Azalea Margarita seorang artis cantik papan atas yang begitu membenci Adiknya sendiri karena sakit lumpuh, Azalea tidak pernah tersenyum sekalipun terhadap Adiknya, bahkan Azalea lebih memilih tinggal di hotel milik Ayah nya karena begitu tidak ingin melihat Adik nya yang lumpuh.
Sifat dan karakter Azalea yang begitu keras, hingga begitu sulit untuk bisa jatuh cinta terhadap laki-laki manapun, hingga akhirnya Azalea di jadikan bahan taruhan oleh Fauzan Harkas sesama artis pemeran utama, dan CEO muda yang royal gemar berpesta demi mencari ke senangan ya itu Ronald Jensen.
Apey pemuda dari desa mencoba mencari ke beruntungan mengadu nasib ke kota, dengan bekal ilmu bela diri dan ke ahlian bisa menyetir, Apey mencoba adu nasib mencari rejeki ke kota demi bisa membahagiakan ke dua orang tuanya, yang ingin mempunyai ladang atau sawah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saksi pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siap taruhan.
Di tempat lain Fauzan Harkas yang di tunda syutingnya hari itu, menelpon temannya seorang CEO mudah sekitar usia 26 tahun, yang sudah mengambil alih beberapa perusahaan milik keluarganya.
Ronald Jensen terkenal begitu royal suka berpesta, hingga Fauzan Harkas ikut terbawa oleh pergaulan Ronald Jensen, hampir tiap bulan suka mengadakan pesta di bar club malam ataupun di rumahnya yang sudah membeli sendiri.
"Ada Fauzan? bukannya lu lagi di lokasi syuting?" tanya Ronald Jensen.
"Azalea menunda syutingnya hari ini, bikin gua gabut," jawab Fauzan.
"Ko bisa? kenapa bisa di tunda begitu?" tanya kembali Ronald.
"Entahlah, sepertinya Azalea lagi banyak pikiran, gua tanya saja tidak mau menjawab," jawab Fauzan.
"Haha haha, lemah lu jadi laki-laki, katanya artis banyak fans cantik, tapi hadapi Azalea yang sudah biasa di tempat syuting bareng tidak berkutik lu," ejek Ronald dengan tawa lepasnya.
"Enak lu bicara kayak bakal mampu saja taklukan Azalea," tempas Fauzan.
"Mau ngasih apa lu jika gua bisa taklukan Azalea?" tantang Ronald Jensen.
"Seratus juta jika lu bisa taklukan Azalea, tapi jika tidak, lu bayar gua seratus lima puluh juta, bagaimana berani lu?" tantang balik Fauzan.
"Haha haha, deal, jangan sebut gua Ronald jika tidak bisa taklukan cewek manapun," tawa Ronald penuh percaya dirinya.
"Ok deal, udah dimana lu sekarang, ayolah kita ke bar" ajak Fauzan.
"Lu meluncur saja duluan, nanti gua nyusul," balas Ronald.
"Ok, gua meluncur duluan awas lu kalau tidak datang!" Fauzan langsung menutup telponnya.
Fauzan yang merasakan kejenuhan hari itu langsung meluncur ke bar, yang biasa suka pesta dengan Ronald berikut orang orang kenalan bisnis Ronald.
Azalea yang sudah berada di kamar hotel langsung menelpon Bagas sebagai manager hotel, tepat sesudah Bagas membawa Apey kembali ke hotel dan melapor ke Pak Wiguna, dan sudah membawa Apey ke ruangan untuk menjalin persetujuan kontrak kerja.
"Iya Non ada apa?" tanya Bagas di telpon.
"Cepat kesini!' jawab Azalea langsung menutup telponnya.
Bagas di dalam ruangan kerjanya terdiam sejenak, baru pertama kalinya Azalea ada menelponnya, Bagas pun langsung melangkah keluar ruangannya.
Ririn hanya diam sudah tidak bisa membujuk dan bicara apa apa lagi, Ririn memilih merapihkan berkas berkas dialog untuk adegan syuting Azalea.
