat dia bekerja sudah ada di sana di depan pintu ruangan yang ada dalam ruangan tersebut.
"Maaf, Tuan, saya sedang membersihkan ruangan ini," jawab Erik terbata dengan wajah seketika memucat.
"Apa yang kamu sembunyikan di tanganmu?" Pria berusia sekitar 42 tahun itu menatap Erik penuh selidik. Tatapannya begitu mengintimidasi sampai Erik merasa ketakutan.
"Bukan apa-apa, Tuan, ini hanya barang pribadi saya," balas Erik tanpa berani menatap atasannya yang berjalan ke arahnya.
"Apa kamu pikir saya akan percaya? Tunjukan, apa yang kamu sembunyikan!" suara pria itu semakin menggelegar.
Erik pun tidak memiliki pilihan lain. Perlahan, tangan yang dia sembunyikan di belakang Erik, bergerak, lalu terbuka.
Mata pemiik perusahaan itu seketika melebar dan wajahnya terlihat semakin murka.
"Dasar lancang!" bentak pria itu. Dengan cepat dia mengambil alih kalung dengan tangan kiri, dan tangan kanannya langsung bergerak dengan cepat, menampar pipi Erik.
"Pencuri kamu!"
Plak!
Mata Erik membulat. "Saya bukan ..."
Plak!
"Itu milik..."
Dak!
"Akh...! Erik terpental ke kebelakang, membentur meja dan terhuyung ke kiri. Kali ini dia bukan mendapat tamparan, tapi sebuah tendangan.
"Mau alasan apa kamu hah! Berani-beraninya mencuri di kantorku!"
Dak!
"Akh!
Sang pemilik perusahaan begitu murka sampai kembali melayangkan tendangan pada perut Erik.
"Tuan, saya tidak ...."
"Keluar kamu dari sini, cepat! Detik ini juga, kamu saya pecat!"
Erik terperangah. Dia tidak menyangka akan dipecat secepat ini. Erik pun berusaha bangkit.
"Cepat pergi!"
"Baik, Tuan," jawab Erik gugup. "Tapi ..."
"Pergi sekarang!"
Erik langsung berjalan cepat dengan menahan sakit di perutnya.
"Padahal, itu cincin milik ibuku, bagaimana ini? Kakek pasti marah besar," gumam Erik panik.
Dia ingin kembali masuk, tapi Erik sadar, pemimpin perusahaan itu pasti masih sangat emosi. Dia pun memutuskan pergi sembari berpikir keras untuk mengambil kembali barang kesayangannya.
Sementara di dalam ruangan, sang presdir, segera menghubungi bawahannya yang menangani bagian kebersihan untuk segera mengusir petugas yang membersihkan ruang kantornya.
"Bagaimana bisa dia menggunakan cincin ini untuk kalungnya? Kurang ajar!" Gumam sang presdir, sembari melepas paksa cincin itu lalu membuang kalung ke tempat sampah.
"Loh, ini?" Sang presdir terpengarah. Di saat dia hendak meletakkan cincin pada tempatnya, ternyata dalam tempat tersebut ada cincin yang sama persis dengan cincin yang dia pegang.
"Bagaimana ini bisa sama persis?" Sang presdir langsung meneliti cincin yang dia pegang, dan betapa kagetnya dia kala matanya menangkap sebuah nama yang terukir pada cincin tersebut.
"Castilo?" Sang presdir semakin kaget. "Jangan-jangan dia ..." sang presdir terpaku, teringat dengan apa yang baru saja dia lakukan.
Sementara Erik melangkah dengan gontai. Dia berjalan dengan pikiran yang cukup kacau.
"Jadi, kamu OB di kantor ini?"
Sebuah suara yang cukup jelas, sontak membuat langkah Erik terhenti. Dia menoleh ke arah kiri dan keningnya berkerut kala matanya menangkap sosok pria mendekat kepadanya.
"Masih ingat aku kan?" Pria itu kembali bersuara. "Kalau nggak ingat, baiklah, akan aku ingatkan," pria itu tersenyum seperti meremehkan.
"Setidaknya, setelah melihat pekerjaan kamu, aku rasa, Niken memilih keputusan yang tepat."
Begitu nama Niken disebut, mata Erik langsung sedikit melebar. "Kamu..."
"Ya, pria yang semalam bersama Niken," ucap pria itu dengan senyum meremehkan. "Aku Aldi, manager bagian produksi pakaian wanita."
"Oh," jawab Erik singkat.
