Alya, seorang gadis desa, bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga kaya di kota besar.
Di balik kemewahan rumah itu, Alya terjebak dalam cinta terlarang dengan Arman, majikannya yang tampan namun terjebak dalam pernikahan yang hampa.
Dihadapkan pada dilema antara cinta dan harga diri, Alya harus memutuskan apakah akan terus hidup dalam bayang-bayang sebagai selingkuhan atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. DI JEMPUT & KEMBALI
DI JEMPUT & KEMBALI
🌸Selingkuhan Majikan🌸
Flashback:
Satu hari sebelumnya, Andin merasa khawatir atas kepergian Alya. Alya tidak memberi kabar setelah dia izin pulang ke kampung halamannya, dan itu membuat Andin merasa cemas.
Andin tahu betapa sulitnya kehidupan Alya di desa, terlebih setelah mendengar cerita-cerita suram tentang warga yang sering mencemooh Alya dan keluarganya.
Kekhawatiran itu tidak bisa ia abaikan hingga membuat Andin memutuskan untuk menyusul Alya, tepatnya hari ini.
Andin memang orang yang baik, ia sangat peduli pada Alya walau hanya seorang art, namun ia tidak benar-benar menganggap Alya art dengan lebih memperhatikannya bahkan sampai mengkhawatirkannya.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, Andin akhirnya tiba di desa kelahiran Alya.
Ia membawa selembar kertas berisi alamat rumah Alya yang diberikan Alya sebelum pergi.
Setibanya di tempat itu, Andin terkejut ketika menemukan yang tersisa hanyalah puing-puing rumah yang di tumbuhi tanaman liar di antara reruntuhan yang menghitam.
Andin berdiri terpaku di depan reruntuhan itu dan menatapnya dengan hati yang kacau. "Ini... rumah Alya?," gumamnya tak percaya. Ia menunduk, lalu berpikir mungkin dia salah menemukan alamat.
Kemudian, pak Samin yang sedang melintas tiba-tiba menghampirinya, "Mbak, cari siapa?," tanya bapak itu.
Andin menoleh dan masih sedikit linglung. "Saya mencari rumah Alya, Pak? Rumah keluarganya?."
Pak Samin mengangguk perlahan. "Iya, benar. Itu rumah Alya. Tapi rumah ini kebakaran beberapa bulan lalu... semuanya habis. Orang tua dan adik-adiknya tidak selamat," jelasnya dengan sendu.
Mendengar itu, Andin sangat terkejut. Hatinya terasa semakin cemas. "Lalu... Alya di mana sekarang?," batin Andin.
Saat Andin tengah merenungi situasi yang menyedihkan itu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Andin menoleh dan terkejut melihat Alya berjalan menghampirinya.
"Nyonya, Anda...," panggil Alya tidak menduga.
Alya berdiri terpaku beberapa meter di depan Andin, matanya membelalak melihat kehadiran Andin di sana. Wajahnya pucat, dia takut Andin menemukan Arman di sekitar desanya itu.
"Nyonya Andin disini? Bagaimana kalau dia... Kalau Nyonya Andin dan tuan Arman bertemu disini?," batin Alya.
Melihat Alya yang hanya berdiri mematung, Andin pun segera mendekati dan memeluknya tanpa ragu. "Alya, kamu harus bersabar, aku turut berduka cita atas keluargamu," ucap Andin menyentuh hati.
Teg!
Seketika hati Alya merasa tersayat. Ia sangat merasa bersalah karena sudah mengkhianati orang sebaik Andin.
"Terima kasih, Nyonya...," balas Alya dengan air mata yang berlinang.
Andin lalu menghapus air mata Alya dan menguatkannya. "Alya, kita harus segera pergi dari sini, sepertinya ini bukan tempat yang aman untukmu," jelas Andin seraya melihat sekitar.
"Tidak Nyonya," jawab Alya sambil menggelengkan kepalanya. "Nyonya, sebelumnya saya minta maaf, tapi saya memutuskan untuk tetap tinggal disini," lanjutnya terlihat sedih dan penuh penyesalan.
"Apa?."
Andin menghela napas lalu tersenyum. "Alya, aku tau saat ini kamu sangat merasa kehilangan, tapi tidak baik jika kamu sendirian dalam situasi seperti ini. Sekarang ikut pulang dulu. Paling tidak kamu akan sedikit terhibur karena banyak teman di rumah. Setelah semuanya baik-baik saja, kamu bisa memutuskan langkah selanjutnya," tutur Andin panjang.
"Tapi Nyonya," balas Alya mencoba menolak.
"Alya, kamu tidak akan membuatku kecewa bukan?."
