Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bermesraan di lobby
Deandra mengayunkan tangannya untuk menekan kembali tombol lift, dengan hati yang terpaksa wanita berkacamata itu pun masuk ke dalam lift dan menuju lantai 10 di mana ruang CEO berada.
Setibanya di lantai 10, dia memaksakan kakinya untuk bergerak menuju ruang CEO.
“Selamat siang Mbak Gigi, saya mau titip laporan keuangan untuk Pak Ernest,” ucap Deandra saat menghampiri meja sekretaris CEO.
Gigi yang sedang menatap layar komputer, menggerakkan bola matanya menuju Deandra. “Oh laporan ini sudah ditunggu, kamu langsung masuk saja ke dalam, sudah ditunggu sama Pak Ernest,” jawab Gigi.
“S-saya harus antar berkas ini ke dalam Mbak?” tanya Deandra untuk lebih memastikan.
“Iya, langsung saja,” jawab Gigi sembari menunjuk ke arah pintu ruang CEO.
Terpaksa, sungguh berat hati bagi Deandra tapi harus dia lakukan. Diambil kembali map laporan yang sudah dia letakkan di meja sekretaris, kemudian menyeret kedua kakinya untuk masuk ke dalam ruangan CEO.
Pintu ruangan pun dia ketuk, setelah ada sahutan dari dalam baru dia berani masuk ke dalam. Di saat pintu ruangan terbuka tampak suasana yang amat serius, ada beberapa manajer berada di ruangan Papa Ernest ditambah lagi dengan kehadiran suaminya bersama kedua karyawannya. Sejenak Papa Ernest menatap siapa yang masuk ke dalam ruangannya.
“Permisi Pak Ernest, saya ingin mengantar laporan keuangan yang Bapak minta dari Pak Wheno,” ucap Deandra begitu formal layaknya bawahan ke atasan.
“Tolong bawa ke sini laporannya,” pinta Papa Ernest yang berada di meja meeting. Deandra melangkahkan kakinya menuju ke sana dan berusaha untuk tidak menatap wajah dingin Aidan yang sejak tadi memperhatikan dirinya.
Papa Ernest mengernyit saat melihat kedua tangan anak angkatnya diperban. “Tangan kamu kenapa Dea? jika sakit segera bawa ke klinik,” ucap Papa Estern dengan menunjukkan ekspresi wajah datarnya tapi hatinya ada rasa khawatir, sembari menerima beberapa map dari tangan Deandra.
“Hanya sedikit kecelakaan saat di rumah, kalau begitu saya permisi, Pak Ernest,” jawab Deandra, dia memilih bergegas keluar dari ruangan. Papa Ernest langsung menatap menantunya, namun Aidan terlihat biasa saja.
“Jangan harap kamu bisa mengadu dengan Papa angkatmu, dan mencari simpati dengannya,” batin Aidan geram. Pikiran Aidan sudah berprasangka buruk pada Deandra.
Rapat perusahaan Papa Ernest dengan Aidan pun dimulai, saat rapat berjalan Aidan banyak pegang kendali karena pria arogan itu salah satu pemegang saham yang terbanyak di perusahaan Nusantara. Hampir satu jam rapat berjalan, dan menghasilkan keputusan jika Aidan berhak memegang kendali dan berkantor di perusahaan mertuanya. Papa Ernest tidak bisa menjawabnya, karena saham miliknya hanya sedikit, jadi dia harus tunduk dengan menantunya.
Usai rapat kerja, Papa Ernest dan Aidan lanjut makan siang di ruang CEO tanpa ditemani siapa pun, hanya mereka berdua.
“Pah, apa pun yang aku lakukan terhadap Deandra jangan pernah ikut campur atau ingin tahu!” kata Aidan, nada suaranya memang pelan tapi penuh penekanan.
Papa Ernest yang baru saja mau mengarahkan sendok makan ke mulutnya sesaat berhenti, lalu pria paruh baya itu menatap wajah menantunya tersebut. “Berarti saat anak saya terluka, tidak berhak tahu juga,” balas Papa Ernest.
“Ya begitulah, jika perusahaan ini tetap ingin berdiri kokoh di sini, kecuali jika Papa memang ingin mengakhiri bisnis yang sudah lama di bangun ini, lagi pula bukankah Deandra hanyalah anak angkat yang tidak jelas asal usulnya!” Aidan menyeringai tipis, kemudian menyipitkan kedua matanya ke mertuanya.
“Anak angkat tidak perlu disayang-sayang, apalagi dia telah mencelakakan anak kandung Papa sendiri,” lanjut kata Aidan. Sepertinya pria lumpuh itu lupa dengan ancaman yang baru saja dia lontarkan bukankah Papa Ernest ayah kandung dari istri yang sangat dia cintai yaitu Poppy, kenapa harus mengancam akan membuat perusahaan mertuanya, lagi pula Deandra hanya anak angkat kenapa harus diperbesar masalahnya!
Lupa! mungkin kata ini paling tepat buat Aidan karena rasa bencinya dengan Deandra, dia lupa akan istri yang dicintainya si Poppy, jika dia menghancurkan perusaahan mertuanya sama saja menyakiti hati Poppy! Ingat Aidan benci bisa berubah menjadi cinta, cinta bisa menjadi benci.
