Di tengah hujan deras yang mengguyur jalanan kota, Kinanti menemukan seorang anak kecil yang tersesat. Dengan tubuhnya yang menggigil kedinginan, anak itu tampak sangat membutuhkan bantuan. Tak lama kemudian, ayah dari anak itu muncul dan berterima kasih atas pertolongan yang ia berikan.
Meskipun pertemuan itu sederhana, tidak ada yang tahu bahwa itu adalah awal dari sebuah kisah yang akan mengubah hidup mereka berdua. Sebuah pertemuan yang membawa cinta dan harapan baru, yang muncul di tengah kesulitan yang mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rhtlun_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9
Julian merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan wajah yang masih menyimpan kekesalan. Hanah benar-benar membuatnya jengah. Baru saja tadi siang wanita itu muncul tanpa pemberitahuan di kantornya, dan kini, malam ini, ia kembali muncul di rumahnya.
Julian merasa lelah dengan sikap Hanah yang terus mendesaknya, meskipun ia sudah jelas-jelas menolak. Dengan berat hati, ia mencoba memejamkan mata, berharap bisa melupakan sejenak kekesalannya. Tak lama, Julian pun terlelap dalam tidurnya.
*******
Pagi tiba dengan sinar matahari yang lembut menyusup melalui jendela. Julian terbangun dengan perasaan yang sedikit lebih tenang. Setelah membersihkan diri, ia melangkah keluar dari kamar menuju ruang makan.
Di sana, ia menemukan pemandangan yang menenangkan, Kinanti tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk Kenzo. Wajahnya tampak tenang dan penuh perhatian saat menuangkan susu ke dalam gelas Kenzo.
Kenzo duduk di meja makan, tampak ceria. Saat melihat ayahnya datang, ia tersenyum lebar. Julian balas tersenyum dan mengambil tempat duduk di samping putranya.
"Selamat pagi, Kinanti." Sapa Julian dengan nada ramah.
Kinanti menoleh dan membalas dengan sopan, "Selamat pagi, Tuan Julian."
Melihat Julian sudah duduk, Kinanti bertanya dengan lembut, "Apakah Tuan Julian ingin saya siapkan sarapan juga?"
Julian mengangguk. "Terima kasih, Kinanti."
Kinanti segera mengambil piring dan mulai menyajikan makanan untuk Julian. Ia meletakkan sepiring nasi goreng dan roti panggang di depannya. "Silakan, Tuan Julian. Semoga anda menyukainya." Ujarnya dengan senyum ramah.
Julian mengangguk lagi, mengucapkan terima kasih sebelum mulai menyantap sarapannya. Di saat yang sama, Marta dan Adam turun dari lantai atas, bergabung di meja makan. Mereka mengambil tempat di seberang Julian dan Kenzo.
"Selamat pagi, semuanya." Sapa Marta dengan hangat.
"Selamat pagi, Ma, Pa." Julian menjawab sambil tersenyum.
Kinanti dengan sigap menyiapkan sarapan untuk Marta dan Adam. Setelah semua duduk dengan nyaman, sarapan bersama dimulai. Suasana pagi itu terasa hangat meski sedikit tenang.
Kinanti duduk di samping Kenzo, dengan sabar menyuapi anak itu. Kenzo tampak menikmati setiap suapan dari Kinanti. Wajahnya ceria dan penuh kebahagiaan. Julian memperhatikan mereka dengan rasa syukur. Ia senang melihat Kenzo begitu bahagia sejak kehadiran Kinanti di rumah mereka.
Setelah selesai sarapan, Kinanti membawa piring-piring kotor ke dapur. Di sana, ia bertemu dengan Bi Inah, pelayan yang telah lama bekerja di rumah itu. Bi Inah adalah seorang wanita paruh baya yang ramah dan penuh perhatian. Ia tersenyum lebar saat melihat Kinanti membawa piring-piring kotor.
"Kinanti... Terima kasih sudah membantu mengurus Kenzo." Ucap Bi Inah dengan tulus.
Kinanti membalas senyuman itu. "Bi Inah... Saya senang bisa membantu. Kenzo adalah anak yang baik."
Bi Inah mengangguk pelan. "Saya salut dengan kamu. Dalam waktu singkat, kamu bisa membuat Kenzo merasa nyaman. Itu tidaklah mudah, terutama setelah kehilangan ibunya."
Kinanti merasa terharu mendengar pujian itu. "Terima kasih, Bi Inah. Saya hanya berusaha melakukan yang terbaik untuk Kenzo."
Setelah membersihkan piring-piring, Kinanti kembali ke ruang tamu. Di sana, ia melihat Kenzo sedang bermain dengan mainannya. Julian masih duduk di meja makan, berbicara dengan Marta dan Adam. Suasana pagi itu benar-benar terasa damai.
Kinanti memutuskan untuk bergabung dengan Kenzo, duduk di samping anak itu dan menemani bermain. Kenzo tersenyum lebar saat Kinanti bergabung.
"Apakah Kakak ingin bermain denganku?" Tanya Kenzo dengan mata berbinar.