Berat. Sungguh berat. Apa yang harus ia lakukan? Dengan susah payah Alya membuat keputusan untuk tidak berhubungan dengan kota lagi, namun harus gagal karena tidak bisa menolak permintaan Andin.
Bisa saja Alya menolak dengan tegas. Tapi Alya tidak mau mengecewakan Andin dan di cap orang yang tidak tau balas budi. Meski kenyataannya dia sudah menghancurkan rumah tangga penyelamatnya itu.
**
Kembali ke waktu sekarang...
Malam itu rumah terasa sunyi. Arman berjalan perlahan di lorong menuju kamar Alya.
Pikirannya penuh tanda tanya sejak Alya kembali ke rumah tanpa sepengetahuannya, dan sikapnya yang terus menghindar hanya membuat rasa penasarannya semakin besar.
Dengan langkah hati-hati, Arman mengendap ke pintu kamar Alya, yang sedikit terbuka lalu masuk tanpa permisi.
“Alya?,” panggil Arman dengan suara rendah.
Alya yang sedang duduk di tepi tempat tidur tersentak mendengar suaranya. Dia segera berdiri dan menoleh dengan ekspresi terkejut. "Tuan... kenapa ada di sini?."
Arman melangkah masuk lebih dalam lalu menutup pintu di belakangnya. “Aku yang harusnya bertanya, kenapa kamu kembali tanpa memberitahuku? Kamu bilang ingin pergi, tapi tiba-tiba ada di rumah ini lagi.”
Alya menunduk, wajahnya tampak tegang. “Saya tidak ingin membuat keributan, Tuan. Lagipula, saya memang seharusnya tidak pernah datang ke sini lagi."
"Apa maksudmu?," Arman menatapnya, alisnya mengerut. “Lalu, kenapa kau selalu menghindar dariku sejak kembali? Ada apa, Alya?."
Alya menggigit bibirnya dan semakin menundukkan pandangannya. “Tuan, saya… tidak bisa terus begini. Saya sudah salah sejak awal. Saya tidak pantas di sini, apalagi menyimpan perasaan yang... tidak seharusnya.”
“Kau berbicara tentang apa? Tentang kita?." Arman melangkah lebih dekat, suaranya semakin intens. "Alya, aku tahu kita sudah melewati batas, tapi..."
“Tuan, tolong... hentikan.” Alya menyela dengan suara serak. “Ini salah. Saya tahu saya tidak seharusnya terlibat dengan Anda. Nyonya Andin adalah orang yang baik, dia penyelamat saya, dan saya tidak bisa… saya tidak bisa terus mengkhianatinya. Itu sebabnya saya ingin pergi.”
Arman terpaku menatap Alya yang tampak rapuh di hadapannya. "Tapi kau kembali," ujarnya pelan.
Alya mengangkat matanya yang sudah berkaca-kaca. “Saya kembali karena Nyonya Andin menjemput saya. Dia begitu khawatir, begitu peduli, dan itu membuat saya semakin merasa bersalah. Saya tidak bisa melukai dia lagi, Tuan. Saya harus menghentikan ini... menghentikan kita.”
Arman menggertakkan rahangnya, rasa frustasi dan kecewa berkecamuk di dadanya. "Alya, aku tidak bisa begitu saja melupakan apa yang terjadi di antara kita. Aku tidak bisa berpura-pura bahwa perasaanku padamu tidak ada."
Alya menunduk lagi, air matanya mulai mengalir semakin deras. “Itulah masalahnya. Kita tidak seharusnya merasakan ini. Kita tidak seharusnya berada di posisi ini.”
Arman lalu mendekat dan bicara dengan suara pelan namun penuh tekad. “Jadi, kau lebih memilih menahan semua ini sendirian? Lebih baik aku tidak tahu apa yang kau rasakan?.”
“Saya sudah memilih, Tuan. Saya harus pergi... untuk selamanya. Tapi ketika Nyonya Andin menjemput saya... saya tidak bisa mengecewakannya lagi. Saya harus kembali dan berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja.”
Arman menatap Alya dengan tajam. Ia tahu apa yang dikatakannya benar, tapi hatinya menolak menerima kenyataan itu.
Dengan satu gerakan cepat, ia memegang tangan Alya dan menatapnya penuh emosi. "Alya, aku tidak bisa kehilanganmu. Aku akan melakukan apa saja untuk menjaga hubungan ini. Bahkan jika itu berarti kita harus sembunyi dari dunia."
“Tidak, Tuan... saya tidak bisa. Saya tidak akan membiarkan Nyonya Andin menjadi korban dari kebohongan kita. Saya harus memilih dia... meski hati saya hancur.”
