Alena: My Beloved Vampire
Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.
Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Rencana Dalam Perpecahan
Chapter 63: Pertemuan Para Petinggi
Di dalam sebuah vila megah diatas bukit yang terletak 10 mil dari pusat kota Velmor, terdapat sebuah ruangan pertemuan yang jarang digunakan kecuali untuk urusan yang sangat penting. Ruangan itu dihiasi dengan dinding marmer hitam yang berkilauan di bawah cahaya lampu kristal yang tergantung di langit-langit.
Sebuah meja panjang dari kaca tebal mendominasi ruangan, dikelilingi oleh tujuh kursi berlapis kulit hitam. Satu kursi di tengahnya lebih besar dan elegan dibanding yang lain, tempat di mana Victor, pemimpin organisasi pemburu vampir, duduk dengan diam, jemarinya mengetuk permukaan meja dengan ritme pelan.
Di hadapannya, enam kursi lain diisi oleh para petinggi organisasi. Hanya satu yang kosong.
Keheningan menekan ruangan seperti kabut tebal, menciptakan ketegangan yang hampir bisa dirasakan di kulit. Tidak ada yang berbicara. Tidak ada yang bergerak. Hanya napas pelan dan tatapan tajam yang saling bertemu.
Hingga akhirnya, suara Victor memecah keheningan.
Victor: (dengan suara berat, matanya menyapu setiap orang di ruangan)
"Kita semua tahu mengapa kita ada di sini malam ini."
Dia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya menggantung di udara sebelum melanjutkan.
"Lebih dari sebulan yang lalu, kita mendapat informasi akurat tentang keberadaan vampir murni terakhir... dan suaminya yang manusia."
Tatapan Victor semakin tajam.
"Kita menyepakati rencana untuk mengeliminasi manusia itu. Namun, operasi itu gagal total. Semua pasukan gugur, termasuk Gregor Faust eksekutor terbaik kita. Sementara aku sendiri..."
Dia meremas tangannya, seolah menahan sesuatu.
"Aku mengalami luka yang nyaris membunuhku."
Ruangan kembali sunyi. Hingga akhirnya, Lenar Eisenwald, wakil pemimpin organisasi, berdiri.
Lenar: (dengan nada tegas, ekspresinya tetap tenang)
"Dari laporan yang kami terima, kegagalan ini disebabkan oleh intervensi vampir murni itu. Bukan hanya sekedar pertarungan biasa, dia membawa pedang yang tidak dikenal, senjata yang begitu kuat hingga mampu meruntuhkan bangunan hanya dengan satu tebasan. Senjata itu pula yang melukai tuan Victor."
Dia berhenti sejenak, membiarkan informasi itu meresap ke dalam benak semua yang hadir.
"Jika Gregor, seorang eksekutor berpengalaman, bisa dikalahkan dengan begitu mudah... maka kita harus mengakui bahwa kita telah meremehkan ancaman ini."
Suasana ruangan menghangat dengan ketegangan yang meningkat.
Vance Moreau, seorang wanita berambut pirang dengan jabatan Infiltrator, akhirnya bersuara.
Vance: (berdiri, menatap Victor dengan sorot mata penuh keberanian)
"Saya sudah menyarankan sebelumnya bahwa kita harus menargetkan keluarganya lebih dulu. Tapi kita justru memilih untuk menyerang langsung pria itu, tanpa mempertimbangkan konsekuensi."
Matanya menyipit.
"Sekarang kita telah kehilangan Gregor. Jika kita terus melakukan kesalahan yang sama, kita akan kehilangan lebih banyak lagi."
Victor menegang, tatapannya menajam.
Victor: (dengan suara rendah, namun berbahaya)
"Apa kau menyalahkanku?" sorot mata Victor menajam.
"Aku sudah menolak ide itu sebelumnya, dan aku akan menolaknya lagi sekarang."
Dia bersandar di kursinya, wajahnya suram.
"Target kita hanya vampir murni dan suaminya. Kita tidak akan melibatkan orang lain."
Nada suaranya menegaskan bahwa tidak ada ruang untuk perdebatan.
Vance menggigit bibirnya, lalu akhirnya menunduk.
Vance: (nada pelan)
"Saya mengerti, Tuan Victor."
Dia kembali duduk, meski matanya menunjukkan ketidakpuasan.
Dari ujung meja, seorang pria berkacamata yang sejak tadi diam akhirnya berbicara. Dr. Siegfried Hohenheim, ilmuwan gila organisasi, dia tak berdiri, tetap duduk di kursinya seraya tersenyum tipis sebelum membuka mulutnya.
