Tidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim yang bagaimana.
Tugas utama seorang anak adalah berbakti pada orang tuanya.
Sekalipun orang tua itu seakan tak pernah mau menerima kita sebagai anaknya.
Dan itulah yang Aruna alami.
Karena seingatnya, ibunya tak pernah memanjakannya. Melihatnya seperti seorang musuh bahkan sejak kecil.
Hidup lelah karena selalu pindah kontrakan dan berakhir di satu keadaan yang membuatnya semakin merasa bahwa memang tak seharusnya dia dilahirkan.
Tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan keluarga meski sudah lama terpisah.
Haruskah Aruna selalu mengalah dan mengorbankan perasaannya?
Atau satu kali ini saja dalam hidupnya dia akan berjuang demi rasa cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bund FF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebohongan Kim
Masih cukup pagi, Aruna sudah siap dengan tas ranselnya. Sudah ada baju ganti didalamnya. Nanti sepulang sekolah dia akan bekerja karena Acing sudah kembali dari kampungnya.
Tin... Tin...
Langkahnya terhenti saat sebuah motor ada di dekatnya.
"Yuk bareng" ajak Ferdi.
"Ok" jawab Aruna lantas naik ke motor Ferdi.
"Run, gue lihat lo dekat banget sama kak Tyo akhir-akhir ini" kata Ferdi saat keduanya sudah berkendara bersama.
"Nggak juga sih, Fer. Cuma kemarin dia ngajak gue main. Itu doang" jawab Aruna.
"Lo sendiri sepertinya sudah berhasil nih sama cewek gebetan Lo" kata Aruna sambil menggelitiki pinggang Ferdi.
"Diam Run, geli. Bahaya bisa jatuh nanti" kesal Ferdi karena tak tahan kalau digelitiki.
"Jadi, kapan kalian jadian? Pajak jadian dong Fer" kata Aruna.
"Nggak jadi, Run. Rasa cinta di hati gue dicabut saja ke dia" kata Ferdi.
"Ada yang seperti itu? Haha, Lo lucu banget" tawa Aruna mendengar ucapan Ferdi.
"Ada, gue contohnya. Makanya kalau mencintai itu sewajarnya saja, sedih juga! Jadi kita bisa segera move on" kata Ferdi sok bijak.
"Terserah Lo deh, Fer" kata Aruna yang tak paham masalah Cinta.
"Tapi kenapa Lo nggak jadi cinta sama dia?" heran saja kemarin Ferdi bilang cinta, tapi sekarang malah tidak jadi.
"Ya nggak apa-apa. Ada satu hal rahasia yang bikin gue jadi nggak suka sama dia" ujar Ferdi tanpa mau mengatakan yang sebenarnya.
"Nanti Lo sudah kerja?" tanya Ferdi mengalihkan pembicaraan.
"Iya, ko Acing sudah balik" jawab Aruna.
Keduanya sudah sampai di sekolah, jarak rumah mereka ke sekolah memang cukup dekat.
Setelah keduanya turun, Aruna menunggu Ferdi untuk berjalan bersama ke kelas masing-masing.
Baru saja berjalan, langkahnya harus terhenti karena lagi-lagi Aruna akan tertabrak mobil yang Tyo kendarai.
"Lo tuh kebiasaan banget sih, pakai mata kalau jalan, Run" ujar Ferdi sambil memiting kepala Aruna.
"Aduh, iya. Lo tuh ya. Gue beri juga nih" ujar Aruna berusaha lepas dari pitingan Ferdi dan kini mengangkat bogemnya menakuti Ferdi.
Tin... Tin..
Klakson mobil Tyo tak biasanya terdengar nyaring. Rupanya ada Mina di dalamnya dengan tampang masam.
"Sudah salah, malah nggak pergi-pergi. Minggir dong, kalian ngalangin jalan kita ini" bentak Mina dari dalam mobil Tyo.
"Ish, iya. Lo tuh nyolot banget sih" kesal Ferdi sementara Aruna hanya diam mengamati Mina yang kini malah senderan di pundak Tyo meski cowok itu nampak berusaha menghindar.
"Kok rasanya aneh ya" keluh Aruna dalam hati saat pandangan matanya bertemu dengan Tyo dan hanya bisa saling diam.