Azalea berdiri di depan pintu kamar hotel menunggu ke datangan Bagas, selang beberapa menit terlihat Bagas datang dari arah sebelah kanan, meskipun Bagas merasa was was namun Bagas berusaha menenangkan dirinya.
"Iya Non ada apa?" tanya Bagas setiba.
"Bilang sama gue, apa yang sedang Papa gue lakukan?" tanya Azalea menatap tajam.
"Melakukan apa Non? Papa Non ke sini hanya mengecek data data laporan saja," jawab Bagas.
"Bilang jangan bohong sama gue?" desak Azalea meninggikan suaranya.
"Tidak ada Non beneran, hanya mengecek data laporan hotel saja," ulang Bagas.
"Lo mau gue pecat kerja di sini?" ancam Azalea.
"Maaf Non, yang berhak bisa pecat saya hanya Papa Non," jawab Bagas.
"Oh, jadi lo tidak takut sama gue? lihat saja, jika gue sudah menguasai hotel ini, gue akan pecat lo dan semua pekerja yang tidak nurut sama gue!" ancam Azalea langsung masuk ke dalam kamar hingga menutup pintu dengan keras.
Ririn sampai terperanjat kaget mendengar pintu di tutup dengan keras.
"Ada apa si Lea, dari pagi marah marah terus?" tegur Ririn heran.
"Si Bagas bikin gue tambah kesal, awas lihat saja bakal gue pecat jika gue sudah kuasai hotel," jawab Azalea dengan wajah marahnya.
"Lo ini sebenarnya kesal sama siapa Lea? kalau kesal sama Papa lo jangan bawa bawa orang lain, Pak Bagas kan lagi kerja, dan kerjanya juga baik tidak korupsi dan tidak macam macam," bujuk Ririn agar Azalea menahan rasa kemarahannya.
"Gue hanya bertanya apa yang Papa gue lakukan, ada pekerja baru di ruangan kerja Papa gue, memangnya gue salah bertanya seperti itu?" tanya balik Azalea sambil menahan kemarahannya.
"Ya ampun, Pemimpin dan pekerja itu wajar jika ngobrol atau berbicara Lea, yang di permasalahkannya apa?" tanya balik Ririn heran dengan pola pikir Azalea.
"Arghh!" Azalea teriak ingin melepaskan kemarahannya lalu mengambil ponselnya.
Azalea langsung menelpon Anton dengan rasa marahnya yang belum hilang.
"Halo, iya Non?" sapa Anton di telpon.
Cepat kesini!" teriak Azalea langsung menutup telponnya.
"Waduh gawat ada apa ini, tidak biasanya Non Azalea ada telpon begini!" gumam Anton buru buru ke luar ruangan kerjanya.
Ririn lagi lagi hanya menghela nafasnya melihat tingkah Azalea yang marah marah tidak jelas, Azalea langsung membuka pintu kamar kembali berdiri di depan pintu, selang beberapa menit terlihat Anton datang sambil tergesa gesa setengah berlari menghampiri.
"Iya Non ada apa?" tanya Anton setiba.
"Heh, siapa pekerja baru yang tadi pagi di ruangan Papa gue?" tanya Azalea melotot.
Anton terdiam sejenak tidak ada pekerja baru selain Apey, dan memang Apey di minta keruangan Pak Wiguna tadi pagi.
"Maksud Non Apey yang pekerja baru?" tanya balik Anton.
"Arrgghh, gue tidak tahu siapa itu, gue tanya kenapa lo tanya balik," bentak Azalea melotot.
"Maaf Non, pekerja baru memang hanya Apey," terang Anton sedikit menunduk.
"Gue tidak mau tahu itu siapa, mau Popoy Pepey Pipiy Apey gue tidak perduli, cepat suruh kesini orangnya sekarang," bentak Azalea kembali melotot.
"Iya Non iya, saya cari sekarang!" Anton buru buru melangkah pergi.
Anton mau tidak mau langsung kembali menuju ruangan kerjanya mencari nomor kontak Apey yang di cantumkan di data riwayat lamaran kerjanya, setelah menyimpan nomor kontak Apey, Anton pun langsung menelponnya.
