Diharapkan bijak dalam memilih bacaaan
Rosaline Malorie adalah seorang wanita sederhana, tidak suka pakaian terbuka, cantik, rendah hati, tapi selalu diabaikan oleh kedua orang tuanya. Dalam hidupnya tidak sekalipun mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya dan kakak satu- satunya, bahkan dijadikan jaminan untuk mempertahankan perusahaan ayah yang tidak mengangapnya.
Tapi semua penderitaan Rosaline berubah, ketika dia secara tak sengaja bertemu dengan seorang CEO dari perusahaan terkenal di Spanyol dan termasuk jajaran orang terkaya di Eropa. Pria itu mengklaim bahwa Rosaline adalah wanitanya.
Rhadika Browns adalah seorang CEO berkedok Mafia. Jarang orang yang mengetahui wajah dari ketua Black Sky ini.
Bagaimana kisah pertemuan mereka?
Apakah Rosaline besedia menjadi milik Rhadika, dan menjalani takdir yang mempermainkannya ketika masa lalu pria itu muncul kembali?
Apa alasan Adijaya selalu mengabaikan Rosaline?
So,Yuk kita baca selanjutnya di cerita Mafia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon The Winner Purba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria tua Misterius
Rhadika berpikir hukuman apa yang cocok untuk orang sakit. Dia mulai memegang knop pintu.
"Ah, s*al. Belum saatnya." Dia kembali duduk dan mendengarkan pembicaraan dua orang wanita yang harus dilindunginya mulai sekarang.
"Apa suamimu tampan? Biasanya suami tampan adalah orang cuek dan dingin?"
"Tampan sih tampan, tapi wajahnya seperti samudra Atlantik yang dipenuhi es. Tidak ada kelembutan yang membuat orang tertarik."
"Jadi dia tidak tertarik denganku. Ketampanan ku tidak ada yang bisa menolak, dasar kelinci rakus," suara hati seorang pria di seberang sana.
"Hahaha, jika suamimu mendengar ini mungkin dia akan merubah sikapnya."
"Mengubah sikap? "Cih, dia bukan bagian dari orang yang akan berubah". Ros sangat yakin akan opini itu.
Dika sudah memasuki ruangan sebelah Feli. Dia yang merebahkan diri seketika bangun. "Apaan, dia saja belum pernah berbicara panjang kepadaku. Awas kamu kelinci rakus." Dika sudah hampir sampai dibatas kesabarannya.
Jika bukan adik dan istri, kepala mereka sudah pisah dari tubuhnya. " Bersenang-senanglah, sebelum hari kalian tiba," monolog Dika sambil keluar menuju tempat duduk didepan ruangan Feli. Suhu diruangan itu mulai panas, padahal AC on terus. Disana dia mendapati Max yang sibuk dengan Ipad-nya.
Percakapan antara kedua wanita itu masih berlanjut.
"Kamu tau Fel, suamiku memiliki asisten yang menyebalkan." Ros mulai melanjutkan kembali menggosip kepada sahabatnya.
"Cih, kebiasaan menggosipmu belum berubah, lanjut!" Feli tetap menerima gosipan sahabatnya. Dika yang mendengar mereka membahas asistennya membuat loud speaker agar Max juga mendengarnya.
Dika yakin pasti hal buruk yang akan mereka dengarkan. Max yang melihat tuannya membuat loud speaker mengernyitkan alisnya. Namun beberapa saat dia mengerti.
"Asisten suamiku sangat menyebalkan. Dia selalu menuruti perintah tuannya. Setiap aku protes dia akan mengatakan " maaf nona, tugas saya hanya sampai disini. Atau saya hanya menjalankan perintah tuan. Aku ingin mencekiknya," Rose mencurahkan isi hatinya tentang Max.
Max yang duduk disana tidak merespon. Tapi didalam hatinya sudah mulai panas dan mngumpat istri dari tuannya.
"Apa kau punya dua nyawa Max?"
"Tidak tuan." Rhadika tau bahwa Max dengan wajah datar itu sedang mengumpat istrinya didalam hati.
" Hahaha, itu namanya tidak berguna Ros. Otaknya lelet. Asisten seperti itu perlu kamu tendang, supaya tidak seperti pohon, hanya diam dan bertumbuh saja. Hanya mengikuti alur saja." Feli lebih lagi mengejek asisten dari suami sahabatnya.
"Max, benar kata mereka, kamu tidak berguna. Dasar otak kecil." Dika mengejek Max sama seperti dua wanita yang sedang menggosip itu.
Dika kembali kedalam ruangan disamping ruangan Feli. Max yang tinggal disana, ingin marah tapi tidak punya nyali.
"Ada satu lagi Fel."
"What is that?" Feli kembali antusias karena mendengar gosip dari Ros.
"Tadaa...." Ros menunjukkan sebuah medali berwarna kuning keemasan.
"Medali? Darimana? Apa kamu ikut lomba angkat beban? Hahaha, tubuh kecilmu akan tertimpa. Jangan, jangan lakukan itu!" Feli mengejek tubuh kecil Ros sambil tertawa terbahak-bahak.
"Sebenarnya kamu itu sahabatku tidak sih. Bertanya tapi mengejek. Dasar. Aku ini sudah besar, kamu saja yang tidak pernah melihat ku lagi," Ros sangat kesal dengan sahabatnya.
"Oke , oke. Jadi dari mana medali yang kamu banggakan itu?"
