Mendapati keponakannya yang bernama Sisi divonis leukemia dan butuh donor sumsum tulang, Vani membulatkan tekad membawanya ke Jakarta untuk mencari ayah kandungnya.
Rani, ibu Sisi itu meninggal karena depresi, tanpa memberitahu siapa ayah dari anak itu.
Vani bekerja di tempat mantan majikan Rani untuk menguak siapa ayah kandung Sisi.
Dilan, anak majikannya itu diduga Vani sebagai ayah kandung Sisi. Dia menemukan foto pria itu dibuku diary Rani. Benarkah Dilan adalah ayah kandung Sisi? Ataukah orang lain karena ada 3 pria yang tinggal dirumah itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TAK BELAJAR DARI PENGALAMAN
Vani menatap pantulan wajahnya dicermin almari. Riasan tipis diwajah membuatnya terlihat lebih segar. Mengambil lip ink dipouch make up miliknya lalu mengolesnya tipis dibibir.
"Bibi cantik sekali." Pujian Sisi membuat Vani tersentak kaget. Dia baru tahu kalau ternyata, Sisi memperhatikannya sejak tadi. Dia pikir ponakannya itu sedang sibuk bermain boneka.
Vani tersenyum simpul melihat penampilannya. Ada apa dengan dirinya? Hanya karena akan keluar bersam Dilan, dia sampai dandan hampir sejam.
Tok tok tok
Ketukan dipintu membuat Vani dan Sisi langsung menoleh kesana. Dengan semangat tinggi, Sisi langsung membuka pintu, dia yakin jika yang mengetuk adalah Dilan. Dan ternyata dugaannya itu benar, Dilan sudah berdiri didepan pintu kamarnya dengan pakaian casual yang membuatnya terlihat semakin tampan.
"Om Dilan tampan sekali," puji Sisi sambil senyum malu-malu. Seperti cewek yang lagi kesengsem sama cowok tampan.
"Benarkah?"
"Hem," jawabnya sambil mengangguk malu.
"Ish, gemesin banget sih kamu," Dilan mencubit pelan pipi Sisi.
Vani yang sudah selesai dandan, mengambil tas slempang lalu menghampiri Sisi dan Dilan yang berdiri diambang pintu.
Dilan tak berkedip menatap Vani yang terlihat begitu cantik. Hari ini untuk pertama kalinya, dia melihat Vani dandan.
"Om Dilan, ayo." Dilan yang masih terpesona pada Vani, hanya diam saja. Sampai Sisi yang menyadari akan hal itu, langsung tertawa cekikikan. "Bibi aku cantik banget ya, Om?"
"I-i-iya." Mendengar itu, Vani langsung salah tingkah. Pipinya merona karena blush on ditambah malu. "Cantik sekali," puji Dilan langsung.
"Gimana gak cantik, Bibi dandan lamaaaa banget." Vani reflek memelototi Sisi saat bocah itu membuka kartunya. Harusnya dia bekap mulut mungil itu agar tak buka rahasia. Tapi sudah terlambat, sekarang, dia hanya bisa menunduk malu.
Dilan tersenyum simpul sambil menatap Vani. "Biasanya Bibi selalu dandan lama gini gak?" cowok itu seperti sengaja mengorek informasi.
"Enggak, Bibi gak pernah dandan, kecuali_"
"Kecuali apa?"
"Udah ayo berangkat." Tak mau Sisi keceplosan, Vani langsung menarik tangan keponakannya itu. "Katanya Sisi udah gak sabar mau lihat jerapah?" sengaja dia mengalihkan topik. Semalam Sisi tak bisa tidur sangking tak sabarnya ingin segera ke zoo. Menyebutkan satu persatu nama hewan yang ingin dia lihat sampai Vani ikut tak bisa tidur.
"Kecuali apa, Sisi?" Dilan masih terus bertanya sambil berjalan mengekor dibelakang Vani dan Sisi.
"Kecuali saat mau ke_" Vani membekap mulut keponakannya itu agar tak makin buka rahasia. Bisa malu dia kalau Dilan tahu dia hanya dandan saat mau kencan dengan pacarnya saja. Dan sejak putus, sudah sangat lama dia tidak dandan.