Apey yang sedang di ruangan mengisi kontrak kerja dan syarat syarat kerja, dering ponselnya berbunyi, Apey langsung sumringah mengira yang menelpon dari kampung.
"Bu, permisi, boleh saya mengangkat telpon dulu? takut ada penting dari kampung?" tanya Apey.
"Iya silahkan," jawab staf perempuan yang sedang mengetik kontrak kerja.
Apey langsung berdiri melangkah agak sedikit menjauh buru buru merogok ponselnya.
"Halo assalamualaikum," sapa Apey di telpon.
"Waalaikumsalam, Apey saya Anton, sekarang kamu lagi dimana?" tanya Anton.
"Oh Pak Anton, saya lagi di ruangan Pak, lagi di buatkan kontrak kerja," jawab Apey.
"Kamu bilang ke Bu Widia yang sedang membuat kontrak kerja, bilang kamu di pinta untuk ke lantai sepuluh dulu gitu, dan kamu harus langsung ke lantai sepuluh ya, nanti saya langsung nyusul," titah Anton.
"Siap Pak, saya mau bilang sekarang," balas Apey.
"Ya sudah saya tutup telponnya?" Anton langsung menutup telponnya.
Apey terdiam sejenak merasa heran di minta datang ke lantai sepuluh, buru buru Apey membuang pikiran yang tidak tidak kembali duduk di depan meja kerja Bu Widia.
"Permisi Bu, maaf barusan Pak Anton telpon saya, menyuruh saya datang ke lantai sepuluh," terang Apey.
"Iya, tunggu sebentar lagi ya, ini tanggung mau selesai," titah Bu Widia.
"Baik Bu," Apey pun mengangguk.
Selang dua menit lebih berkas lembaran kontrak selesai di buat, Bu Widia langsung menyodorkannya.
"Berkas kontrak ini kamu bawa saja, nanti kasih ke Pak Bagas minta tandatangannya ya," terang Bu Widia.
"Baik Bu terima kasih, permisi," Apey lngsung menerimanya dan berdiri.
"Sama sama, silahkan!" Bu Widia sedikit mengangguk.
Apey langsung pergi keluar ruangan sambil membawa berkas kontrak kerja, dan langsung menuju tangga naik ke lantai sepuluh, karena Apey tidak tahu cara menggunakan lift.
Azalea di dalam kamar mondar mandir bak setrikaan membuat Ririn benar benar heran melihatnya.
"Ni anak kesurupan apa semalam, hari ini benar benar aneh rasanya!" gumam Ririn yang memilih di rebahan di sofa empuk setelah beres melakukan tugasnya.
Tok tok, dua kali terdengar pintu di ketuk, Azalea langsung melangkah dan langsung membuka pintu, Anton dan Apey datang berdiri di depan pintu Azalea langsung menyilangkan ke dua tangan di dadanya menatap tajam Apey.
"Lo yang tadi pagi di ruangan Papa gue?" tanya Azalea menatap tajam.
"Iya Mbak, eh Non," jawab Apey mengangguk.
"Apa yang lo rencanakan sama Papa gue hah?" tanya sinis Azalea.
"Ini Non, saya mau kerja jadi supir pribadi Randika Adik Non," jawab Apey memperlihatkan berkas kontrak kerja.
"Jangan sebut si cacat itu Adik gue, gue tidak punya Adik cacat" bentak Azalea langsung emosi.
"Berarti Adik saya," balas Apey.
"Iya bagus bawa sekalian biar gue tidak melihatnya lagi," bentak kembali Azalea.
"Ya syukur kalau gitu, tapi jangan sedih kalau nanti Randika saya bawa," balas Apey.
Azalea langsung mencengkram kerah kemeja Apey melotot dengan emosinya.
"Gue berharap si cacat itu mati, agar tidak membuat hidup gue malau, ngerti lo?" lontar Azalea dengan mata melotot.
Apey langsung senyum sedikit membuang mukanya, karena Azalea melotot dengan wajah cukup dekat, melihat Apey malah senyum bukannya takut, Azalea semakin mengencangkan cengkraman tangannya.
