KESHI SANCHEZ tidak pernah tahu apa pekerjaan yang ayahnya lakukan. Sejak kecil hidupnya sudah bergelimang harta sampai waktunya di mana ia mendapatkan kehidupan yang buruk. Tiba-tiba saja sang ayah menyuruhnya untuk tinggal di sebuah rumah kecil yang di sekelilingnya di tumbuhi hutan belukar dengan hanya satu orang bodyguard saja yang menjaganya.
Pria yang menjadi bodyguardnya bernama LUCA LUCIANO, dan Keshi seperti merasa familiar dengan pria itu, seperti pernah bertemu tetapi ia tidak ingat apa pun.
Jadi siapakah pria itu?
Apakah Keshi akan bisa bertahan hidup berduaan saja bersama Luca di rumah kecil tersebut?
***
“Kamu menyakitiku, Luca! Pergi! Aku membencimu!” Keshi berteriak nyaring sambil terus berlari memasuki sebuah hutan yang terlihat menyeramkan.
“Maafkan aku. Tolong jangan tinggalkan aku.” Luca terus mengejar gadis itu sampai dapat, tidak akan pernah melepaskan Keshi.
Hai, ini karya pertamaku. Semoga kalian suka dan jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fasyhamor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rem Mendadak
Hari ini Keshi akan pergi keluar mendatangi sebuah kampus. Jurusannya bahkan belum terlintas sama sekali di dalam pikirannya. Keshi tidak bisa berpikir jernih setelah makan malam itu di saat ayahnya memutuskan untuk mengawal dirinya dengan dua pria penjaga.
Memangnya kenapa tidak Luca saja? Mengapa harus menambah satu lagi? Keshi hanya pergi ke kampus yang jaraknya tidak lebih dari satu jam perjalanan, mengapa ayahnya lebay sekali sampai memerintahkan dua penjaga untuk mengawalnya?
Keshi menggerutu kesal sejak tadi selama ia duduk di dalam mobil. Luca dan Bowen duduk di kursi depan sedangkan dirinya duduk di kursi penumpang belakang. Matanya menatap lekat pada pemandangan di luar lewat kaca jendela mobilnya, menghitung banyaknya mobil yang melintas melewatinya.
“Ekhem.” suara dehaman seseorang membuat gadis itu menoleh dengan tatapan tanda tanya.
Bowen baru saja berdeham, menghilangkan kecanggungan dan kesunyian di dalam mobil ini. Matanya beberapa kali melirik majikannya yang duduk di belakang lewat kaca spion di atas dasbor.
“Apa kamu ingin mengatakan sesuatu?” Keshi bertanya.
Seolah baru saja di siram air dingin, Bowen terperanjat kaget mendengar pertanyaan Keshi. “Tidak, tidak. Hanya menghilangkan kekeringan di tenggorokanku saja.” ucapnya dengan nada pelan.
Keshi mengangguk dan kembali mengalihkan tatapannya ke arah jendela di sebelahnya.
Luca yang duduk di sebelah Bowen sekaligus yang menjadi supir, masih terdiam kaku seolah dia adalah sebuah patung tanpa ekspresi.
“Aku tidak suka kesunyian ini,” perkataan itu terlontarkan dengan tiba-tiba dari mulut Keshi.
Membuat Bowen melirik spion kembali untuk mengetahui maksud dari perkataan majikannya. “Ya, Nona Keshi?”
“Jangan memanggilku dengan embel-embel nona, panggil saja namaku.” titah Keshi, seulas senyum tipis terpatri di wajahnya, ia sedang berusaha untuk mengakrabkan dirinya dengan para penjaganya.
“Mana bisa begitu, Nona Keshi.”
Gadis itu mencebik. “Ayolah, panggil saja Keshi.”
Bowen menggaruk tengkuknya yang tidak, matanya melirik pada Luca yang masih saja terbungkam diam.
