Maha Rani Larasati rela menikah dengan Daniel Nur Indra seorang duda ber anak satu tapi jauh dari kata bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trisubarti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 12
"Mbak e, ayo kita cari makan! mau di mana? di restaurant, atau di cafe?" Bambang memberikan pilihan.
"Di sini saja, tuh ada gerobak bubur" Rani menunjuk tukang bubur keliling.
"Weh! ndak apa-apa gitu? kalau Mbak e makan di pinggir jalan?" Tanya Bambang heran, sebab rumah Rani kemarin cukup mewah, biasanya orang gendongan tidak mau makan sembarangan.
"Nggak apa-apa bang, memang abang pikir saya ini siapa, konglomerat? saya ini orang dari kampung, dulu suka makan di pinggir sawah" "Makan tempe jatuh ke tanah di usap-usap di tiup terus dimakan." Tutur Rani.
"Ahahaha....Mbak e lucu" Bambang tertawa terbahak-bahak.
"Memang Mbak e dari kampung mana to?" Tanya Bambang sambil memesan bubur.
"Dari Jogja" Jawab Rani sambil menarik kursi, di depan Ruko masih ada kursi panjang.
"Wo alah... kita ternyata tetangga kampung yo Mbak e" kata Bambang ikut duduk di kursi yang sama."
"Tetangga kampung dari mana? jauh kali?? Jawab Rani bingung, dari Semarang ke Yogyakarta masih di tempuh 3 jam, mana bisa di bilang dekat.
Tidak Lama pesanan bubur datang.
"Mbak, Mas, ini buburnya" Tukang bubur menyerahkan dua mengkok bubur.
"Oh njeh! matur swon Mas e" Bambang meletakkan bubur di samping Rani dan yang satu lagi ia makan sendiri.
Mereka makan saling diam, selesai makan Bambang membeli air mineral gelasan di warung sembako seberang jalan.
"Mbak bukan orang sini ya, soalnya saya baru lihat?" Tanya Tukang bubur.
"Bukan Mas, saya dari BSD" jawab Rani menahan pedas, menunggu air dari Bambang.
"Oh dari kota ya?" Tanya Tukang bubur.
"Di kawasan itu kawasan elite loh Mbak." Ucapnya.
"Dikota mau di Desa sama saja Mas" Jawab Rani.
"Mas tinggalnya di dekat sini?" Tanya Rani.
"Betul Mbak, kontrak Rumah di ujung jalan sana," Tutur tukang bubur.
"Oh berarti abang tau, kalau jualan di sini kira - kira ramai tidak Mas?"
"Oh Ramai sekali Mbak, Ruko ini kemarin di kontrak tukang baso sama mie ayam, laris manis tapi sayang! Ruko ini mau di jual jadi di suruh di kosong kan oleh pemilik." Tutur tukang bubur.
"Mbak yang beli Ruko ini ya?" Tukang bubur menerka - nerka, orang dari BSD sampai kesini mau apa lagi kalau bukan beli Ruko ini? Pikirnya.
"Iya Mas kita nanti tetanggaan" Rani melihat keadaan sekitar walaupun Ruko ini agak kedalam tetapi sangat ramai. Dikunjungi oleh para perkerja project. Sepertinya mereka sedang mencari makanan dan minuman.
Rani tersenyum ia sudah ada bayangan langkah apa yang harus ia ambil untuk merintis usahanya.
Tidak lama kemudian Bambang datang menyerahkan air mineral kepada Rani.
"Oh berarti Mbak sama Mas mau jualan di sini ya?"
"Kenapa tidak di BSD saja Mbak jualannya, disana bukanya lebih menjanjikan ya?"
"Nggak lah bang, di sana satu Ruko tipe ini bisa sampai 1M harganya." Jawab Rani.
"Sekarang kita mau kemana lagi Mbak e?" Tanya Bambang menyela obrolan Rani dan tukang bubur.
"Antar saya ke bank ya, mencairkan deposito."
"Siap antar Mbak e" Bambang memberi tanda hormat.
Rani tersenyum melihat kekonyolan Bambang. Bambang kembali menjalankan mobilnya menuju salah satu bank. Setelah selesai urusannya Rani kembali masuk ke dalam mobil.
Rani senang akhirnya transfer ke rekening pemilik Ruko.
Deposito miliknya selama bekerja di rumah Daniel dulu selama hampir 4 tahun ada 150 juta, untuk membayar dp Ruko.
Hasil jualan online sisa untuk membayar kuliahnya ada 30 juta.
Ini rencananya akan ia gunakan untuk modal tetap dan modal jalan.
Rani membulatkan tekadnya, akan melanjutkan usahanya. Sama sekali tidak menggunakan uang milik suaminya.
Perhiasan paket komplit peninggalan Ibunya yang berkisar 50 juta masih aman.
"Mbak e, kita kemana lagi?" Bambang membuyarkan lamunan Rani.
