NovelToon NovelToon
Terjebak Nikah Dengan Dosen Killer

Terjebak Nikah Dengan Dosen Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Agnes tak pernah menyangka, sebuah foto yang disalahartikan memaksanya menikah dengan Fajar—dosen pembimbing terkenal galak dan tak kenal kompromi. Pernikahan dadakan itu menjadi mimpi buruk bagi Agnes yang masih muda dan tak siap menghadapi label "ibu rumah tangga."

Berbekal rasa takut dan ketidaksukaan, Agnes sengaja mencari masalah demi mendengar kata "talak" dari suaminya. Namun, rencananya tak berjalan mulus. Fajar, yang ia kira akan keras, justru perlahan menunjukkan sisi lembut dan penuh perhatian.

Bagaimana kelanjutan hubungan mereka? Apakah cinta bisa tumbuh di tengah pernikahan yang diawali paksaan? Temukan jawabannya di cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Agnes tahu benar bahwa Fajar bukan tipe pria yang mudah dibujuk, apalagi untuk datang ke rumah tanpa alasan yang kuat. Karena itu, dia memutuskan untuk memainkan sedikit trik.

“Pak,” ucap Agnes dengan nada sehalus mungkin, seperti seseorang yang sama sekali tidak sedang menyembunyikan sesuatu. “Saya benar-benar butuh bantuan Bapak. Ini soal akademik. Ayah saya ingin berdiskusi soal rencana penelitian skripsi saya. Beliau pikir, karena Bapak dosen pembimbing saya, akan lebih baik kalau Bapak langsung menjelaskan ke beliau.”

Fajar mengernyit, menatap Agnes dengan tatapan tajam penuh curiga. Sejak awal, Fajar merasa hubungan mereka sedikit ambigu. “Kenapa aku harus bicara dengan orang tuamu soal skripsimu? Bukannya itu tugasmu?”

Agnes berusaha menahan diri agar tidak kehilangan ketenangannya. “Ayah saya itu orangnya kolot, Pak. Kalau saya yang jelasin, beliau pasti nggak paham. Saya janji, ini cuma sebentar. Setelah itu Bapak bisa langsung pulang.”

Fajar menghela napas panjang, tampak tidak sepenuhnya yakin. Namun, mengingat bantuan Agnes kemarin, ia akhirnya berkata, “Baik. Tapi cepat selesaikan. Aku nggak punya banyak waktu.”

Agnes hampir melompat kegirangan, tetapi dia hanya tersenyum sopan. “Terima kasih, Pak. Kita berangkat sekarang, ya.”

Namun, di dalam pikirannya, Agnes sudah mempersiapkan skenario darurat untuk menjelaskan masalah sebenarnya begitu sampai di rumah. Yang penting sekarang adalah memastikan Fajar datang dan bertemu ayahnya. Bagaimanapun, dia tidak mau dicoret dari kartu keluarga.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah rasanya saat ini. Masalah dengan Fajar saja belum selesai, sekarang muncul masalah baru. Begitu mobil mereka mendekati rumahnya, Agnes bisa melihat dari jauh kerumunan warga di depan rumahnya.

“Itu rumahmu?” Fajar bertanya sambil melirik kerumunan dengan alis terangkat. “Kenapa ramai sekali? Ada apa?”

Agnes memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, lalu menggigit bibirnya. Lidahnya seolah membeku saat hendak menjelaskan.

“Agnes, kalau kamu nggak bicara, aku—”

“Sebenarnya...” Agnes membuka matanya perlahan, nyaris berbisik, “...apa yang Bapak bilang semalam itu benar.”

Fajar menoleh cepat. “Apa maksudmu?”

“Pagi tadi, Pak RT kasih foto kita di mobil ke Ayah. Dan Ayah bilang... Bapak harus datang untuk... bertanggung jawab.” Agnes mengatakannya dengan mata terpejam, seperti sedang menunggu sesuatu yang buruk terjadi.

“Apa?” Suara Fajar meninggi.

Agnes buru-buru mengangkat dua jarinya. “Pak, saya sumpah, ini bukan jebakan! Saya benar-benar nggak tahu kalau tempat itu ada kamera tersembunyi. Bapak kan dewasa, punya power, tolong bantu jelasin ke mereka kalau ini cuma salah paham. Jangan sampai kita berdua dipaksa untuk menikah.”

Fajar menatap Agnes dengan ekspresi yang sulit diartikan. Namun, alih-alih marah, dia justru merasa situasi ini, anehnya... lucu.

“Kita turun sekarang,” ucap Fajar santai, membuka sabuk pengamannya.

Agnes menatap Fajar dengan bingung, bahkan takut. “Bapak nggak marah? Bapak nggak akan—memukul saya?”

Fajar mendengus, nyaris tertawa kecil. “Kamu pikir aku tipe lelaki seperti itu?” Tapi yang keluar dari mulutnya adalah, “Aku akan menyelesaikan semuanya nanti setelah masalah ini selesai.”

Agnes semakin panik. “Jadi... setelah ini Bapak beneran mau balas dendam? Mau mukul saya?”

“Diam. Kita turun sekarang,” kata Fajar, terdengar seperti bosan dengan drama Agnes.