Langkah kaki Vani terhenti saat dihadapannya tiba-tiba muncul Bu Retno. "Mau kemana kalian?" tanya wanita itu sambil memperhatikan dandanan Vani dan Sisi yang tak seperti biasanya.
"Kami mau keluar, Mah," sahut Dilan.
"Bertiga?" Bu Retno menunjuk karah Vani dan Sisi. Melihat anaknya yang hanya diam, Bu Retno langsung menarik tangan Dilan. "Mama perlu bicara denganmu."
"Tunggu sebentar," ujar Dilan pada Vani dan Sisi. Dia mengikuti Bu Retno yang menarik lengannya menjauh.
"Katakan jika ini tak seperti yang Mama pikirkan?" tanya Bu Retno.
"Kalau iya kenapa?" sahut Dilan santai.
"Jangan gila kamu," sentak Bu Retno. "Ternyata kejadian Rani tak bisa membuatmu belajar dari pengalaman."
Dilan menggeleng, "Mama salah kalau bilang aku gak belajar dari pengalaman. Justru karena kejadian Rani, aku jadi tahu seperti apa rasanya kehilangan, dan aku tak akan pernah mengulangi kesalahanku sampai aku kehilangan lagi," tekan Dilan. Dulu dia masih bodoh, tak tahu jika dibalik paksaan melanjutkan kuliah di US, ada tujuan tersembunyi, yaitu memisahkan dia dengan Rani.
"Ingat, kamu sudah bertunangan. Fara akan kembali ke Indonesia bulan depan, Mama mau kalian segera menikah."
"Aku tak_" Kalimat Dilan menguap diudara saat melihat Vani berada tak jauh darinya dan sedang menatapnya. Dia yakin Vani mendengar ucapan mamanya tadi, kalau dia sudah punya tunangan. "Dilan tak peduli. Dilan hanya akan menikah dengan wanita pilihan Dilan," ujarnya lantang sambil menatap Vani. "Jangan melakukan apapun yang bisa membuat Dilan kecewa sekali lagi. Karena Dilan bisa melakukan hal diluar nalar yang Mama tak akan pernah duga." Dilan pergi menghampiri Vani setelah mengatakan itu.
"Ayo pergi." Dia menarik tangan Vani menyusul Sisi yang sudah menunggu didepan.
Bu Retno menatap nanar punggung Dilan dan Vani yang makin menjauh. Tangannya mengepal kuat melihat genggaman tangan mereka. Dia memejamkan mata sambil mengurut pungkal hidungnya. Sepertinya dia yang tak bisa belajar dari pengalaman. Harusnya tak mempekerjakan asisten rumah tangga yang masih muda dan cantik, agar kejadian 7 tahun yang lalu tak terulang kembali.
Sisi girang melihat Dilan dan Bibinya datang. Dengan sangat bersemangat, dia berjalan lebih dulu menuju mobil Dilan yang terparkir dihalaman.
"Tunggu dulu." Vani menarik tangannya dari genggaman Dilan, membuat langkah pria itu langsung terhenti. "Apa Mas Dilan sudah punya tunangan?"
"Kemarin, tapi hari ini sudah tidak, sudah putus," sahut Dilan santai.
"Hah?" Vani bingung dengan kalimat tersebut.
"Sudahlah ayo, Sisi udah nungguin itu." Dilan berjalan lebih dulu, meninggalkan Vani yang masih ragu untuk lanjut ke zoo. Dia tak mau menjadi orang ketiga dalam hubungan Dilan.
"Sisi mau duduk didepan gak, deket Om?" tanya Dilan sambil membuka pintu depan.
"Mau, mau." Sahut Sisi girang.
Melihat Sisi sudah masuk kedalam mobil, mau tak mau Vani ikut. Karena sudah ada Sisi didepan, dia duduk dibangku belakang.
mereka hrs menuai apa yg mereka tanam
tanpa tau kejelasan yg sesungguhnya ny.
kasihan Rani jd depresi gara2 ulah Ret o.
bersiap lah. karma menantiu Retno
kang Dilan..
Retno... apa yg kau tanam itu lah yg kau tuai
hanya Autor lah yg tau..
di biarin takot kena salahin di tolong takot si Dilan nyari kesempatan