Arvian Ken Sagara, seorang CEO tampan yang mengidap Gynophobia. Dimana, orang pengidapnya memiliki ketakutan tak rasional terhadap wanita. Setiap kali wanita yang mendekat padanya, Arvian menunjukkan sikap yang sangat berlebihan hingga membuat wanita yang mendekat padanya merasa sakit hati. Jika ada yang menyentuhnya, tubuh Arvian akan mengalami gatal-gatal. Bahkan, mual.
Namun, bagaimana jika dirinya terpaksa harus menikahi seorang janda yang di cerai oleh suaminya? demi mendapatkan hak asuh keponakannya dari keluarga adik iparnya. Apakah Gynophobia Arvian akan bereaksi saat di dekat wanita bernama Aluna Sagita janda tanpa anak itu?
"Sudah baik aku mau membantumu, dasar Mr. Gynophobia!" -Aluna Sagita.
"Onty tantik! Calangeee!!" ~Arega Geofrey Sagara.
"Jangan mendekati ku! Aku Alergi berada di dekat kalian para wanita!" ~Arvian ken Sagara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ngambek
Arvian menatap jam tangannya, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Arvian harus kembali ke rumah, dia tak ada niatan untuk berangkat ke kantor di saat hari akan malam. Pria itu beranjak dari duduknya, dia kembali menatap adiknya yang masih sama seperti sebelumnya. Arvian berharap, adiknya akan kembali tersadar dari tidur panjangnya dan kembali berkumpul bersamanya.
"Aku pulang dulu. Maaf tak bisa menunggumu terlalu lama seperti sebelumnya, karena ada istri yang menungguku di rumah. Segeralah sadar, dan halangi putramu yang selalu merebut istriku." Bisik Arvian sembari menepuk lengan Nalendra dengan pelan.
Pria itu pun beranjak pergi, meninggalkan ruangan Nalendra dengan langkah panjangnya. Sesampainya di parkiran, pria itu memakai kaca mata hitamnya sambil memasuki mobilnya. Sebelum menyalakan mobilnya, dia memeriksa ponselnya terlebih dahulu karena khawatir akan ada pesan penting yang belum sempat dirinya lihat.
"Aku belum memberikan nomorku pada Aluna. Malam nanti, akan ku minta nomornya." Gumam Arvian dan melajukan mobilnya pergi meninggalkan parkiran rumah sakit.
Selama perjalanan, Arvian hanya fokus mengemudi. Sampai, matanya menangkap sebuah toko bunga yang ada di sebrang jalan. Dia pun membelokkan mobilnya dan menghentikannya di depan toko bunga itu. Lalu, pria itu memutuskan turun dari mobilnya. Perlahan, dia melangkah masuk ke dalam toko yang di penuhi oleh berbagai macam jenis bunga cantik yang terpajang rapih.
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang wanita paruh baya itu.
"Saya ingin mencari bunga, untuk istri saya." Ujar Arvian tanpa tampilan ekspresi apapun di wajahnya.
"Oh, bunga untuk istri anda?! Bisa anda sebutkan bagaimana karakter istri anda?" Seru wanita paruh baya itu dengan semangat.
Mendengar itu, Arvian terdiam Dia mengingat tentang karakter Aluna selama mereka tinggal bersama. Banyak sekali karakter yang Aluna tunjukkan. Namun, pastinya ada beberapa karakter yang paling men0nj0l di antara semuanya. Arvian kembali menatap wanita paruh baya itu yang masih menunggu jawabannya.
"Dia wanita yang unik, suka kebebasan. Sangat ceria, dan pandai menutupi kesedihannya. Juga, dia wanita yang lembut dan penyayang. Tapi bukan berarti dia lemah, dia adalah wanita yang kuat." Ujar Arvian dengan senyuman tipis di wajahnya.
Wanita paruh baya itu tersenyum, "Saya rekomendasikan bunga Lily yang cantik ini, anda bisa melihatnya." Serunya sembari mengambil bunga Lily yang ada di dekatnya.
"Tapi, kalau anda mau bunga yang melambangkan cinta, ya bunga mawar merah ini." Lanjut wanita paruh baya itu.
Arvian terdiam, dia menatap dua bunga berbeda di tangan wanita pemilik toko itu. Sejenak, Arvian berpikir. Bunga apa yang sangat cocok untuk istrinya? Tapi, setahu pria itu. Seorang suami akan memberikan istrinya mawar merah, dia belum pernah melihat bunga Lily sebelumnya.
"Saya ambil mawar merah saja, tolong siapkan seratus tangkai." Putus Arvian yang mana membuat wanita paruh baya itu membulatkan matanya.
"Seratus tangkai?!" Pekiknya.
"Ya, apa ada masalah? Tenang saja, aku membayarnya." Sahut Arvian dengan mengeluarkan kartu hitamnya.
Wanita paruh baya itu menggeleng pelan, dia merasa gugup saat ini. Melihat tokonya yang sangat kecil, dia merasa mustahil menyimpan seratus tangkai. Apalagi dalam waktu dadakan seperti saat ini.
"Tuan, seratus tangkai sepertinya tidak ada. Kalau di pesan dulu bagaimana?" Tanya wanita paruh baya itu.
