Menjadi aktris baru, nyatanya membuat kehidupan Launa Elliza Arkana jungkir balik. Menjadi pemeran utama dalam project series kesukaannya, ternyata membuat Launa justru bertemu pria gila yang hendak melec*hkannya.
Untung saja Launa diselamatkan oleh Barra Malik Utama, sutradara yang merupakan pria yang diam-diam terobsesi padanya, karena dirinya mirip mantan pacar sang sutradara.
Alih-alih diselamatkan dan aman seutuhnya, Launa justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Barra, hingga ia terperosok ke dalam jurang penyesalan.
Bukan karena Barra menyebalkan, tapi karena ia masih terikat cinta dengan sahabat lamanya yaitu Danu.
“Lebih baik kau lupakan kejadian semalam, anggap tidak pernah terjadi dan berhenti mengejarku, karena aku bukan dia!” ~Launa Elliza
“Jangan coba-coba lari dariku jika ingin hidupmu baik-baik saja.” ~ Barra Malik Utama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erma Sulistia Ningsih Damopolii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 11 Hancur Bersamaan
Selepas kepulangan Launa, Barra bersiap-siap menuju lokasi syuting namun begitu masuk mobil hati Barra semakin merasa bersalah kala melihat bekas noda darah di kursi depan mobil.
“Ternyata, aku benar-benar sudah menghancurkan masa depannya.” Batin Barra memandang iba bercak darah itu.
Barra pun mengambil tisue basah dan menyeka bekas darah tersebut hingga tak berbekas lagi, lalu kemudian ia menaiki mobil tersebut untuk menuju rumah Darius terlebih dahulu.
Tak butuh waktu lama untuk Barra sampai di rumah Darius. Begitu sampai di depan pintu, Bara menekan bel pintu hingga Darius membukanya.
“Bara?”
“Dar, boleh aku masuk? Ada yang ingin aku tanyakan.”
“Baiklah silahkan.” Ujar Darius lalu Bara pun mengikuti langkah Darius untuk masuk.
“Duduklah, aku mau mengambil kopi.” Ujar Darius lalu kemudian berlalu meninggalkan Bara sejenak.
Entah kenapa, bayang-bayang dirinya bercum*u bersama Launa semalam sangat sulit sekali hilang dari ingatan Bara. Tanpa sadar, ia duduk bersandar di sofa ruangan Darius lalu memejamkan mata sembari mengulas senyum simpul dari bibirnya.
“Sebuah senyuman di pagi hari.” Celetuk Darius yang tiba-tiba sudah berdiri tegak di depan Bara sembari membawa dua cangkir kopi.
“Sialan! Kenapa kau cepat sekali datang?” Ketus Bara terperanjat dan seperti ingin melempar bantalan sofa di depan wajah Darius.
“Tunggu! Kalau aku lihat…” ucap Darius memicingkan mata seperti hendak menerawang.
“Apa? Kau mau melihat apa lagi?”
“Sepertinya auramu di pagi ini berbeda ya? Auramu yang biasanya hitam pekat kini menjadi abu-abu, pertanda akan ada cahaya yang sebentar lagi terpancar.” Ucap Darius lagi sembari tersenyum.
Mendengar itu Bara memutar bola matanya malas disertai helaan napas panjang, lalu kemudian ia hembuskan perlahan.
“Katakan, apa yang terjadi antara kamu dan Launa semalam?” Selidik Darius menatap lekat mata Bara.
Mengingat hal itu membuat Bara melayangkan pertanyaan yang sejak semalam membuatnya penasaran.
“Aku mau bertanya kelanjutan penyeledikanmu semalam.” Tanya Bara memperabiki duduknya lalu menatap Darius dengan tatapan seriusnya.
“Oh ya, maaf aku lupa mengabarimu. Jadi, semalam bartender itu sudah mengaku, dan orang yang menyuruhnya itu ternyata seorang artis wanita bernama Nadia.” Ungkap Darius hingga Bara dibuat terperangah.
Dengan emosi tertahan, ia mengepalkan tangan dengan gigi bergemeletuk.
“Wanita itu sudah saya rekrut menggantikan peran Launa Dar.”
“Apa? Jadi dia pemeran utama di project baru kamu?” Tanya Darius tak kalah terkejut.