"Kenapa lo senyum? lo kira gue bercanda hah?" Azalea semakin merasa emosi hingga wajahnya mengerang.
"Saya dari kampung ke sini ingin mencari kerja, ada tawaran gaji besar dari beliau Pak Wiguna, saya tidak akan menyia nyiakannya apapun yang terjadi," tegas Apey menatap mata Azalea.
"Gue tidak akan membiarkan lo kerja mengurus si cacat itu, karena gue menginginkan si cacat itu mati, lo tidak takut berurusan sama gue?" ancam Azalea dengan wajah semakin mengerang.
Apey mengangkat berkas kontrak kerja di tangan kanannya, sambil menatap sorot mata Azalea.
"Dengan kontrak ini, saya siap mengabdi dengan resiko apapun, dan saya akan melindungi Randika meskipun nyawa saya taruhannya," tegas Apey mengangkat berkas di tangannya.
Anton hanya bisa terdiam tidak berani ikut campur, melihat Azalea begitu emosinya hingga wajahnya mengerang, Ririn menyaksikan berdiri di belakang Azalea yang sedang mencengkram kerah kemeja Apey.
"Gembel, miskin, kampungan tidak punya harga diri demi gaji tidak seberapa mau mengorbankan nyawa demi si cacat itu?" lontar Azalea tidak melepaskan cengkraman tangannya.
Apey di hina di rendahkan bukannya marah malah senyum, bagaimanapun di depannya adalah perempuan seorang Kakaknya Randika.
"Saya hari ini mau menemui Randika, tolong lepaskan tangannya," pinta Apey.
Azalea melepaskan cengkeramannya namun langsung melayangkan tangannya hendak menampar wajah Apey, namun dengan cepat Apey menangkap pergelangan tangan Azalea dengan tangan kirinya, membuat Azalea langsung menarik tangan kananya, namun Apey tidak melepaskannya memegang dengan kuat, Azalea pun berusaha kembali menarik tangannya dengan kuat karena bersentuhan dengan Apey, namun Apey semakin kuat memegang pergelangan tangan Azalea hingga terlihat memerah.
"Lepaskan! lo ingin mati hah!" bentak Azalea sekuat tenaga menarik tangannya.
Anton terbelalak kaget begitupun dengan Ririn terbelalak kaget, melihat tidak percaya baru kali ini ada yang berani melawan Azalea.
"Lepaskaaaann!" teriak Azalea merasa kelelahan dengan tenaga sisa tidak kuat melawan tenaga Apey.
Apey langsung melepaskannya, membuat tubuh Azalea hampir jatuh ke belakang terbawa tenaganya sendiri, dengan cepat Ririn menahan tubuh Azalea dari belakang agar tidak jatuh, Apey langsung menoleh ke Anton yang bengong melihat kejadian Azalea dan Apey di depan matanya.
"Maaf Pak, saya sudah lancang terhadap Non Azalea, apa masih ada perlu lagi Pak?" tanya Apey membungkuk hormat.
"Aduh aduh, tidak tidak, ayo cepat kita pergi dari sini!"
"Maaf Non, permisi!" Anton serasa baru sadar buru buru melangkah pergi.
"Maaf Non, permisi!" Apey mengikuti kata kata Anton dan langsung melangkah pergi buru buru mengikuti Anton.
Azalea memegang pergelangan tangan kanannya yang memerah, merasa tidak percaya baru kali ini ada yang berani melawan dirinya.
"Ayo cepat kompres tangan lo takut jika sampai memar, jangan sampai menunda syuting lagi!" Ririn langsung melangkah menuju kulkas hendak menyiapkan batu es.
Azalea sedikit meringis menahan sakit di pergelangan tangannya, terdiam tidak bicara masih merasa tidak percaya lalu melangkah menuju kursi dan langsung duduk, menyandarkan tubuhnya mengingat ke jadian tadi sambil melihat pergelangan tangannya yang memerah.
semoga aja hbs ini gak terjadi kesalahpahaman