Siegfried: (dengan suara tenang, namun penuh sindiran)
"Empat puluh lima tahun lalu, kakekku mengusulkan sebuah proyek yang bisa mengubah segalanya. Tapi kau menolaknya mentah-mentah, Victor."
Dia menyilangkan tangan, menatap Victor dengan penuh penilaian.
"Dan lihat di mana kita sekarang... organisasi ini lebih mirip geng kriminal yang tidak memiliki arah, daripada organisasi yang memiliki misi besar."
Sebelum dia bisa melanjutkan, Victor mengangkat tangannya.
Victor: (suaranya dingin, matanya menyala dengan warna kuning yang tajam)
"Jangan pernah mengungkit proyek itu lagi."
Ruangan membeku.
Siegfried terdiam sesaat sebelum mendecakkan lidah.
Siegfried: (mengangkat bahu, berpaling ke arah lain)
"Baiklah, baiklah. Jika kau ingin terus berada di jalan buntu ini, aku tak peduli."
Victor menghela napas panjang. Dia bisa merasakan betapa organisasinya semakin terpecah.
Saat itu, Alexander Falkenhayn, pria di kursi terakhir yang menjabat sebagai Negotiator, akhirnya bersuara.
Alexander: (mengangkat tangannya malas)
"Saya setuju dengan Dr. Siegfried. Organisasi ini tidak memiliki masa depan. Saya tidak akan terlibat dalam masalah ini."
Victor mengepalkan tangan di bawah meja.
Suasana semakin panas, hingga Morgan Velstadt, Supplier utama organisasi, berdiri dari kursinya.
Morgan: (menghela napas, berbicara tenang namun penuh perhitungan)
"Jika vampir itu benar-benar memiliki senjata berbahaya, maka kita tidak bisa menyerangnya secara sembarangan."
Dia menatap sekeliling, lalu menatap Victor.
"Aku mengusulkan kita melakukan serangan saat bulan purnama, lima hari dari sekarang. Kita akan menyusun strategi yang lebih matang."
Lenar, yang sejak tadi mengamati dengan cermat, akhirnya berbicara.
Lenar: (mengangguk)
"Aku setuju dengan ide ini. Bagaimana pendapat yang lain?"
Siegfried hanya mengangkat bahu.
Siegfried: (santai)
"Lakukan sesukamu. Aku tidak akan ikut campur."
Alexander juga menambahkan,
"Aku juga tidak akan bergabung."
Vance menghela napas.
Vance: (pelan, namun masih terdengar tajam)
"Aku tetap berpendapat bahwa menculik anggota keluarganya lebih masuk akal. Tapi jika rencana ini sudah disepakati... aku juga tidak akan terlibat."
Victor menutup matanya sejenak.
Semakin banyak yang menolak, semakin terlihat bahwa kendalinya atas organisasi ini mulai rapuh.
Dia akhirnya berdiri.
Victor: (dengan suara dalam dan dingin)
"Baik. Kita akan menyerang saat bulan purnama, lima hari dari sekarang."
Tatapannya menyapu mereka satu per satu.
"Rapat ini selesai."
Tanpa menunggu jawaban, dia berbalik dan keluar dari ruangan, diikuti oleh Lenar.
Morgan menyusul tak lama kemudian, meninggalkan tiga petinggi yang kini duduk dalam diam.
Di dalam ruangan yang semakin terasa dingin, tiga orang yang tersisa saling bertukar pandang.
Keputusan telah diambil.
Tapi bukan berarti semua setuju dengan keputusan itu.
Chapter 64: Api di Antara Hujan
Disaat yang sama, di tempat lain.
Di luar, hujan gerimis turun perlahan, membasahi jendela dengan suara yang menenangkan. Udara malam terasa dingin, tetapi di dalam kamar yang diterangi cahaya lampu redup, ada kehangatan yang membara.
Di bawah selimut, dua sosok terjalin erat, tubuh mereka menyatu dalam ritme yang semakin cepat. Alberd menatap wajah istrinya yang terbaring di bawahnya, matanya dipenuhi gairah yang menyala. Napasnya memburu, tiap tarikan dan hembusan terasa begitu berat. Jemarinya menggenggam erat tangan Alena, sementara tangan lainnya menelusuri punggungnya, menariknya lebih dalam ke dalam pelukannya.