“Iya, aku memakainya karena jam terbangnya yang tinggi di dunia perfilman. Dan saya pikir, dia cocok memerankan peran Citra karena sudah biasa memerankan peran protagonis dan lagi, aku mengambilnya karena ingin menarik perhatian penonton karena visualnya dan kemampuan aktingnya yang sudah mumpuni.” Jelas Bara diliputi rasa menyesal.
“Kamu salah memilih Bar, sejauh yang saya tau, Launa juga termasuk artis pendatang baru yang banyak diminati masyarakat. Nenekku saja kenal dia, justru jika ditanya Nadia Fitri dia tidak mengenal, padahal Nadia artis lama dan seharusnya sudah dikenal banyak orang.” Jelas Darius hingga Bara bergeming.
“Kamu tawarkan saja lagi Launa dan berhentikan perempuan itu.” Saran Darius.
“Sebaiknya jangan pikirkan itu dulu, yang terpenting sekarang bagaimana caranya saya memecat Garry dan juga wanita itu dari project saya.”
“Ah itu benar.” Timpal Darius lalu kemudian kembali menatap Bara dengan tatapan curiganya.
“Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi.” Tuntut Darius yang masih penasaran akan apa yang terjadi kepada sahabatnya itu semalam.
Mendengar itu, Bara pun memejamkan mata sejenak lalu memijat pangkal hidungnya.
“Dia sama sekali tidak bisa mengendalikannya, bahkan dia sama sekali tidak memberiku waktu sedikitpun untuk melanjutkan perjalanan pulang.”
What? Jadi, kalian sudah…” Darius tampak bersemangat lalu menyatukan kedua jarinya layaknya orang berci*man.
“Iya di mobil.” Jawab Bara lesuh hingga Darius semakin dibuat menganga.
“Di mobil Bar?”
“Iya.” Jawab Bara singkat.
“Benar-benar naf*u tarzan.” Celetuk Darius hingga sebuah pukulan mendarat di mulutnya.
Darius pun mengusap mulutnya, lalu mencoba untuk serius.
“Bar, kalau kataku sih kamu harus menebus kesalahanmu padanya.”
“Aku harus bagaimana Dar? Harus ditebus dengan cara apa?”
“Menikahinya.” Jawab Darius lantang hingga Bara mengerinyitkan dahi.
“Iya, menikahinya.” Lanjut Darius lagi begitu melihat reaksi Bara yang tampak keberatan. “Bukan kah dia mirip Amelia? Kamu seperti menikahi Amelia Bar, dan satu lagi…”
“Apa?”
“Kamu harus menjadikannya pemeran utama kembali_”
“Aduh stop stop bahas kerjaan! satu-satu Dar.” Sergah Bara yang tampak semakin stres hingga Darius terkejut seolah ketakutan.
“Saya pusing harus mendahulukan yang mana dulu.” Ucap Bara lalu setelahnya ia bungkam, hingga Darius kembali melayangkan pertanyaan yang membuatnya semakin sakit kepala.
“Untuk apa kau tanyakan itu?”
“Karena zaman sekarang, perempuan yang masih perawan itu langka Bar.”
“Iya masih.” Jawab Bara singkat hingga Darius membulatkan matanya.
“Kenapa?” Ketus Bara melihat ekspresi wajah Darius yang sangat berlebihan. Pria itu bahkan menutup mulutnya yang menganga lebar bak hantu wanita di film pulau hantu beberapa tahun silam.
“Nggak mungkin! Memang ada wanita zaman sekarang apalagi sudah sedewasa seperti Launa masih perawan? Anak SD saja belum tentu perawan.”
“Aku yang merasakannya, kenapa seolah kau yang paling tau?”
“Benar-benar suatu hil yang mustahal.” Celetuk Darius menggeleng-gelengkan kepala dan sengaja membolak balikan kalimatnya.
“Tapi aku cemas, dia tampak kesakitan begitu aku mengintipnya di kamar mandi tadi.”
“Memang wajar, wanita yang baru diperawani jelas akan merasa sakit dibagian intimnya. Bahkan bisa jadi akan mengeluarkan darah.” Jelas Bara dengan percaya diri.
“Kenapa kau bisa tau?”
