Dokter Cantik Tuan Psikopat

...༻⌘༺...

Seorang lelaki dengan mantel panjang cokelat serta dilengkapi topi fedora, sedang duduk sambil memegang dagu. Ia memerhatikan temannya menerangkan sesuatu. Mata hazelnya menatap serius kertas yang dicoret-coret sang teman.

"Siklus! Pembunuhan terjadi di sekitar waktu yang sama. Aku rasa pembunuhnya orang yang sama. Tapi kenapa polisi belum juga menemukan pelakunya. Aneh sekali," ucap lelaki tersebut.

"Jadi bagaimana? Apa kita akan melakukan sesuatu?" tanya sang teman.

"Harus. Sebelum pembunuh itu memakan korban lagi," jawab lelaki itu.

Tak lama kemudian, sepasang suami istri datang. Lonceng di atas pintu seketika berbunyi saat dibuka. Sepasang suami istri itu tidak lain adalah Ben dan Bella.

"Permisi, apa ini kantor Detektif Cody Mackinley?" tanya Bella.

Lelaki dengan topi fedora yang kebetulan duduk membelakangi pintu, segera berdiri. "Ya, benar. Itu aku sendiri. Ada keperluan apa kalian ke sini?..." ujarnya yang semakin memelan hingga akhir.

"Sial! Kenapa mereka ada di sini?" gumam Cody pelan seraya memalingkan wajah ke samping. Ia ternyata mengenali Ben dan Bella.

"Sekarang aku ingat, Sayang!" seru Ben. Jari telunjuknya mengarah pada Cody. "Kau orang yang dulu selalu mengejar Athena kan? Tapi selalu ditolak," timpalnya.

"Iya, Sayang. Aku baru ingat. Dia yang sok-sokan kehujanan menunggu Athena di depan rumah, padahal saat itu kita semua sedang pergi berlibur," sahut Bella.

Mata Cody gelagapan. Dia merasakan malu setengah mati. Sungguh, tidak ada hal yang memalukan selain momen di masa mudanya. Jika memikirkan itu, Cody rasanya ingin menyembunyikan wajahnya ke dalam tempurung.

Teman Cody yang ada di sana ingin tertawa tapi ditahan mati-matian karena Cody memelototinya.

"Sebaiknya kita langsung saja ke intinya. Jadi apa maksud kedatangan kalian ke sini?" Cody sengaja merubah topik pembicaraan.

"Ah, benar! Ini tentang Athena. Dia sudah menghilang selama seminggu!" ungkap Ben.

"Apa?! Athena hilang? Bagaimana ceritanya?" Cody sontak kaget. Terlebih sosok Athena merupakan cinta pertamanya. Jadi bisa dibilang gadis itu masih selalu menarik perhatiannya.

Bella segera menceritakan rentetan kejadian menghilangnya Athena. Dia juga tak lupa memberitahu mengenai kinerja polisi yang lambat.

"Sejak kapan Athena menghilang?" tanya Kevin, rekannya Cody. Bisa dibilang dia adalah asisten saat Cody melakukan pekerjaannya.

"Apa kau bodoh? Jelas-jelas di awal mereka bilang Athena sudah seminggu menghilang," tegur Cody. Ia lagi-lagi merasa malu dengan pertanyaan rekannya yang tak bermutu.

"Kau benar. Aku tidak ingat," tanggap Kevin seraya menggaruk kepala.

Bella dan Ben tersenyum kecut. Keduanya jadi tidak yakin dengan kinerja Cody.

"Beritahu aku, kapan kalian menghubungi Athena? Pokoknya hal-hal detail segala hal tentangnya," pinta Cody.

"Kau meminta hal itu bukan karena keinginan pribadi kan?" timpal Ben.

"Sayang!" Bella lekas-lekas menegur. Sebab dia tak mau menganggap Cody masih menyukai putrinya. Apalagi itu sudah terjadi beberapa tahun yang lalu.

"Tentu saja tidak, Tuan Mayers. Tapi kalau kau tidak bisa, maka aku kesulitan melakukan penyelidikan," jelas Cody.

Bella lantas memberitahukan segala hal yang perlu dikatakan tentang Athena. Terutama sesuatu yang berkaitan dengan menghilangnya gadis tersebut. Selanjutnya, dia dan Ben pulang.

Kini Ben dan Bella berada di dalam mobil. Keduanya membicarakan tentang Cody.

"Aku merasa tidak yakin dengan kinerja Cody. Dia terkesan ceroboh. Bukankah begitu?" ujar Ben.

"Ya, melihatnya begitu aku jadi ragu. Tapi mungkin saja dia mampu berusaha keras mencari Athena. Setidaknya kita bisa berharap padanya dari pada polisi," sahut Bella. Dia dan Ben segera beranjak pergi.

Di waktu yang sama, Cody sedang sibuk mengamati catatannya mengenai segala hal tentang Athena. "Jadi dia tidak punya pacar," gumamnya.

Mendengar hal itu, Kevin langsung melirik tajam Cody. "Apa yang dikatakan mereka itu tidak benar kan? Kau meminta informasi tentang korban bukan untuk konsumsi pribadi?" selidiknya.

Cody melotot. Karena kesal dituduh begitu, dia lempar pulpennya ke wajah Kevin.

...***...

Athena baru selesai membersihkan diri. Sambil bercermin, dia terus memikirkan ucapan Ares terakhir kali.

"Kalau dia membuka topengnya, lalu apa yang terjadi setelah itu? Apa dia akan menyentuhku?" gumam Athena menduga-duga. Sungguh, dia sangat penasaran dengan apa yang akan terjadi nanti.

Athena hanya perlu menunggu. Usai menyisir rambut, dia duduk berselonjor ke ranjang sambil membaca buku.

Suara Ares memutar kunci pintu terdengar. Athena lantas menurunkan bukunya. Tak lama kemudian, Ares muncul sambil membawa sebotol wine beserta dua gelas.

"Kau suka wine kan?" tanya Ares.

"Tentu saja," jawab Athena yang tak perlu berpikir lama.

Ares mengajak Athena ke meja makan. Keduanya duduk saling berhadapan. Ares tuangkan wine ke dalam dua gelas secara bergantian.

"Thanks. Pasti ini enak sekali," ucap Athena yang segera menenggak wine dari Ares. Ia terburu-buru karena sudah lama tidak minum enak seperti ini.

"Ini wine spesial. Kau bisa lihat warnanya kan?" cetus Ares.

"Ya. Warnanya terkesan lebih merah dari wine pada umumnya," tanggap Athena. Ia mengerutkan dahinya karena rasa wine yang diminumnya agak aneh. Ada rasa asin dan bau yang sulit dijelaskan.

"Tentu saja lebih merah. Karena aku mencampurnya dengan darah," ungkap Ares.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Athena kaget sampai tersedak.