Agnes masih ragu, tapi dia mengikutinya keluar dari mobil. Di tengah kekhawatiran dan rasa malunya, dia sempat berpikir, mungkin lebih baik pingsan saja sekarang.

Sayangnya, sebelum ia melakukan rencana konyolnya itu, ia menubruk punggung Fajar yang kokoh karena berhenti mendadak.

"Pak, kalau berhenti bilang-bilang dong, sakit ini!" cetus Agnes dengan nada tinggi yang langsung menyita perhatian semua orang.

Sementara ayah Agnes segera menghampiri Fajar dan Agnes yang masih berdiri beberapa meter darinya. "Kalian datang juga," ucap Rahmat.

"Pak Rahmat, lebih baik kita bicara di dalam," usul Pak RT yang tampak tergesa-gesa.

Rahmat mengikuti usulan Pak RT, tetapi sebelum itu ia memerintahkan Fatwa untuk membawa Agnes masuk ke dalam kamarnya dan menunggu hasil penyelesaian masalah yang baru saja diciptakan sang anak.

***

Di ruang tamu, Fajar menatap satu per satu orang-orang yang kini mengelilinginya. Namun, fokusnya kini jatuh pada Rahmat, ayah Agnes, dan Pak RT.

"Sebelumnya, saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya Fajar, dosen pembimbing Agnes. Saya sudah mendengar semua dari Agnes tentang masalah foto yang Pak RT dan Pak Rahmat lihat. Saya ingin meminta maaf atas kegaduhan yang terjadi. Tapi saya ingin mengkonfirmasi bahwa semua itu hanya kesalahpahaman," ucap Fajar menjelaskan dengan nada sesopan mungkin.

Namun, salah satu warga tidak terima dengan penjelasan itu. "Salah paham bagaimana? Tempat itu gelap. Jika memang tidak melakukan apa pun, kenapa harus berada di sana? Mana tengah malam pula."

Fajar memejamkan matanya sejenak. Secara keseluruhan, tuduhan itu memang tidak sepenuhnya salah, tetapi ia mencoba sekali lagi menjelaskan. "Iya, itu kelalaian saya karena menurunkan Agnes di tempat yang tidak seharusnya. Di foto terlihat seperti saya memeluknya, tetapi saya jamin, saya hanya membantunya melepaskan seat belt."

"Omong kosong," cetus warga itu lagi, kemudian berkata pada Pak RT, "Pak RT, sekarang zamannya anak muda selalu mencari alasan untuk membela diri. Saya hanya ingin mereka diberikan sanksi yang sepatutnya agar tidak menjadi contoh buruk. Apalagi sekarang kita sedang mengadakan program untuk mengurangi gaya bebas pacaran anak muda, terutama di RT kosong satu ini."

Pak RT yang mendengar masukan dari salah satu warganya tampak kebingungan. Namun, berbeda dengan Pak RT, Rahmat yang merasa nama anaknya sudah tercoreng berkata, "Fajar, saya yakin kamu sudah dewasa dan cukup matang. Benar atau salah foto itu dan klarifikasimu, nama anak saya sudah tercoreng. Sebagai ayah, saya tidak bisa mengabaikan itu."

Fajar yang paham kekhawatiran Rahmat ia langsung menjawab, "Jadi Pak Rahmat ingin saya bertanggung jawab?"

Meskipun sedikit ragu Rahmat berkata, "Karena semua sudah seperti ini, saya harap Nak Fajar, menikahi putri saya Agnes."

Fajar terdiam. Hening menyelimuti ruangan, hanya terdengar detak jam dinding yang terasa semakin mengintimidasi. Semua mata tertuju padanya, menunggu jawaban yang akan menentukan arah dari kekacauan ini.

Namun, bukannya langsung menjawab, Fajar menatap Rahmat dengan tatapan tajam namun tenang. “Pak Rahmat,” ucapnya perlahan, “saya menghormati permintaan Anda, tapi saya punya satu syarat sebelum memberikan jawaban.”

Rahmat mengerutkan kening, begitu pula Pak RT dan warga yang ada di sana. “Syarat apa?” tanya Rahmat, meski nadanya mengandung ketegangan.

Fajar berdiri dari tempat duduknya, tubuh tegapnya membuat suasana semakin mencekam. Ia menatap Rahmat lurus, lalu berkata dengan nada penuh misteri, "Karena pernikahan terjadi antara dua orang, saya ingin menghormati keputusan Agnes apa dia bersedia menikah dengan saya atau tidak. Karena menikah hanya akan terjadi sekali seumur hidup. Saya tidak ingin karena tekanan seperti ini akan menghancurkan masa depannya."

Rahmat terdiam, tatapannya bergeser dari Fajar ke arah pintu kamar Agnes. Pak RT terlihat mengernyit, sedangkan beberapa warga saling berbisik, mencoba mencerna maksud ucapan itu. Fajar tetap berdiri tegap, seperti seorang pemimpin di tengah badai.

1
Hayurapuji
hallo semua, pembaca cerita fajar dan Agnes, yuks beri like dan komentarnya agar autor semakin semangat updatenya. terimakasih sebelumnya 🤗🤗
Hayurapuji
emmmmmm
Ismi Kawai
bagus banget, bikin betah bacanya!!!
Hayurapuji: terimakasih kakak
total 1 replies
Ismi Kawai
semangat shay ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!