Ini medali dari adik ipar ku. Ah..., dia sangat tampan."
Dika yang disebelah sana mulai berang. "Dia memuji Levi. "S*ialan, awas kamu Levi." Dia saja tidak pernah disebut tampan oleh istrinya sendiri. Menanyakan kabarpun tidak.
Sebenarnya Ros juga tidak memiliki nomor ponsel suaminya. Bisa saja dia meminta dari Levi atau paman Vill, tapi diurungkannya karena takut mengganggu sang tuan.
"Ck, lebih tampan calon suamiku. Ssshh," Felice mendesis karena dia terlalu banyak bergerak, lukanya sedikit terbuka di sebelah sana.
" Fel, what happened?( ada apa) Are you okay? Angkat panggilan vidioku. Cepat Fel!" Feli langsungengalihkan panggilan vidio.
Rhadika ingin bergegas tapi urung karena mendengar istrinya dan adiknya Vidio Call. Dia menyuruh Max untuk memanggikan dokter saja.
"Why, kenapa dirumah sakit? Ros mulai khwatir.
"Aku hanya tertabrak mobil. Perutku lecet sedikit karena terkena terali pembatas jalan. Lihat wajah cantik ku baik-baik saja." Feli mengarahkan ponsel itu ke wajahnya. Belum saatnya Ros mengetahui siapa Feli. Dia harus bisa mengalihkan perhatian Ros dari masalahnya.
"Ahh, syukurlah. Setidaknya aku tidak perlu susah-susah datang kesana." Ros menggoda Feli. Bukannya dia tidak peduli, tapi hanya sekedar bercanda saja dengan sahabat nya itu.
"Rosss," nada Feli terdengar kesal. Bisa- bisanya sahabatnya tidak ingin menjenguk nya.
"Wait, tadi kamu mengatakan calon suami, siapa?" Jiwa kepo Ros mulai meronta-ronta.
"Aku belum siap Ros. Sorry," wajah Feli penuh penyesalan. "it's okay." Ros tetap santai tidak memaksakan Feli bercerita. Feli selaku mengatakan pasti ada waktunya dan Ros mengerti itu.
"Ah kamu ingat tadi adik iparku? Dia adalah penyemangat ku. Dia tampan, baik, selalu mengiburku. Aku menyukainya. Perut sispacknya seperti roti lezat saja. Andai saja..."
Brak
Rhadika menendang pintu dengan keras karena kesal istrinya selalu memuji adiknya. Apa itu tadi, andai saja. Rhadika tidak tahan, bangkit dari rebahannya dan mengamuk. Menendang pintu adalah salah satu pelampiasannya.
"Ada apa kak?" Ponsel Feli sampai terjatuh saking kagetnya melihat pintu yang sudah jatuh dilantai.
"Pintunya rusak, tadi tidak bisa dibuka." Rhadika mengelak. Mengaku cemburu, itu akan merusak reputasinya sebagai seorang mafia terkejam bukan?
"Ka, isshh Ponselku rusak," keluh Felice.
" Beli yang baru saja," Dika tidak terlalu menanggapi ocehan Felice.
Ros yang dipitus sambungan VC nya langsung kesal. "Aish, Felice. Aku kan mau bilang andai saja Felice mau sama adik ipar. Ah sudahlah, mungkin dia sibuk," Ros bicara kepada dirinya sendiri.
Lain halnya dengan Dika. Dia berpikir Ros ingin adiknya menjadi suaminya. Bagaimana tidak marah, belum malam pertama saja, istri kecilnya sudah ingin berpaling.
Sedangkan disebuah rumah tua nampak usang seperti tidak ada yang menempati, tapi didalamnya sangat mewah bak istana. Rumah itu berada di sebuah pulau terpencil. Akan sangat sulit menemukan pulai ini karena posisinya yang sangat strategis.
Ada seorang pria tua berumur 60 an.
"Apa bocah itu benar- benar menikah?"tanya pria tua itu.
"Benar tuan."
"Hmm, menarik. Kita mulai kembali dari istrinya."
"Kenapa tuan? Kita sudah menyusun rencana untuk menghabisi adiknya?"
"Bodoh, sudah berapa lama hah. Anak tak berguna itu sudah lama menyusun rencana. Menyentuhnya saja tidak pernah. Zevano s*ialan itu juga melindunginya."
"Baik tuan. Ada satu kabar lagi tuan. Adiknya sekarang dirumah sakit karena diserang putri dari mafia lokal."
"Cih, dia meninggalkan istrinya?" tanya pria tua itu.
"Benar tuan," jawab sang asisten paruh baya itu.
"Awal yang bagus. Cari tau apa alasan bocah itu menikahi istrinya! Pasti ada sesuatu yang disembunyikan bocah itu," pria tua yang duduk dikursi roda itu tersenyum smirk.
"Baik tuan."
"Satu lagi, cari siapa mafia lokal itu. Ajak dia bergabung, kita harus memperkuat kekuasaan kita." Pria tua itu mulai melajukan kursi rodanya ke dekat jendela dimana pemandangan pulau terpencil itu terlihat sangat indah.
"Apakah kamu mampu melindungi istrimu? Akan kupastikan kau akan menderita seperti ayahmu. Mengalami hari-hari sulit seperti ku, bocah s*alan." Rahang pria tua itu mengeras mengingat kejadian yang menimpanya.