"kamu beneran sayang kan sama Kakak?"
"Iya kak" jawab Marsya
"Kalo gitu buktikan"
"Hah, gimana caranya?" Tanya Marsya kebingungan, bukankah selama ini Marsya sudah menunjukan rasa sayangnya itu padanya dari sikap, dan perhatiannya, apalagi yang kurang dari itu semua?
"Ayo kita lakukan itu" jawabnya sambil mengusap lembut pipi Marsya.
"Lakukan apa?" Tanya Marsya tidak mengerti dengan arah pembicaraan tunangannya itu.
"Berci*ta dengan Kakak."
"B-berci*ta? A-apa aku harus ngebuktiin dengan cara seperti itu?"
Tanya Marsya tergagap karena gugup dan sedikit takut mendengar pernyataan tunangannya.
"Ya, untuk membuktikan kalau kamu benar-benar sayang sama Kakak, kamu harus membuktikannya dengan cara memberikan apa yang selama ini kamu jaga"
Ucapnya merayu seraya terus mengelus pipi Marsya.
"T-tapi apa harus seperti itu? A-aku masih sekolah kalau kamu lupa, lagipula aku cuma mau ngasih itu ke suami aku nanti"
"Marsya sayang, jangan lupa, Kakak ini tunangan kamu, sekarang atau nanti sama saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rainy_day, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagaimana perasaanmu yang sebenarnya?
Marsya dan Naresh saling berdiam diri sambil menikmati perasaan yang semakin bergejolak di dada mereka, suara detak jantung, dan helaan nafas, berbaur dengan udara hangat yang berhembus menerpa kan setiap helaian rambut mereka, seakan memberitahu kepada mereka bahwa tidak perlu kata untuk terucap, tetapi rindu itu sendiri sudah sampai pada tiap-tiap tuannya.
"mmmm Kakak apa kabar?" ucap Marsya berusaha membuka obrolan.
"Kakak baik, kamu gimana?" ucap Naresh menatap wajah Marsya dengan tatapannya yang sendu.
"cukup baik" ucap Marsya singkat, dia ingin berkata bahwa dia tidak baik-baik saja, dia lelah menahan rindunya, dia lelah menunggu kabar tanpa ada kepastian dari orang terkasihnya, tetapi kata-kata itu tercekat di tenggorokan, tidak dapat tersampaikan.
"Kak kenapa ga pernah kasih kabar?" ucap Marsya menahan air matanya yang akan mengalir dari sudut-sudut matanya yang sudah berkaca-kaca, dia mendongakkan kepalanya menatap langit agar air matanya tidak tumpah, sungguh rindu ini menyiksa nya, entah apa yang harus Marsya lakukan untuk menghilangkan rasa rindu yang begitu amat menyesakkan dadanya itu, padahal dirinya sudah bertemu dengan orang yang di rindukannya, tetapi kenapa rasa rindunya malah semakin menjadi-jadi? Bahkan membuat dada nya sesak? Apa karena rasa itu tidak tersampaikan?
"Maaf, Kakak sibuk banget kerja, Kakak disana kerja berat Marsya, gak sempet buka handphone, sekalinya ada waktu, tengah malam menuju pagi, takut ganggu waktu istirahat kamu" ucapnya sambil meraih ujung rambut marsya.
Marsya hanya diam saja, begitu banyak kata yang ingin ia ucapkan, begitu banyak cerita yang ingin dia sampaikan tetapi entah kenapa dia tidak bisa mengutarakannya.
Naresh meraih tangan kiri Marsya dan menggenggamnya, membuat pipi dan telinga Marsya memerah, dengan jantungnya yang berdetak cepat.
"Kakak akan lama disini, Kakak akan libur panjang dari pekerjaan Kakak, jadi jangan khawatir" ucapnya lalu mengecup punggung tangan Marsya membuat tubuh Marsya meremang, dia merasa seperti ada kupu-kupu lagi di dalam perutnya.
"hmmm" Marsya menganggukkan kepalanya.
"yaudah Kakak ke bawah lagi ya, gaenak sama yang lain, di minum teh manisnya" ucapnya sambil mengusap kepala Marsya.
"iya Kak, makasih" setelah mendengar jawaban Marsya, Naresh pun melangkahkan kakinya untuk menghampiri teman-temannya lagi.
"haahhhhh begini ya rasanya, dulu sama cinta pertama gua rasanya gak kaya gini deh, kangen ya kangen, kalo ketemu seneng yaudah selesai, kalo sekarang kok kayaknya rumit banget ya" Marsya membatin sambil merasakan perasaannya sendiri yang terasa rumit, belum lagi dia memikirkan Kalingga.
"Kakkkk, makan siang duluu" terdengar suara Mama Wulan sedikit berteriak dari arah tangga.
"Marsya udah makan Ma tadi, di warkop" ucap Marsya juga dengan sedikit meninggikan suaranya.
Tak terdengar sahutan dari Mama Wulan, membuat Marsya melanjutkan kegiatan melamunnya. Marsya meraih ponselnya dan ada beberapa pesan masuk dari Hazel dan teman-temannya yang lain, Hazel menanyakan bagaimana pertemuannya dengan Naresh, tetapi Marsya mengabaikannya, tidak ada niat dirinya untuk membalas pesan-pesan yang masuk.
