NovelToon NovelToon
Perjalanan

Perjalanan

Status: tamat
Genre:Tamat / Bullying di Tempat Kerja / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Persahabatan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: jauharul husni

Namaku Dimas dan kini aku sedang berada di pondok pesantren, sebenarnya aku tidak pernah berpikir untuk mondok bahkan dalam kehidupanku aku tidak pernah merasa kalau Tuhan selalu berada di dekatku.

Tapi setelah aku bertemu dengan salah satu anak bernama Bayu beberapa waktu lalu, aku jadi sangat ingin berada di dekatnya, aku tertarik pada kelakuan radikal yang selalu dia lakukan.

Kelakuannya inilah yang membuatku menyadari sesuatu, bagaimana kalau sebenarnya pertemuan kami ini bukanlah kebetulan, apakah sebuah keberuntungan jika aku berada di dekatnya dan terus mempelajari kehidupannya.

Ceritaku akan lebih berfokus pada sisi gelap dari suatu hal yang selalu kita anggap remeh, seperti pondok pesantren, semua orang juga tahu kalau tempat ini adalah tempat dimana orang orang beragama dilahirkan.

Tapi apa kalian pernah berfikir kalau tempat ini memiliki sisi gelap yang bahkan lebih busuk daripada tempat lainnya, bagaiman jika aku mengatakan kalau disana ada banyak sekali pembullyan dan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jauharul husni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Operasi sederhana di tingkat atas.

"Gak ngunu carane nyembuhno luka ngunu ( tidak begitu cara yang benar menyembuhkan luka )." Aku sekali lagi menyindir Bayu yang lewat didepan sekolah, aku telah menunggunya sedari tadi sembari mendengarkan seluruh rekaman yang ada di korek api. Faktanya aku juga memiliki headset bluetooth yang kotaknya masih tersambung ke korek itu, untuk jaga jaga aku selalu membawanya kalau kalau ada yang mencurinya, dan benar saja, baru satu minggu ada disini sudah ada saja yang ngambil. Disaat orang yang memberikan korek itu ku tanyai tentang gunanya headset itu, dia menjawab sembari tersenyum, " buat jaga jaga, kan kamu ceroboh."

"Aku tidak punya benang yang mengkilap itu, jadi aku tidak bisa menjahitnya, langsung saja, kapan aku mati?" Bayu mendatangiku yang sedang bersandar di tiang jendela, tangannya masih bergetar tidak karuan ditambah dengan noda darah di bajunya yang benar benar terlihat sangat jelas, beruntung tidak banyak anak yang lewat karena masih waktu solat.

"Melok aku, tanganmu tak dondome, mumpung aku gowo benange ( Ikut aku, tanganmu aku jahit, mumpung aku membawa benangnya )." Aku berjalan duluan menuju gedung kelas sekolahan yang memiliki 3 lantai dan 3 ruang kelas di setiap lantai. Bayu hanya menghembuskan nafas perlahan lalu dengan pasrah dia mengikuti ku menuju lantai paling atas. Dalam 5 menit saja kami telah sampai keatas dengan menaiki tangga, aku terus berjalan menuju ruangan tengah yang berisi banyak sekali meja dan kursi seperti kelas kelas biasanya, tapi saat aku dan Bayu berjalan menuju bangku paling belakang, Bayu sedikit terkejut dengan sebuah origami kertas berbentuk kotak yang tengahnya sengaja dilubangi, tepat seperti sebuah wadah, dan isinya adalah puntung rokok, dan tepat disampingnya terdapat bungkus rokok beserta korek kecil diatasnya, ditambah dengan sebuah kotak p3k besar yang bahkan hampir menyamai separuh dari meja.

"Dari tadi kamu merokok disini?" Bayu menatap origami itu dengan perasaan sedikit tertekan, dia tidak percaya ada yang sudah berani merokok di 7 hari pertama, senekat apa anak didepannya ini sebenarnya. Aku hanya mengangguk cepat, yang malah membuatnya semakin tertekan. Kami berdua pada akhirnya duduk bersebelahan di dekat kotak p3k, Bayu masih tak henti hentinya menatap bungkus rokok seperti mau memintanya.

"Lapo mbok wasi teros iku, nek kepingin engkok ae pas mari tak jahit ( Kenapa kamu terus melihatnya, kalau kamu mau nanti saja pada waktu selesai menjahit )." Tanpa mempedulikan ekspresi Bayu selanjutnya, aku mulai membuka kotak p3k seukuran koper itu, saat kubuka, didalamnya terdapat banyak sekali laci laci kecil beserta beberapa tempat yang dikhususkan untuk satu jenis, seperti obat sendiri, gunting medis sendiri bahkan alat suntuk sendiri, jika tidak mengerti, kotak ini seperti saat orang tua di film toy story membersihkan Woody, ya kurang lebih seperti itu.