"Aku nggak nyangka aja sih kalau Niken bisa memiliki pacar seorang OB. Untungnya dia cepat sadar."
"Yayaya, terserah apa kata kamu deh. Aku pergi dulu," ucap Erik berusaha cuek.
"Oke, silahkan!" balas Aldi. "Tapi kalau boleh aku kasih saran, lebih baik kamu pacaran sama cewek yang selevel dengan kamu, mengerti?"
Erik hanya menyeringai. Dia segera pergi meski perasannya begitu geram. Erik terus melangkah, hingga sebuah suara kembali membuat langkahnya berhenti.
"Erik!"
Mau tidak mau, Erik menoleh ke arah sumber suara.
"Apa yang sudah kamu lakukan di ruang presdir?" tanya pria yang menjadi atasan Erik.
"Saya tidak melakukan apa-apa, Tuan," jawab Erik sedikit berbohong.
"Kalau tidak melakukan apa-apa. Kenapa dia memecat kamu!" bentak pria tersebut.
"Sumpah, Tuan, cuma terjadi kesalah pahaman sedikit," jawab Erik jujur.
"Apapun alasan kamu, tapi Tuan besar sudah memecat kamu. Kamu tahu kan, apa yang akan kamu tanggung jika keluar dari perusahaan ini karena sebuah pemecatan?" ucap sang manager tegas. Erik pun hanya mengangguk.
"Ya sudah, kemasi barang-barang kamu, lalu menghadap saya," setelah mengatakan hal itu, pria tersebut langsung kembali ke ruangannya.
Erik menghembuskan nafasnya secara perlahan. Langkah kakinya semakin gontai tatkala dia teringat ucapan dari atasannya.
Jika ada seseorang keluar dari Paragon Grup karena sebuah kasus, sudah pastikan orang itu akan kesulitan mendapat pekerjaan pada perusahaan lain.
Meskipun posisinya hanya sebagai petugas kebersihan. Keluar dari Paragon grup karena sebuah kesalahan, akan tetap mengalami kesulitan yang sama.
Begitu langkah kaki Erik sampai di ruangan khusus pegawai kebersihan, Erik dibuat terkejut dengan apa yang terjadi di sana.
"Nah, itu dia, pencurinya datang!" salah satu rekan kerja Erik yang sangat membenci Erik tiba-tiba mengeluarkan tuduhan yang membuat Erik tercengang.
Jojo yang sedari tadi menunggu kedatangan sahabatnya langsung mendekat. "Rik, kamu beneran mencuri jam tangan milik pegawai?"
"Apa? Mencuri?" Erik pun semakin terkejut.
Namun, belum sempat Jojo menjawab pertanyaan, salah satu rekan kerja Erik langsung melayangkan pukulan pada wajah Erik.
"Dasar pencuri sialan!"
Bugh!"
"Akh ...."
"Rasakan ini, dasar maling!" bentak orang yang sama.
"Hajar aja, Bos. Bikin buruk perusahaan aja!" rekan dari itu memprovokasi.
Tiga orang yang membenci Erik langsung mengeroyok Erik bahkan sampai Erik terjerembab.
"Berhenti, woy! Jangan main hakim sendiri!" Jojo langsung mencoba melindungi temannya.
"Minggir, kamu!"
"Hajar aja sekalian, Bos!"
Tiga orang itu melanjutkan aksinya dengan beringas.
"Hentikan!"
Tiba-tiba terdengar suara menggelegar di ruangan tersebut, membuat semua orang yang ada di sana, menoleh ke sumber suara.
"Tuan Alex!" Semua orang nampak kaget. Salah satu orang berpengaruh dalam perusahaan itu berada di sana, menatap tajam semua orang.
"Ada apa ini? Kenapa ada keributan di sini!" Alex nampak begitu murka.
Salah seorang karyawan melangkah maju. "Maaf, Tuan, tadi saya kehilangan jam mahal diruangan saya. Setelah saya cari, jam tangan saya ada dalam loker OB itu, Tuan."
"Benar, Tuan, saya saksinya. Saya yang membuka paksa, loker milik pencuri itu," salah satu pria yang memukuli Erik, langsung menyahuti.
Alex langsung menatap sejenak dua orang yang meringkuk kesakitan.
"Baiklah, nanti biar tim keamanan yang mengusut kasus ini," ucap Alex. "Sekarang, mana OB yang tadi bertugas membersihkan ruangan presdir?"
"Dia, Tuan, pencuri itu!"
"Apa!"