"Ada berapa yang masih tersedia?" Tanya Arvian, dia tak mau memesannya lebih dulu.
"Sepertinya hanya lima puluh tangkai saja, itu pun stok terakhir dan tidak tersisa lagi." Jawabnya.
Arvian mengangguk, "Yasudah, aku pesan semuanya." Ujar Arvian.
Wanita paruh baya itu mengangguk semangat, dia segera menyiapkan pesanan Arvian. Sementara pria itu, dia duduk di kursi tunggu sembari memainkan ponselnya. Tak lama, pesanannya selesai. Arvian segera membayarnya dan bergegas pulang sebelum matahari terbenam. Pria itu tak sabar, menantikan respon istrinya setelah mendapat hadiah darinya.
Sesampainya di rumah, Arvian bergegas keluar dari mobilnya dengan membawa buket bunga yang dirinya beli tadi. Melihat majikannya yang kesusahan, para bodyguard bersiap ingin membantunya. Namun, Arvian justru menghindar dan menatap tajam mereka.
"Biar aku yang membawanya, dan memberikannya langsung pada istriku. Jika kalian yang membawanya, dia pasti akan memuji kalian. Bukan aku." Ujar Arvian dengan ketus.
"O-oh begitu, tapi tadi nona ...,"
"Arvian, kamu sudah kembali?"
Arvian menolehkan kepalanya, raut wajahnya berubah datar saat melihat Aluna yang sepertinya baru saja dari luar. Tatapannya pun beralih pada keponakannya yang sedang di gandeng Aluna. Terlihat, bocah menggemaskan itu sedang memakan bakso bakar yang entah dari mana dirinya beli.
"Habis dari mana?" Tanya Arvian dengan tatapan penuh selidik.
"Habis dari taman. Arega merasa bosan, jadi aku mengajaknya ke taman komplek. Maaf, aku memakai uangmu yang ada di nakas." Ujar Aluna dengan lembut.
Arvian mengangguk pelan, tatapannya kembali menatap ke arah bocah yang menatapnya dengan santai. Pipi gembulnya sudah banyak noda kecap, membuatnya terlihat sangat menggemaskan. Tapi tidak bagi Arvian, dia merasa Arega sangat menj3ngk3lkan sore ini.
"Om tau nda, abis koncel kita di cana. Iya kan cayangkuu!" Seru Arega seakan tengah mengajak temannya bergosip.
"Konser?" Tanya Arvian dengan tatapan bingung.
"Iya, begini goyangnya. Di geb0y geb0y mujael nang neng nong, nang neng nong, Om Pian jelek! Di buang caja! Muctopa cakit hati, di tinggalkan kekacih, lalu cali apa cayangkuuu!"
Aluna menatap wajah Arvian yang memerah saat ini. Dia meneguk kasar lud4hnya, tak menyangka jika Arega berani memancing emosi omnya yang baru saja pulang kerja. Tak selang beberapa detik, benar saja. Arvian maju melangkah dan menyerahkan buket itu pada Aluna.
"Pegang, aku akan mengurusi anak nakal ini." Ujar Arvian dengan seringai di bibirnya sembari matanya menatap ke arah bocah menggemaskan itu.
Arega yang tadinya akan memakan kembali baksonya di buat tercengang. Bahkan, bakso yang sudah berada di mulutnya terjatuh dan menggelinding begitu saja. Perasaannya tak enak, apalagi saat melihat senyuman mengerikan omnya. Bocah itu pun berniat ingin kabur. Namun, sebelum Arega melangkah. Arvian sudah meraih nya ke dalam gendongannya dan menggigit pipi gembul bocah itu hingga membuatnya memekik kesakitan.
"AAAA EKHEEE PIPI WALICANKUUU! HUAAA! ONTYYY! TALIK CUAMIMU INIII EKHEEE!"
Arvian melepaskan gigitannya, dia kembali menurunkan Arega dari gendongannya dan membiarkan anak itu menjauh darinya. Terlihat Arega segera memeriksa pipinya, dia merasa pipi mulusnya terdapat bekas gigitan Arvian yang membuat kulitnya terasa tidak halus. Matanya bulatnya berkaca-kaca, dia mencebikkan bibirnya ke bawah bersiap untuk menangis. Aluna yang melihat Arega seperti itu tak tega, dia pun berniat ingin menyentuhnya. Tapi sebelum itu, suara berat Arvian membuat niatannya terhenti.
"Kamu bujuk dia, aku yang marah." Ancam Arvian.
Aluna melongo tak percaya, "Ar, dia hanya anak kecil. Lihat, pipinya menjadi merah karena gigitanmu." Omel Aluna.
"Jadi kamu membelanya? Oke! Sekarang, aku yang marah! Bujuk dia sesukamu." Ketus Arvian dan beranjak pergi dari sana. Meninggalkan Aluna yang melongo menatap kepergian nya.
"Bunga ini, dia sengaja membelinya untukku apa untuk hiasan rumah saja? Tidak romantis sekali memberinya." Gumam Aluna sembari menatap buket bunga di pelukannya.
"Ekhee ontyyy pipina Lega ada lubangnaaa!" Rengek Arega.
"Iya, nanti juga kulitnya balik lagi. Udah yah." Ujar Aluna menenangkannya.
__
Jangan lupa dukungannya🥰🥰