"Tunggu, itu p3k kan, bukan rumah sakit mini." Bayu mulai mencairkan suasana dengan bercanda tentang kotak itu yang langsung membuatku tersenyum, itu adalah kata kata yang sama seperti ketika aku melihat kotak ini pertama kali. Aku mengambil sebuah benang beserta jarum bengkok yang menjadi ciri khasnya jahitan kulit, jujur aku sebenarnya baru pertama kali melakukan hal ini kepada seseorang, aku biasanya mempraktekkan nya di sebuah kulit buatan.

"Kon gak onok alergi kan ( Kamu nggak ada alergi kan )." Aku memasukkan Benang itu perlahan lahan melalui lubang kecil pada jarum itu, tentunya aku sudah memakai sarung tangan agar tetap steril, dan menggunakan dua gunting di kedua tanganku, memang sangat merepotkan kalau mau persiapan operasi.

"Sudahlah langsung aja, jangan banyak tanya dan langsung ke intinya saja." Entah kenapa, wajahnya kini pucat pasi karena suasana menegangkan pasca operasi, tubuhnya bergetar tanda dia juga memiliki ketakutan walau dia sendiri yang memunculkan ketakutan itu. Aku menghembuskan nafas dan memutuskan untuk tidak membalas apa apa, dia memang sulit diajak bicara dan sangat misterius.

Aku memotong sisa benang yang masih menjulur pendek saat selesai mengikatnya, lalu menaruhnya di salah satu tempat di koper itu yang berisi sebuah bantalan yang berguna untuk jarum dan benang ini. Aku mengambil salah satu benda yang terlihat seperti sebuah sabuk dengan alas yang keras di bawah sabuk itu.

"Turuo tak masang iki aku ( tidurlah aku mau memasang ini )." Aku menunjukkan benda itu kepada Bayu dan dia langsung menurut, walau dia dengan seenaknya malah tidur di pangkuan ku, benar benar menjengkelkan. Aku langsung menyingkirkan kepalanya dan mulai memberi bagian bawah alas itu dengan lem, dan mengikat tangannya pada sabuk itu. Dia sedikit meringis karena masih merasakan panas membara dari alkohol yang tadi. Aku berbalik dan membiarkan dirinya tiduran di sampingku, aku menyiapkan alat suntikan dan sebuah botol kecil, aku memasukkan ujung suntikan itu ke tutup botol lalu menarik ujung yang lain dari suntik ini.

"oke, apa kau siap, aku akan memberimu infus lalu saat bangun kau akan melihat tanganmu kembali." Aku menyentil bagian tajam suntik dengan pelan dan saat keluar air, jari jemariku sudah siap mengarahkannya ke arah Bayu. Tapi tiba tiba dia memegang tanganku dengan wajah seperti terlihat putus asa.

"Kumohon, jangan menggunakan suntikan." Kata katanya benar benar penuh makna yang dalam, wajahnya menunjukkan keputusasaan yang sangat jelas. Aku sangat terkejut dengan tindakan dan ucapan yang dia lakukan, aku mulai berpikir kalau apa yang kulakukan dimasa lalu kini telah memberatkan hidupnya hingga bertemu denganku saja sudah seburuk ini.

"Kon jek wedi karo aku?. He, tak kandani yo, aku nangkene iku mek gawe jaga awakmu tok, guguk gawe mateni, westala cepetan selak wengi ( Kamu masih takut denganku?. Hei, ku beritahu ya, aku disini itu hanya untuk menjagamu, bukan untuk membunuh, sudahlah keburu malam )." Aku menjelaskan panjang lebar untuk membujuknya, bahkan mengungkapkan tujuan asliku datang kesini, dia hanya menatapku berharap agar aku bisa mengabulkan permintaannya.

"Bukan begitu, aku hanya takut jarum suntik." Aku terkejut bukan main atas pernyataan jujurnya, aku mengira kalau Bayu takut kepadanya karena akan aku bunuh, tapi yang dia takutkan ternyata hanya lah sesuatu yang kini ku pegang, mukanya kini semakin memucat.

"haaah, teros kon jalok operasi gak usah infus ngunu ta, udahlah, awakmu meneng suntik iku koyo di cokot ulo guede ( haaah, terus kamu minta operasi tanpa infus gitu, udahlah, kamu diam suntik itu seperti digigit semut )." Aku mengatakannya sembari menahan tawa karena wajahnya yang semakin bergetar tidak karuan, dia sangat ketakutan sekarang dan hanya bisa pasrah dengan apa yang terjadi.

"ngene Lo cok nurut, isok isok e wedi karo suntik ( gitu lo nurut cok, bisa bisanya malah takut suntik )." Walau sempat tertunda oleh anak bangsad ini, tapi aku berhasil berusaha menjahit lukanya, walau harus memakan waktu 2 jam penuh dan sempat harus bersitegang saat ada pengurus yang lewat, aku sebenarnya tidak menduga kalau akan selama itu, aku juga tidak percaya kalau aku bisa berhasil melakukannya pada pasien pertamaku, sebuah kesenangan tersendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!