“Aku sudah mencobanya bersama Dini semalam.” Jawab Darius cengengesan.
“Apa? Sempat-sempatnya kau curi-curi waktu saat aku memintamu menyelediki.”
“Kalau soal itu mana bisa tahan Bar, apalagi semalam dia yang menemaniku menyelidik.”
“Lalu dia langsung mau?”
“Iya, kenapa kau terkejut? Bukannya hal ini lumrah dan sudah biasa di zaman sekarang? Oh aku tau, jangan-jangan kamu belum pernah melakukannya?” Tebakan Darius seratus persen benar saat Bara menjawabnya dengan anggukkan.
“Apa? Jadi benar itu pertama kalinya? Sungguh sulit diterima akal.”
Bara hanya terdiam kikuk dengan wajah yang sudah memerah.
“Benar-benar kejadian langkah, untung kamu langsung tau di mana lub*ngnya.” Ledek Darius hingga bantalan sofa mendarat di wajahnya.
Karena kesal diledek Darius, Bara pun berlalu dan meninggalkan rumah Darius menuju kantor. Misi pertamanya hari ini adalah untuk memecat Garry dan memberhentikan Nadia.
****
“Apa yang terjadi padamu Lau? Yah ampun, kenapa bisa seperti ini?” Cecar Iva begitu ia mendapati Launa dalam keadaan kacau di depan rumahnya.
Launa tak langsung menjawab, ia terus menangis dengan tubuh yang tak henti bergetar.
Tak lama, Iva mendekap erat tubuhnya lalu mengusap lembut lengan Launa. “Kamu tenang dulu ya Lau, tarik nafas… buang perlahan okay?” Tuntun Iva demi menyalurkan kekuatan untuk saudaranya itu.
“Va? Aku boleh ke kamar mandi?” Tanya Launa sembari melepas tautan tubuh mereka.
“Iya boleh, aku tunggu ya.” Ucap Iva yang hanya ditanggapi anggukkan oleh Launa.
Sepeninggal Launa, Iva pun kembali mengingat kata-kata Danu semalam. Launa dibopong seorang pria dalam keadaan pingsan. Iva pun menerka-nerka, apa mungkin Launa terluka dan mengalami musibah? Seketika rasa cemas menyeruak ke dalam benak Iva.
Sementara Launa, memilih mengurung diri di kamar mandi. Tubuhnya yang dirasa kotor ia biarkan diguyur air shower sembari ia gosok dengan keras hingga kemerahan.
Launa menangis sejadi-jadinya membayangkan kehancuran dirinya. Jika saja dia tidak menerima minuman yang diberikan bartender itu, mungkin dia tidak akan terjebak di dalam toilet itu bersama Garry. Mengingat soal Garry, Launa tidak tahu bagaimana ia bisa keluar dari perangkap Garry. Pria yang selama ini ia segani, ternyata berniat melec*hkannya.
Bahkan Launa bingung, bagaimana caranya dia bisa sampai berakhir di ranjang Barra semalam. Beribu pikiran negativ berkeliaran di benaknya. Bagaimana andai peristiwa semalam membuatnya sampai hamil? Sungguh Launa akan gila andai benar itu terjadi.
“Aku tidak mau…. Aku tidak mau sampai hamil… aku tidak mau…” pekik Launa tanpa sadar memicu kecemasan Iva yang mendengar teriakan Launa dari dalam.
Launa memukul-mukul dirinya, ia terus meraung-raung hingga Iva tiba-tiba muncul di depannya.
“Launa!” Tubuh Launa semakin bergetar saat mendengar suara Iva memekik pasca pintu itu terbuka.
Air mata yang sejak tadi berderai seakan masuk kembali saat Iva menghampiri dan mendekap tubuhnya.
Dapat Launa lihat seberapa panik Iva saat ini, “apa yang terjadi Lau? Katakan padaku, apa yang terjadi? Launa! Heii! Jawab aku!” Tanya Iva menangkup kedua pipi Launa dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca bahkan tangannya juga ikut begetar.
Beribu pertanyaan beruntun Iva layangkan, namun tak ada satu pun yang Launa jawab. Ia hanya meluapkan kesedihan dalam dekapan saudara perempuannya itu.