"Sorry" ucap Aruna singkat, seperti dulu saat awal mereka bertemu.
Lantas keduanya kembali berjalan. Aruna dan Ferdi sudah bersikap biasa dan sedikit bercanda saat berjalan bersama.
Tyo masih saja digelayuti oleh Mina di dalam mobilnya.
"Lepasin Mina. Bisa nggak sih bersikap biasa saja?" kesal Tyo yang akhirnya mau berkomentar atas rasa tidak sukanya dengan perlakuan Mina.
"Kak Tyo kenapa sih? Kenapa sikapnya berubah ke aku?" kesal Mina saat mobil Tyo sudah aman di parkiran.
"Itu cuma perasaanmu saja. Aku biasa saja kok. Sudah ayo turun" kesal Tyo menanggapi sikap manja Mina.
"Tapi aku ngerasa nggak gitu, kak" rengek Mina saat keduanya sudah turun dari mobil dan siap menuju kelas masing-masing.
"Aku biasa saja, Mina. Kamu tetap aku anggap sebagai adik terbaikku. Dan aku adalah kakakmu. Ok" Tyo menegaskan perasaannya.
Bertepatan dengan kedua teman Mina yang akan selalu setia menemani. Sudah punya geng rupanya Mina ini.
Mina tentu merasa malu, selama ini dia selalu membanggakan diri sebagai pacar dari Tyo, bukannya kakak beradik.
"Tapi kan kak, orang tua kita sudah setuju dengan hubungan kita" kali ini Mina sudah berani membawa nama orang tua demi urusan pribadi.
"Sepertinya itu cuma kesalahpahaman dari orang tua kamu saja. Mamaku tidak pernah memaksa untuk berhubungan dengan siapapun. Lagipula aku masih anak sekolahan yang dinafkahi oleh orang tuaku. Tidak mungkin mamaku menyuruhku untuk punya suatu hubungan serius sementara aku sendiri hanyalah seorang anak yang tak berpenghasilan sendiri" panjang dan lebar Tyo menjelaskan, semoga Mina mau mengerti.
"Tapi kan kak" belum selesai Mina berujar, Tyo kembali memotongnya.
"Sudahlah Mina, lebih baik kita belajar yang benar dan raih cita-cita kita dulu. Ok" ujar Tyo sembari mengusap pucuk rambut Mina sambil tersenyum.
Tapi itu malah membuat perasaan Mina tak nyaman. Tyo sudah menolaknya bahkan sebelum dia berkata untuk berjuang bersama.
"Kak Tyo nyebelin" kesal Mina sambil melangkah pergi, biarlah nanti dia akan mengadukan semua perbuatan Tyo kepada Lidya. Pasti mamanya Tyo akan membela.
Tyo hanya menggelengkan kepalanya, lantas berjalan. Menuju kelasnya sendiri.
...****************...
Keluarga Mina benar-benar berkunjung ke rumah Tyo malam ini. Alih-alih ingin mengobrol ringan, Berta menyisipkan sindiran agar Lidya mau mengundang mereka untuk makan malam bersama saat bertelepon ria.
Kini kedua keluarga itu sudah duduk dimeja makan di rumah Tyo. Bersama Tyo dan Mina tentunya.
"Terimakasih atas undangannya ya, jeng Lidya" ujar Berta.
"Iya. Sudah sewajarnya rekan kerja harus saling menjaga hubungan baik. Iya kan" kata Lidya.
Tyo nampak sibuk dengan ponselnya, sementara Mina masih saja menyunggingkan senyum ceria.
"Oh iya, kemarin ternyata kemana pak Kim? Kok sampai dicari sama kamu Berta?" tanya Lidya memecah kesunyian.
"Urusan kantor kok, iya kan pa?" tanya Berta.
Kim nampak gugup, lupa kalau dia belum menyiapkan jawaban yang benar jika dipertanyakan tentang hal itu.
"Ehm iya, tentu saja" jawab Kim.
"Urusan yang mana Kim? Kemarin kamu saja ijin tidak masuk kerja, bukan?" tanya Pak Wendy heran.
Berta dan Mina menatap Kim dalam. Apa yang sedang Kim rahasiakan?
