Ketos Itu Suamiku

Bab. 33

"Stop stop!" teriak Rinda ketika mobil yang mereka tumpangi melewati sebuah halte bus.

Membuat pria yang duduk di balik kemudi menoleh kaget dan langsung menginjak rem. Hingga membuat tubuh mereka tersentak ke depan. Sangking mendadaknya. Beruntung, di belakang mobil yang mereka tumpangi tidak ada mobil lain. Masih jauh jaraknya.

"Kenapa?" tanya Ghani dengan nada ketus. Eh, bukan. Lebih tepatnya pria itu sedikit kesal dengan sikap Rinda. Di tambah lagi tangan gadis itu yang main tarik lengannya. Sangat berbahaya sekali.

"Gue turun di sini aja!" ucap Rinda sambil merapikan seragamnya dan meraih tas slempang.

Sedangkan Ghani mengangkat satu alisnya. Menatap intens ke arah gadis itu. Ulah apa lagi sekarang yang akan dia buat. Pikir Ghani.

Sementara Rinda yang mengerti Ghani bingung dengan sikapnya, pun gadis itu segera menjelaskan.

"Gue udah nggak mau debat lagi sama lo ya, Kak. Jadi, mending buka pintunya sekarang juga. Karena gue udah capek dari pagi debat mulu sama lo," ucap Rinda. "Mending gue turun di sini aja. Daripada nanti fans lo liat gue turun dari mobil lo. Yang ada itu badut ngelabrak gue." cerocos Rinda lagi.

Ghani mengernyitkan kening. "Badut?" ulang pria itu.

Rinda yang baru sadar keceplosan pun langsung menutup mulutnya lalu tersenyum tanpa rasa bersalah.

"Enggak. Udah, bukain pintunya," pinta Rinda lagi mengalihkan pertanyaan Ghani.

Ghani sendiri juga tidak keberatan. Toh, mereka berangkat bareng juga atas desakan dari mama Ayumna tadi. Daripada mereka mendengar ceramah di pagi hari, sedangkan sebelumnya tadi sudah berdebat sewaktu di kamar, akhirnya mereka menurut saja.

Rinda segera keluar dari mobil Ghani. Gadis itu pun berjalan ke arah halte yang ada di belakang mobil suaminya tersebut.

Ghani tidak langsung pergi. Dengan sengaja menunggu paling tidak melihat ada bus yang menepi lebih dulu baru ia mengemudikan mobilnya.

Namun, belum ada lima menit Rinda keluar dari mobilnya, gadis itu tampak menggedor kaca mobil di sisi kiri. Ghani membuka kaca jendela mobil sebelah kiri. Bertanya dengan tatapan matanya.

Rinda meringis malu sambil mengulurkan tangannya ke arah Ghani. Ghani terdiam, lalu menyambut tangan gadis itu yang ia pikir Rinda mau salim dulu sebelum pergi.

"Ih, apaan sih!" sahut Rinda sedikit ketus. Menepis tangan Ghani dengan sedikit keras. Membuat Ghani semakin tidak mengerti. "Gue nggak sedang mau salim sama lo. Ge-eran banget sih jadi orang."

"Lha terus apa kalau bukan mau salim?" tanya Ghani jengah dengan sikap random gadis ini.

Raut muka gadis itu yang semula kesal, berubah begitu cepat di saat ada maunya. Terlihat sekarang Rinda tersenyum malu ketika ingin mengutarakan kemauannya.

"Apa?" tanya Ghani sedikit nyolot. Seketika Rinda pun mencebik.

"Ck! Perasaan kalau liat suami orang-orang itu pada kalem sama istrinya. Kalau ini mah kayak ngajak perang mulu perasaan," gumam Rinda dengan suara keras.

"Tergantung sikap istrinya!" sahut Ghani yang mulai tersulut emosi atas sikap Rinda yang subhanallah banget.

"Udah, ah! Bukan itu yang penting sekarang." putus Rinda.

Sedangkan Ghani masih menunggu gadis itu mau berbicara apa.

"Mau minta duit buat bayar busnya nanti. Sekalian buat jajan di kantin," pinta Rinda tanpa menatap ke arah Ghani. Karena gadis itu merasa sangat malu saat ini. Baru dua hari menjadi pasangan suami istri, tetapi sudah minta-minta. Batinnya.

Ghani menghela napas, lalu mengambil dompet yang ada di saku celana.

"Nih!" dia pun mengulurkan sebuah card berwarna hitam dan sebagian berlapis warna emas.

Sontak, Rinda melotot dan semakin menyolot.

"Gue tuh minta uang, bukan kartu, Kak! Mana bisa bayar bus makai kartu. Aneh banget sih jadi orang," omel Rinda.

Sementara Ghani terbengong melihat Rinda yang menolak kartu tanpa batas darinya. "Ada ya, manusia kayak gini?" gumamnya lirih sambil menggeleng.

"Lo itu yang aneh. Orang minta uang malah dikasih kartu," balas Rinda dengan wajah kesal. Lalu ia melihat sebuah bus yang akan berhenti di halte. "Ih, cepetan! Nanti gue ditinggal!" desak Rinda kemudian.

Dengan malas dan pikiran yang entah seperti apa mengenai gadis ini, Ghani pun memasukkan kembali kartunya dan mengambil tiga lembar uang kertas berwarna merah.

"Ini, kurang ap—"

"Udah, satu aja! Makasih!" ucap Rinda setelah mengambil satu lembar dengan nominal seratus ribu tersebut. Lalu gadis itu berlari meninggalkan Ghani yang masih membeku menatapnya dari spion.