Namun, Arman tidak membalas perkataan Alya dan hanya terus menatapnya. Genggamannya pada tangan Alya pun perlahan melemah lalu terlepas begitu saja.
Arman mundur beberapa langkah lalu berbalik untuk pergi. Namun ia berhenti sejenak lalu berkata, "Sejak kapan kau bisa membuat keputusan sendiri di rumah ini?," ucap Arman dingin tanpa menoleh hingga membuat bulu kuduk Alya merinding.
Setelah perkataan terakhirnya itu, Arman pun segera pergi meninggalkan Alya yang terduduk tidak berdaya.
**
Keesokan paginya, suasana di rumah terasa berbeda. Alya menjalani hari seperti biasa, namun kali ini dengan perintah khusus dari Andin yang meminta Alya untuk tidak perlu melakukan pekerjaan rumah yang berat.
Tugas Alya sekarang hanyalah memantau pekerjaan asisten rumah tangga (ART) lainnya.
"Alya, mulai hari ini kamu cukup awasi mereka saja. Aku ingin kamu lebih fokus pada hal-hal yang lebih penting," ujar Andin saat sarapan pagi itu.
Alya hanya mengangguk, meskipun perasaan di dalam hatinya masih sedikit resah.
"Baik, Nyonya. Tapi saya tidak keberatan untuk tetap bekerja seperti biasa," jawab Alya sopan, meski tahu Andin sudah memutuskan.
"Jangan khawatir, Alya. Kamu sudah bekerja keras selama ini. Biarkan yang lain mengurusnya," balas Andin sambil tersenyum.
Namun, keputusan Andin ini mulai memunculkan bisik-bisik di antara para ART yang lain.
Saat Alya pergi ke dapur untuk memastikan pekerjaan berjalan lancar, dia bisa merasakan tatapan aneh dari beberapa orang di sana.
"Kenapa sih dia sekarang cuma pantau-pantau aja? Udah kayak supervisor aja," bisik seorang ART sambil menyapu lantai, matanya melirik ke arah Alya yang berada di ambang pintu.
"Iya, padahal dulunya dia kerja sama kayak kita. Sekarang malah enak aja, tinggal perintah-perintah," timpal yang lain, dengan nada tidak puas.
"Eh, tapi kalau ketemu langsung sih pura-pura baik banget. Sok perhatian, kayak dia nggak tahu kita ngomongin dia," tambah mereka sengaja mengejek.
Namun, ketika Alya mendekat, kedua ART itu segera menghentikan obrolan mereka dan berbalik dengan memberi senyum palsu.
"Pagi, Alya! Ada yang perlu kami lakukan lagi, Al?," tanya mereka dengan senyum lebar yang tidak sampai ke matanya.
Alya yang sudah terbiasa dengan dinamika di rumah itu, bisa merasakan ketidakjujuran di balik sikap mereka. Namun, dia memilih untuk tidak menanggapi sindiran mereka secara langsung.
"Kerja kalian sudah baik. Terus lanjutkan saja, dan pastikan semuanya rapi seperti biasa. Kalau ada yang butuh bantuan, panggil saya," jawab Alya tenang dan berusaha tidak terpengaruh.
Setelah itu, Alya melangkah keluar dari dapur, meninggalkan mereka berdua yang kembali saling berbisik.
"Gimana sih, bisa-bisanya dia jadi kesayangan Bu Andin sekarang," gumam salah satu di antara mereka lagi dengan kesal.
"Ya, nasib. Mungkin ada deh sesuatu yang bikin dia naik pangkat diam-diam," bisik yang lain sambil tertawa kecil seraya melirik Alya yang sudah menjauh.
Meski Alya bisa mendengar sepenggal percakapan mereka, ia hanya menghela napas pelan.
Sebagai orang yang pernah melalui berbagai cobaan dalam hidupnya, Alya sudah terbiasa dengan sindiran dan bisik-bisik seperti ini.
Yang terpenting baginya sekarang adalah tetap menjaga sikap dan melakukan tugasnya sebaik mungkin, demi kebaikan Andin, yang sudah begitu baik padanya.
Namun, di dalam hatinya, Alya tidak bisa lepas dari rasa khawatir dan rasa takut.
Mungkinkah keputusan Andin ini akan semakin memperuncing situasi di rumah? Dan bagaimana perasaannya yang sebenarnya tentang hubungan rahasianya dengan Arman?
Tapi ,Andin dan orang tua nya gga kan tinggal diam saat tau Adrian donorin jantungnya untuk Alya 🤔🤔🤔
Apa yg akan terjadi ???