Dafy Kurniawan seorang penulis fiksi ternama. Karya-karyanya best seller dan berhasil diadaptasi menjadi film yang laris manis.
Setahun belakangan ia mengalami writer’s block. Kondisi dimana seseorang tidak mempunyai gagasan baru sama sekali.
Dafy bepergian melakukan kegiatan diluar kebiasaannya untuk mencari inspirasi dan ide-ide segar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seorang Pencerita
Pemilik rumah makan ini bernama Madin. Beliau ini sudah sangat tua. Usianya sudah lebih dari 80 tahun.
Meski begitu ia masih turut aktif menjalankan usahanya yang sudah ada sejak ia berusia belasan tahun.
Sampai hari ini bersama dengan anak-anak dan cucu-cucunya perjuangan mereka masih tetap bertahan dan semakin banyak berkembang.
Orang itu lah yang hendak ditemui oleh Dafy.
Saat pertama kali Dafy datang ke tempat ini dan bertemu dengan Madin chemistry diantara keduanya dengan mudah terjalin.
Madin adalah orang yang suka bercerita. Sedangkan Dafy yang kini telah berhasil menjadi seorang penulis yang sukses sangat suka mendengar cerita-cerita Madin.
Si tua Madin punya caranya sendiri dalam menuturkan sebuah alur cerita yang membuat Dafy betah mendengarnya. Ditambah lagi kisah-kisah yang keluar dari mulut Madin belum pernah Dafy temui dimana-mana.
Sebagai seorang penulis dan kawan Dafy selalu menyimpan rindu dengan tempat ini.
*
Setelah jam 3 sore.
Dafy kembali ke rumah makan ini.
Ia sempat ragu apakah Madin masih mengenalinya setelah sekian lama tidak bertemu secara tatap muka.
Dafy sendiri sejak buku pertamanya terbit ia selalu mengirimkannya kepada Madin.
Dan terakhir kali ia mengirimkan bukunya kepada orang tua itu tentu saja telah lebih dari setahun yang lalu. Ketika Dafy terakhir kali menelurkan sebuah karya.
“Kejutan apa ini?”,
“Bertahun-tahun sudah berlalu”,
“Apa kamu membawakan buku barumu secara personal?”,
Dafy cukup terkejut. Orang tua itu masih sanggup mengenalinya.
Dafy pikir Madin sudah menjadi lemah dan mungkin sedikit pikun. Tapi Madin masihlah waras dan bisa diajak bicara.
“Ah, kamu pasti kemari mau mendengarkan aku bercerita”,
“Bukan begitu?”, selidik Madin.
Sore itu di meja yang sama Dafy kembali makan di sana. Dengan menu yang sama serta kelezatan dan kualitas rasa yang selalu terjaga.
Bedanya sekarang ia ditemani langsung oleh sang pemilik tempat makan. Madin.
Sambil menikmati ikan-ikan segar yang telah mati. Dafy bersama orang tua itu mengobrol panjang lebar.
Dan Madin pun mulai bercerita;
*
Cerita pertama Madin.
Sebuah cerita yang selalu ia ulang-ulang kepada siapa pun yang berada di dekatnya.
Ia menceritakan bagaimana keadaan pulai ini pada masa saat ia masih kecil.
Madin kecil dan anak-anak yang lain sering sekali berenang di laut. Bahkan hampir setiap hari.
Penduduk di pulau ini tidak berenang sendirian. Mereka berenang bersama ikan paus yang baik hati.
Paus yang dimaksud adalah jenis ikan paus putih.
Sayangnya tidak pernah ada dokumentasinya. Sudah jauh-jauh hari mereka pergi meninggalkan perairan laut ini.
“Saking jernihnya air laut di sini”,
“Dulu kalau ada yang kencing pas berenang pasti langsung ketahuan”,
*
Kemudian Madin menyuguhkan sebuah kisah yang belum pernah didengar oleh Dafy sebelumnya.
Dafy benar-benar serius mendengarkannya.
Madin menarik garis waktu tentang peristiwa beberapa ratus tahun yang lalu.
Madin pun memulai ceritanya;
“Dahulu sekali di pulau ini pernah terjadi tsunami besar seperti di Aceh”,
“Tapi semua penduduk di pulau ini berhasil selamat hidup-hidup”,
Salah satu tetua di pulau ini mendapat sebuah petunjuk melalui mimpi. Sebuah mimpi yang mengatakan akan terjadi hujan lebat selama tujuh malam.
Dan hujan lebat selama tujuh malam itu benar-benar terjadi.
Mimpi kembali mendatangi tetua kami. Kali ini mimpi itu membawa sebuah peringatan tanda bahaya akan datang.
Musibah besar akan menimpa pulau ini setelah terik panas selama tiga hari berturut-turut.
“Orang-orang bertanya kepada tetua kami”,
“Musibah seperti apa itu?”,
“Laut murka”,
“Ombak setinggi raksasa akan menyapu pulai ini”,
“Lalu apa yang harus kita lakukan?”,
“Buatlah perahu-perahu di atas atap rumah kalian”,
Dan terik panas selama tiga hari berturut-turut itu benar-benar terjadi.
Setelah itu tsunami pun datang.
Ombak raksasa yang menantang langit menghantam daratan.
Seluruh penghuni pulau ini ketakutan.
Tapi mereka semua berhasil selamat lantaran naik kapal perahu yang mereka letakkan di atas atap-atap rumah mereka.
Banjir air laut yang menggenangi pulau ini surut setelah orang-orang menghabiskan tiga hari tiga malam di atas perahu-perahu kayu.
“Seperti itu lah kisahnya”, tutup Madin.
“Sungguh kisah yang luar biasa”,
“Seperti di kisah nabi Nuh”, kata Dafy.
“Ya, seperti di kisah nabi Nuh”, timpal Madin.