"Ehm, itu. Kemarin aku ehm, tidak sengaja menabrak seseorang" ujar Kim entah mendapatkan ide darimana.
"Papa nabrak orang? Kok bisa?" tanya Berta penuh selidik.
"Ya bisa ma. Namanya juga musibah. Makanya sampai tidak masuk kantor dan telat sampai rumah" kata Kim yang sudah bisa sedikit meyakinkan semua orang.
"Terus bagaimana keadaan orangnya? Mobil papa sendiri sepertinya tidak mengalami kerusakan apapun" tanya Berta masih saja ingin memastikan.
"Orangnya sudah dirawat di rumah sakit. Mobil papa juga sudah diservis. Makanya kemarin agak sibuk dan tidak sempat masuk ke kantor karena terlalu urgent dan memang sulit untuk meninggalkan korban. Untung saja mereka tidak mau memperkarakan semuanya ke kepolisian. Cuma ya itu, papa harus sedikit bertanggung jawab tentunya, ma" ujar Kim dengan sangat epik.
Menutupi kebohongan dengan kebohongan lainnya. Suatu saat pasti dibutuhkan lagi kebohongan untuk menambal kebohongan sudah-sudah.
Begitu terus sampai akhirnya kejujuran akan terkuak dengan sendirinya. Karena sepandai apapun menyimpan bangkai, pasti akan ketahuan juga.
"Huft, papa ini. Seharusnya cerita dong sama mama" ujar Berta melunak.
"Bagus, dia percaya" dalam hati Kim bersorak senang.
"Kak Tyo ngapain sih?" tanya Mina sambil merebut ponsel Tyo yang daritadi terus saja Tyo pandangi, bahkan tak ikut menyimak percakapan para orang tua.
"Balikin Mina, kamu ini nggak sopan banget sih" kata Tyo sedikit kesal.
"Aruna?" cicit Mina karena rupanya Tyo sedang melihat foto-foto yang kemarin sempat dia abadikan saat bermain bersama Aruna.
Sedang terbengong dengan ponsel Tyo yang masih dipegang, segera saja Tyo merebut ponselnya kembali.
"Balikin dan jangan lakuin lagi, karena itu nggak sopan" kesal Tyo dengan sedikit melotot.
Mina kan takut, gadis itu mengamati satu per satu orang tua mereka untuk mencari dukungan.
"Sudahlah Tyo, tidak perlu dipermasalahkan. Mina melakukan itu kan juga cuma ingin kamu perhatikan" kata Berta.
"Tapi aku nggak suka ya, Tante. Dia terlalu ikut campur privasi aku" ujar Tyo.
"Memangnya kenapa sih kak? Toh nantinya kita juga pasti punya hubungan yang serius" ujar Mina dengan sangat percaya diri.
"Maksudnya?" tanya Tyo masih tidak percaya jika Mina akan terus mengejarnya, bahkan saat bersama orang tua mereka.
"Ya kita akan mempunyai hubungan yang lebih dari sekedar teman, bukan begitu kan Tante Lidya?" tanya Mina langsung pada sang tetua.
Lidya sedikit bingung. Sebenarnya tidak ada sama sekali niatan untuk menjodohkan mereka berdua. Hanya saja Mina terburu-buru mengartikan niat baik mereka yang sebenarnya hanya sebatas ramah tamah.
"Ehm, kalau Tante sih terserah Tyo, Mina. Tante nggak mau memaksakan kehendak yang nantinya malah bikin Tyo nggak betah dan benci sama mamanya sendiri. Biarlah semua keputusan untuk hidup Tyo menjadi tanggung jawabnya sendiri" ujar Lidya penuh kesabaran.
"Asalkan semuanya dalam batas wajar dan baik untuk Tyo, kami selaku orang tua hanya bisa mendukung dan mendoakan kebahagiaannya" lanjut Lidya.
Mina tentu sudah cemberut. Dan orang tuanya sedikit malu. Mina terlalu ngotot sebagai seorang wanita. Tyo kan jadi tidak suka.
"Tapi nggak sama Aruna juga kan Tante" ucapan Mina malah membuat Kim menggelengkan kepalanya.
"Aruna itu kan juga anakku" dalam hati Kim merasa sedikit tak suka dengan ucapan Mina.