"Langsung jemput anak saya ya bang"
"Woalah...Mbak e, sudah punya anak yang besar, tak pikir kemarin itu anak pertama, tapi kok Mbak e masih muda banget ya." Kata Bambang heran masak Rani sudah punya anak yang besar.
"Iya bang anak saya sudah kelas tiga" "Tapi nanti jangan bilang apa-apa dengan anak saya masalah pembelian Ruko ya."
"Siap Mbak Rani"
"Mbak saya shalat dzuhur di Masjid depan itu dulu ya..."
"Okay, ngomong-ngomong abang nggak apa-apa nih kalau saya terus merepotkan" Tanya Rani merasa tidak enak.
"Tapi tenang bang hitung semua kerugian abang! nanti saya bayar semua." Kata Rani.
"Ndak usah di pikirin to Mbak, saya tulus loh" Bambang berbicara jujur di lihat dari tatapan matanya.
Bambang shalat dzuhur di Masjid. Setelah selesai, kembali melanjutkan perjalanan menjemput Icha di sekolah.
"Masih kurang 15 menit lagi bang Icha baru keluar, atau gini saja saya bayar semua, lalu abang mencari penumpang yang baru, nanti saya naik taksi yang lain." Rani memberi usulan.
"Ndak apa-apa Mbak, tenang ae, saya tungguin" jawab Bambang.
Tidak lama kemudian Daniel datang menghampiri Rani. Ia menatap Bambang tajam.
Bambang menatap Rani untuk minta bantunya bcara.
"Waduh bojone Mbak Rani ini sepertinya, kalau sampai salah paham mati aku. Tapi kan aku kerja harus profesional. Aahh masa bodoh sing penting aku tidak pernah berbuat yang tidak benar.
"Bang ini saya bayar, suami saya sudah jemput, terima ya" Rani membayar ongkos taksi. Bambang tidak banyak bicara. Setelah mendapatkan uang Bambang pergi meninggalkan Rani dan Daniel.
"Siapa laki-laki itu?" Tanya Daniel mengintimidasi.
Rani diam tidak menatap Daniel, mengamati pagar sekolah.
"Kalau di ajak bicara suami tuh di jawab! Jangan diam begitu!!" Tukas Daniel.
Rani menatap Daniel marah, rasa citanya seolah menguap berganti menjadi benci.
"Siapa laki-laki tadi?" Tanya Daniel sekali lagi.
"Sopir taksi! Tuan tidak lihat atau, pura-pura tidak lihat." Jawab Rani ketus kemudian mlengos kembali menatap pagar.
Daniel mendengus kesal dirinya dipanggil Tuan, oleh istrinya sendiri.
"Dari mana kamu?! dari pagi menunggu tapi kamu malah nglayap." Tukas Daniel.
"Buat apa? Tuan menunggu saya! sejak kapan Tuan peduli dengan saya?!" Rani semakin emosi.
"Dari mana anda kemarin-kemarin ketika saya membutuhkan anda?! Rani sudah ngos ngosan menahan rasa marah.
"Apa maksudmu?" Daniel menarik pundak Rani.
Rani menepis tangan Daniel.
"Lupakan! saya minta kita pisah" Entah kenapa kata-kata itu keluar dari mulut Rani.
Daniel terhenyak mendengar ucapan Rani. Yang Daniel tau istrinya wanita yang pemaaf. Semarah-marahnya tentu Daniel tidak mau mendengar kata itu keluar dari mulut salah satu dari mereka.
"Umi...Papa..." Icha berlari melihat Papa dan Uminya menjemputnya berdua. Dia pikir Daniel dan Rani sudah baikan.
Icha mencium punggung tangan Rani dan Daniel bergantian. Kemudian Rani menuntun Icha naik kedalam mobil.
Tetapi Rani duduk di belakang bersama Icha.
Daniel menarik nafas panjang kemudian berlalu meninggalkan sekolah.
"Umi kok duduk di belakang?" Tanya Icha. Tentu Icha ingin Rani duduk di sebelah Papanya.
"Pengen ngobrol sama Icha memang tidak boleh?"
Rani dan anak sambungnya saling bercerita. Daniel sama sekali tidak bersuara. Ia fokus menyetir tidak terasa sampai di depan rumah.
Sampai di rumah, mereka masuk kedalam kamar masing-masing.
Rani mengunci kamarnya setelah setelah bersih kemudian tidur.
Dari sore sampai malam Rani tidak mau gabung dengan mereka.
Hingga pagi tiba waktu subuh, Rani kebawah ambil air minum.
Daniel melihat istrinya buru-buru mengejarnya.
Mereka masuk kekamar, Daniel duduk di ranjang. Rani diam seolah tidak ada siapapun di kamarnya.
"Duduk lah, kita harus bicara" Daniel menepuk ranjang di sampingnya.
Rani mendudukan bokongnya dengan kasar. Rani juga tidak ingin masalah ini berlarut-larut. Rani ingin suaminya mencabut tuduhannya, terhadap dirinya dan mencari siapa pelaku sesungguhnya.
lumayan buat nambah penghasilan tambahan 🙏😭😭😭