Marsya melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, dilihatnya Arkana dkk sedang mengobrol dan sesekali bercanda, hari semakin siang, entah mereka akan pulang atau diam dirumahnya sampai malan dan melanjutkan sesi latihan silat dengan Papa Erwin.
Marsya melangkah memasuki kamarnya, setelah dia merasa lelah dengan perasaannya yang rumit dia merasa mengantuk, jadi dia akan tidur siang saja.
*****
Arkana dkk sedang mengobrol di ruang tamu, mereka membicarakan saat acara hiking dadakan dan bermain di air terjun kepada Naresh, yang seketika membuat Naresh bersemangat, karena pada dasarnya Naresh sama seperti Albiru, pecinta alam.
Mendengar Albiru bercerita dengan semangat membuat Naresh tertarik untuk ikut hiking dan bermain di air terjun, jadilah mereka membuat agenda untuk kembali mengunjungi rumah Abah Lasmana. Ketika sore menjelang dan Papa Erwin sudah sampai dirumah, mereka membicarakan tentang rencana mereka, dan rencana mereka pun di sambut baik oleh Papa Erwin, dan mereka akan kembali mengunjungi Abah Lasmana ketika Papa Erwin libur dari tempat kerjanya.
Di sisi lain, Oriza sedang berusaha membangunkan Kakaknya dari tidur lelapnya.
"Kakkk bangun dehh udah mau magribbb" Oriza mengguncang tubuh Marsya.
"mmmm iyaaa 5 menit" ucap Marsya tanpa membuka matanya.
"ish Kak, bentar lagi magrib nanti Papa marah" ucap Oriza, seketika membuat Marsya terjaga dari tidurnya. Papanya itu sangat menyeramkan jika sudah marah, terlebih jika anak-anaknya meninggalkan kewajiban mereka untuk beribadah, auto hancur perabotan di rumah.
Marsya mendudukkan dirinya dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidurnya, suara Arkana dkk terdengar sampai ke kamarnya, membuat Marsya tersenyum sendiri ketika mendengar suara dan gelak tawa dari Naresh.
'Naresh itu, begitu lepas dia tertawa jika sedang bersama teman-temannya, tetapi kenapa jika sedang bersamaku dia tidak banyak berbicara dan selalu menampilkan wajah sendunya? bagaimana perasaannya kepadaku? Apa perasaanku berbalas? Yaaaa sebenarnya aku tidak boleh seperti ini, dia tidak pernah berbicara tentang perasaannya kepadaku, bisa jadi dia tidak menyukaiku, dan hanya menganggap ku sebagai adiknya? Aku tidak boleh terlalu percaya diri' Marsya meyakinkan dirinya untuk tidak menaruh perasaan yang begitu dalam terhadap Naresh, dia takut dia hanya mencintai seorang diri saja, karena menahan rindu saja rasanya sudah serumit dan sesakit ini, apalagi jatuh cinta sendirian?
Marsya melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, ia ingin membersihkan tubuhnya, dan menyegarkan kembali pikirannya yang kalut.
Setelah membersihkan tubuhnya, Marsya mendudukkan dirinya di depan meja komputer, dia menyalakan komputer miliknya dan mendengarkan lagu kesukaannya, sebenarnya walaupun pikirannya rumit karena terus memikirkan Naresh, tetapi dia sedikit lega karena dengan adanya Naresh, dia tidak terlalu di pusingkan oleh Kalingga yang terus mendekatinya.
Tak lama adzan magrib berkumandang, Marsya, Oriza, serta Mama Wulan bergantian menjalankan kewajiban mereka di dalam kamar, sedangkan para lelaki shalat berjamaah di masjid dekat rumahnya.
Marsya berdiam diri di kamar sampai dia selesai menjalankan ibadah shalat isya, setelahnya baru dia keluar dari kamar untuk makan malam, Marsya mendudukkan dirinya di meja makan lalu mulai memakan makan malamnya, Papa Erwin sudah fokus melatih anak-anak muridnya, sedangkan Mama Wulan, dan Oriza memperhatikan mereka dari halaman rumah.
"knapa diem terus di kamar Sya?"
Uhuk uhuk uhuk
Marsya meraih air putih yang ada di hadapannya, lalu menghabiskannya.
Dia terkejut ketika mendengar suara Kalingga dari arah belakangnya.
"Maaf maaf Kakak nggak sengaja" ucap Kalingga menepuk pelan punggung Marsya.
"i-iya gapapa, Kakak ngapain? Bukannya lagi latihan?" ucap Marsya
"oh Kakak abis dari kamar mandi barusan, trus lihat kamu disini" ucapnya berdiri di samping Marsya, membuat Marsya mendongak menatap kearahnya.
"pertanyaan Kakak belum kamu jawab" ucapnya lagi sambil mengelus kepala Marsya.
"aku cape Kak, banyak kegiatan tadi di sekolah" ucap Marsya mencari alasan, padalah yang sebenarnya membuat Marsya tak keluar kamar sedari tadi adalah untuk menghindari Kalingga, dia merasa tidak nyaman melihat Kalingga dan Naresh berada di ruangan yang sama, karena ketika Marsya menatap Naresh, Kalingga pasti selalu menatapnya tajam, seperti memberi peringatan keras, bahwa Marsya tak di izinkan sedikitpun untuk mendekati Naresh, bahkan hanya untuk menatap wajahnya sekalipun.