Alena melengkungkan tubuhnya, merasakan tiap sentuhan yang menghangatkan kulitnya. Jemarinya yang ramping mencengkeram tengkuk Alberd, menarik wajahnya lebih dekat, sementara desahannya bercampur dengan suara hujan di luar. Bibirnya terbuka sedikit, menahan erangan kecil yang lolos tanpa bisa dicegah.
"Hmm... ada yang menarik, sayang," bisiknya di sela napasnya yang tersengal.
Alberd menurunkan kepalanya, bibirnya menyapu lembut leher Alena, memberikan ciuman yang semakin dalam dan membakar.
"Oh ya? Apa itu?" suaranya terdengar serak, penuh gairah.
"Ternyata Lycan itu masih punya sedikit kehormatan... dia menolak cara licik seperti menculik dan lebih memilih penyerangan terbuka," ucap Alena, suaranya tersendat di antara tarikan napasnya yang berat.
Alberd terkekeh pelan, tetapi dekapannya semakin erat. Napasnya memburu saat tubuh mereka semakin menyatu dalam irama yang tak terbendung.
"Oh? Itu.. cukup menarik..." suaranya melebur dalam desah.
Alena menggigit bibirnya, tangannya mencengkeram punggung Alberd lebih erat.
"Ya... benar-benar.. menarik..." ucapnya dengan nada bergetar, tubuhnya bereaksi terhadap setiap gerakan suaminya.
Alberd menegang, dadanya naik turun dengan cepat, cengkeramannya di kasur semakin kuat. Gerakannya semakin intens, sebelum akhirnya ia mengeram dalam suara tertahan, tubuhnya mengejang sebelum jatuh terkulai di atas tubuh Alena. Napasnya terengah-engah, sementara kepalanya terbenam di dada istrinya.
Alena tersenyum lembut, tangannya membelai rambut Alberd dengan penuh kasih, jari-jarinya menyisir setiap helai dengan kelembutan yang hanya dimilikinya. Beberapa saat berlalu dalam keheningan yang dipenuhi kehangatan. Saat napas Alberd mulai kembali teratur, ia mengangkat kepalanya, menatap istrinya dengan intens.
Tanpa sepatah kata pun, ia menundukkan wajahnya dan mencium bibir Alena. Ciuman itu panas, dalam, dan penuh hasrat. Lidah mereka saling bertaut, mencari satu sama lain dengan kerinduan yang tak pernah padam.
Saat akhirnya mereka berpisah, Alena tersenyum, matanya yang berkilau dalam temaram cahaya menatap Alberd penuh kelembutan. "Kamu luar biasa, sayang..." bisiknya.
Alberd tersenyum kecil, jemarinya menyentuh pipi istrinya dengan lembut. "Kamu juga..."
Ia kemudian bergeser, berbaring di samping Alena, membiarkan kepalanya beristirahat di bahu istrinya, sementara lengannya melingkari pinggangnya dengan erat. Hanya selimut yang menjadi satu-satunya penghalang antara mereka dan udara malam yang dingin.
"Jadi, kapan dia berencana menyerang?" tanya Alberd dengan suara yang masih terdengar sedikit berat.
"Lima hari lagi, saat bulan purnama... Tapi kita akan menyerang lebih dulu," jawab Alena dengan senyum tipis yang penuh arti.
Alberd mengangkat wajahnya, menatap istrinya dengan alis berkerut. "Kita benar-benar akan menyerang di siang hari?"
Alena mengangguk, jarinya bermain lembut di rambut suaminya.
"Ya. Mereka tak akan menyangka kita menyerang saat siang. Selain itu, di siang hari, Lycan tidak bisa bertransformasi penuh. Dia hanya memiliki 30% kekuatannya, yang berarti dia tak akan bisa melarikan diri."
Alberd terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Alena. Kemudian, ia mengangguk setuju.
"Itu masuk akal. Selain itu, vampir hanya melemah jika terkena sinar matahari langsung. Di dalam ruangan tertutup, kekuatanmu tetap 100%."
Alena tersenyum puas. "Benar. Kali ini, kita akan membalas penyergapan mereka dua hari lalu," ucapnya, matanya berkilat penuh tekad.
Alberd menatap istrinya dengan senyum yang sama. "Ide yang bagus, sayang. Aku setuju."
Malam berlalu dalam kehangatan, diiringi suara hujan gerimis yang perlahan mereda.
Di luar, malam semakin dalam.
Di dalam, api yang menyala di antara mereka belum juga padam.
Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.
Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.
Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.
Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.