“Coba jawab? Kamu kenapa Lau?”
Ingin sekali dia mengadu, semua kejadian semalam tak ada yang Launa lupa. Semua akan dia adukan kepada Iva.
“Katakan Lau, tolong katakan kamu kenapa?”
“Va aku_”
“Tunggu! Ini apa Lau?” Tanya Iva menunjuk leher dan dada Launa yang dipenuhi tanda kemerahan.
Mata tajam Iva semakin menyala, kini emosi Iva sudah sampai di ubun-ubun. “Siapa Lau?”
Launa hanya bungkam tanpa berani bicara lagi namun ia tidak bisa berbohong. Iva sudah lebih dulu menyimpulkan apa yang ia alami semalam.
“Siapa orangnya Lau? Siapa yang melakukan ini padamu?” Desak Iva meminta Launa untuk mengaku segera.
“Pak.. pak Bara.” Jawab Launa hingga mata Iva membulat sempurna. Bak disambar petir, Iva sungguh hancur sehancur-hancurnya mendengar pengakuan sepupunya itu.
Bukan hanya Launa yang hancur, tapi Iva juga. Pasalnya, pria yang sudah menodai sepupunya itu adalah Bara, pria yang sudah lama bertahta dalam hatinya. Iva tak menyangka Bara bisa melakukan hal sebejat itu kepada saudaranya.
Ditengah sesak di hati, Iva berusaha mewaraskan pikirannya dan mulai bertanya dengan tenang demi bisa mengulik kebenarannya.
“Bagaimana bisa?”
“Ternyata semalam aku dijebak Va, pria di meja bartender itu memberikan aku minuman yang sudah dicampuri obat perang*ang.” Jelas Launa hingga Iva dibuat semakin terperangah.
Launa pun melanjutkan ceritanya dengan perasaan sakit tak terkira. Sementara Iva, mendengarnya dengan hati yang hancur berkeping-keping. Bukan hancur karena saudara perempuannya ternoda, tapi hancur karena pria yang dia cinta menodai saudaranya sendiri.
Saudara yang sudah bersamanya sejak kecil, yang sudah dia anggap adik kandung, malah jatuh ke dalam pelukan pria yang kepadanya Iva banyak menyimpan harapan.
Sama seperti Launa, berbagai spekulasi muncul di benaknya. Bagaimana jika seandainya Launa hamil, sirna sudah harapan Iva untuk bersama Bara. Bukan kah Bara akan bertanggung jawab dan dia akan semakin tak terlihat? Sudah lama dia mengincar Bara, namun Launa lah yang akan jadi pemenangnya.
Seyakin itu Iva bahwa Bara dan Launa akan bersatu, mengingat sikap Bara yang mengutamakan tanggung jawab. Walau pun dia tampak dingin, akan tetapi sebenarnya dia baik.
“Va?” Panggil Launa kala dirinya melihat Iva malah melamun dengan air mata yang terus mengalir deras di pipi mulusnya.
“Kenapa Iva tampak kacau? Bahkan tampak sama kacaunya denganku. Apa karena dia menyayangiku sampai segitunya? Atau karena hal lain? Tapi apa?” Batin Launa yang balik mengkhawatirkan Iva.
Launa pun kembali memanggil wanita itu, disertai tepukan yang keras di pundaknya, barulah ia berhasil membuyarkan lamunan Iva.
“Iya Lau?”
“Kamu kenapa?” Tanya Launa hingga Iva pun dibuat gelagapan. Ia buru-buru menyeka air matanya dan hendak mengambil handuk namun Launa mencekal pergelangan tangannya.
“Ada apa Lau? Kamu kedinginan.”
“Kamu kenapa? Apa yang mengganggu pikiranmu? Kenapa kamu menangis sampai segitunya? Apa kamu juga mengalami hal buruk?” Cecar Launa hingga Iva mengulas senyum terpaksa.
“Tidak Lau, aku hanya takut saja bagaimana reaksi bunda dan ayah andai mereka tau. Terlebih saat mereka tau pak Bara lah orang yang sudah menodaimu_”
“Apa? Jadi Bara menodaimu?” Terdengar suara berat seseorang dari ambang pintu kamar mandi, hingga membuat mereka sama-sama terperanjat.
sorry tak skip..