Papa Estern bergeming, tidak menyanggah kata-kata menantunya. Walau di lubuk hatinya juga tidak tega jika anak angkatnya semakin tersiksa, tapi faktanya memang menjadi tempat pelampiasan emosi menantunya. Sejenak Papa Ernest mendesah diliputi hati yang gamang.
Makanan yang ada di atas piring belumlah habis disantap oleh pria lumpuh itu, karena berhubung apa yang ingin dia katakan dengan mertuanya sudah tercapai, pria itu berpamitan untuk kembali ke perusahaannya.
“Saya tidak akan ikut campur urusanmu dengan Deandra, tapi izinkan Deandra sesekali membantu menjaga Poppy di rumah sakit jika dia ada waktu senggang,” pinta Papa Ernest di saat Aidan sudah mendekati ambang pintu ruangannya.
“Akan aku pikirkan, dan segera siapkan ruangan buatku selama aku berkantor di sini,” jawab Aidan begitu dingin serta angkuh, dan tak menoleh ke belakang kembali. Setelah itu Lucky masuk kembali ke ruangan CEO dan membantu mendorong kursi roda Aidan meninggalkan ruangan papa mertuanya.
Papa Ernest menarik dasinya agar sedikit longgar, dan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. “Bianca, maafkan aku harus mengorbankan anakmu, aku tidak bermaksud begini, aku sudah gagal Bianca,” gumam Papa Estern ada rasa menyesal, lalu dia mengusak rambut yang mulai memutih itu.
Sementara itu di lobby, Deandra yang baru saja menyelesaikan makan siangnya bersama Freya di luar perusahaan terlihat sedang memasuki lobby perusahaan.
“Deandra,” panggil seseorang dari balik punggungnya. Wanita berkacamata itu pun menoleh ke belakang. Tiba-tiba saja wajah Deandra menjadi pias melihat pria yang memanggil namanya, hatinya sangat merindukannya setelah beberapa hari tidak bertemu.
Deandra menghentikan langkah kakinya dan membiarkan pria yang memiliki paras tampan itu menghampirinya, dari kejauhan pria itu tersenyum lebar padanya.
“Aku kangen sama kamu, Dea,” ucap pria itu saat sudah tak ada jarak di antara mereka berdua.
Deandra mengulas senyum tipis di wajahnya. “Aku juga kangen sama Mas Arik,” jawab sesuai isi hatinya.
“Kapan balik dari Surabaya-nya, Mas?” tanya Deandra.
“Tadi pagi ... dan ini baru sekarang tiba di sini,” jawab Arik, pria berusia 29 tahun ini bekerja di perusahaan yang sama dengan Deandra dan menjabat sebagai asisten manager marketing.
Arik menurunkan pandangannya ke bawah, lalu menarik kedua tangan Deandra. “Tangan kamu kenapa?” tanya Arik dengan tatapannya yang menyelidik.
“Ada kecelakaan sedikit tadi di rumah, tidak sengaja ke senggol vas dan kena pecahan beling nya,” jawab Deandra berdusta.
“Pasti sangat sakit rasanya, sudah di bawa ke klinik?” tanya Arik, tangannya mengusap lembut tangan Deandra.
“Belum, tapi ini sudah diobati kok Mas,” jawab Deandra apa ada. Selagi mereka berdua berbincang di tengah lobby, dari kejauhan tepatnya baru keluar dari lift, Aidan menyipitkan kedua netranya agar lebih jelas melihat sosok wanita yang dia kenal dengan seorang pria yang bertubuh tinggi namun tidak terlalu besar seperti dirinya.
Aidan dengan kedua netranya sendiri bisa melihat tangan pria itu mengusap telapak tangan Deandra yang berbalut perban itu, serta tersenyum hangat dengan istri keduanya. Pria arogan itu pun tersenyum jahat melihatnya.
"Ck ... tidak ingat dengan statusnya yang sudah menikah! Enak-enakan dia bermesraan di depan umum!" geram batin Aidan sendiri.
Aidan bersama asisten dan sekretarisnya melewatinya, tapi ...
“Aaauww,” teriak Deandra, kaki kanannya seketika dia jinjit karena kesakitan.
“Pak Aidan, selamat siang,” sapa Arik ketika melihat kursi roda Aidan berhenti, sangat dekat dengan posisi Deandra berdiri.
Ekspresi wajah Deandra yang sedang meringis kesakitan, perlahan agak berubah setelah melihat kehadiran pria lumpuh itu, ternyata Aidan telah sengaja salah satu roda kursinya menginjak kaki kanan Deandra.
“Sungguh keterlaluan!” batin Deandra, menahan emosinya.
Aidan melirik tajam ke arah Deandra, dan wanita berkacamata itu pun menantang balik menatap pria itu dengan sorot mata yang tajam juga, tidak ada rasa segan atau takutnya dengan pria lumpuh itu.
“Berani sekali kamu dekat-dekat dengan pria lain di hadapanku!” batin Aidan memanas sendiri. “Sok cantik sekali di depan pria ini!
bersambung ...
"Mau apa lagi ini orang! Memangnya tidak cukup marah-marah di mansionnya!" geram batin Deandra.
keren thor..
aq suka ma novel2 mu.....
sukses selalu thor...../Heart//Heart//Heart//Heart/