"Tentu saja, Kenzo." Jawab Kinanti dengan senyum. Mereka bermain bersama dengan penuh keceriaan.
Sementara itu, Julian memperhatikan mereka dari kejauhan. Ia merasa bersyukur memiliki Kinanti di rumah mereka. Kehadiran wanita itu membawa kebahagiaan bagi Kenzo, sesuatu yang sulit didapatkan setelah kehilangan ibunya. Julian tahu, keputusan untuk mempekerjakan Kinanti sebagai pengasuh Kenzo adalah keputusan yang tepat.
Pagi itu berakhir dengan penuh kebahagiaan. Kinanti, Kenzo, Julian, Marta, dan Adam menikmati waktu bersama dengan suasana yang hangat.
Bagi Kinanti, hari itu adalah awal dari perjalanan baru yang penuh tantangan, namun juga penuh dengan harapan dan kebahagiaan.
Setelah selesai sarapan, Julian bangkit dari kursinya, merapikan jasnya, dan bersiap untuk pergi ke kantor. Ia menatap keluarganya sejenak sebelum berbicara.
"Aku akan berangkat ke kantor sekarang." Ujarnya.
"Kinanti, terima kasih juga sudah menyiapkan semuanya dengan baik."
Kinanti mengangguk sopan. "Sama-sama, Tuan Julian."
Kenzo, yang sedang asyik bermain, mendongak dan berlari kecil menghampiri ayahnya. "Daddy mau ke kantor? Aku akan merindukan Daddy." Katanya dengan nada manja.
Julian berlutut untuk meraih putranya dalam pelukan singkat. "Daddy juga akan merindukanmu, Kenzo. Tapi, kamu punya Kak Kinanti di sini untuk menemanimu, kan?"
Kenzo mengangguk patuh, meski sedikit berat melepas ayahnya. "Baik, Daddy."
Julian berdiri kembali, memberi senyuman kepada Kinanti. "Kinanti, tolong jaga Kenzo. Jika ada apa-apa, jangan ragu untuk menghubungiku."
"Baik, Tuan Julian. Saya akan menjaga Kenzo dengan baik." Jawab Kinanti dengan tegas.
Setelah berpamitan dengan semuanya, Julian melangkah keluar rumah dan menuju mobilnya. Perjalanan ke kantor ditempuh dengan tenang.
Sesampainya di kantor, David, asisten setianya, sudah menunggu di depan pintu masuk. Begitu melihat Julian, David berjalan mendekat dengan wajah yang sedikit gugup.
"Selamat pagi, Tuan Julian." Sapa David, kemudian melanjutkan dengan laporan, "Tadi pagi Nona Hanah datang ke kantor. Saya sudah mengatakan bahwa Anda sedang tidak ada, jadi dia pun pulang."
Julian berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, dan menatap David dengan pandangan lelah.
"Hanah lagi?"
David mengangguk pelan. "Saya minta maaf jika ini mengganggu Anda."
Julian menggelengkan kepala, mencoba menenangkan pikirannya. "Bukan salahmu, David. Terima kasih sudah mengurusnya. Tapi ini mulai melelahkan. Aku harus bicara lagi dengan Mama soal ini."
David mengikuti langkah Julian menuju lift. "Apakah Anda ingin saya mengatur pertemuan dengan Hanah untuk menjelaskan langsung kepada beliau?"
Julian menimbang sejenak sebelum menjawab. "Tidak perlu. Aku sendiri yang akan menyelesaikannya. Dia harus memahami bahwa tidak ada tempat untuknya di sini."
Lift tiba di lantai atas, dan Julian melangkah keluar dengan David di belakangnya. Mereka masuk ke ruang kerja Julian, di mana berkas-berkas sudah menumpuk di meja. Julian duduk di kursinya, mencoba untuk fokus pada pekerjaannya.
"Tuan Julian, apakah ada hal lain yang perlu saya lakukan hari ini?" Tanya David, berdiri di dekat meja dengan sikap siaga.
Julian menggeleng pelan. "Tidak, David. Terima kasih. Pastikan saja aku tidak diganggu lagi hari ini, kecuali ada hal yang sangat penting."
"Baik, Tuan. Saya akan memastikan hal itu." Jawab David sebelum beranjak keluar dari ruangan.
Julian duduk sendirian, menghela napas panjang. Ia merasa lelah dengan semua drama yang terus muncul. Fokusnya adalah pada Kenzo dan pekerjaannya, bukan hubungan yang dipaksakan seperti yang diinginkan ibunya dengan Hanah.
Ia mengambil beberapa berkas di mejanya, mencoba membenamkan dirinya dalam pekerjaan. Namun, bayangan Kinanti yang sedang bermain dengan Kenzo tadi pagi terus berkelebat di pikirannya. Wanita itu membawa kedamaian di tengah kekacauan yang ia alami.
Julian tersenyum kecil, menyadari bahwa kehadiran Kinanti di rumahnya bukan hanya membawa kebahagiaan bagi Kenzo, tetapi juga untuk dirinya.