“Baiklah kalau begitu, Keshi.” ucap Bowen pada akhirnya.
Keshi mengangguk senang, ia memajukan tubuhnya mendekati dua kursi di depannya. “Btw, aku ingin tahu nama lengkapmu, Bowen.”
Sang pemilik nama itu menoleh terkejut ketika menyadari bahwa Keshi memajukan kepalanya, hampir mengenai sikunya. “Namaku Bowen North.”
Keshi mengangguk kembali. “Ceritakan tentang dirimu. Ayahku memintaku untuk mengakrabkan diri dengan para penjaga baru seperti kalian.”
Bowen membasahi bibir bawahnya sebelum menjawab, “Aku lahir di Australia. Usiaku sekarang 26 tahun. Hm, apa lagi yang perlu aku beritahu?” pria itu berbicara dengan santai, seakan ia sedang berbicara dengan temannya.
Gadis itu terkekeh pelan. “Berapa tinggimu? Kulihat kau dan Luca terlihat sama.” Keshi melirik sekilas pada Luca yang masih mengemudikan mobil dengan mulut terbungkam.
“Terakhir kali aku mengukurnya sekitar 8 bulan yang lalu, tinggiku 191 sentimeter.” balas Bowen.
Keshi menganga takjub, jika Bowen memiliki tinggi 191 cm, itu berarti Luca juga sama. Karena mereka berdua terlihat sama tingginya saat berdiri bersebelahan.
“Keren, apa yang kamu lakukan selama ini sampai tubuhmu bisa setinggi itu?” Keshi bertanya.
“Ini keturunan, ayahku sudah tinggi dan aku menuruninya.” Bowen menjawab dengan kepala menoleh dan sebuah senyum.
Crreaat!
Mobil mereka mengerem mendadak hingga mengakibatkan bunyi berdenyit. Keshi menahan bobot tubuhnya dengan berpegangan pada jok tempat duduknya. Matanya memincing kesal melihat Luca yang baru saja menginjak rem dengan mendadak. Padahal depan mobil mereka tidak ada apapun.
“Hei, Luc! Apa yang kamu lakukan dengan mengerem mendadak seperti itu?!” Bowen memaki di hadapan Luca.
“Maaf, tadi ada kucing yang melintas.” Luca menjawabnya dengan biasa, ia kembali menginjak gas dan menjalankan mobil tersebut.
Jantung Keshi masih berdegup cepat karena terkejut, ia menelan salivanya kasar-kasar melihat perilaku aneh pria itu.
“Hati-hatilah saat mengendarai, bung.” Bowen mengingatkan kepada rekannya, ia menoleh menatap wajah Keshi yang masih shock.
“Tolong maafkan cara menyetir Luca, Nona Keshi.” Bowen meminta maaf mengawakili Luca yang masih saja diam seolah kejadian yang baru saja ia lakukan bukanlah salahnya.
“Ya, tentu.” pada akhirnya Keshi memaafkan sikap menyebalkan Luca dan membiarkannya saja.
...\~\~\~...
“Keshi!” suara seorang gadis yang Keshi kenal membuat dirinya menoleh dengan wajah berseri senang.
“Nina!” kedua gadis itu berpelukan erat setelah lamanya waktu tidak bertemu karena kesibukan sekolah masing-masing.
Nina, gadis berambut pirang itu meneliti wajah dan tubuh temannya. “Wow, kau semakin cantik.” pujinya.
Keshi mendengkus lalu tertawa pelan, ia menggeplak bahu temannya. “Aku sama saja seperti biasanya.”
Nina mencebik, ia merangkul bahu temannya sembari berjalan masuk ke dalam kampus untuk meninjau gedung tersebut. Keshi dan Nina sama-sama memiliki keinginan untuk kuliah di kampus ini, kampus di mana para konglomerat sangat mampu menyanggupi untuk mensekolahkan anak-anaknya di kampus elite ini.
“Apa jurusan yang akan kamu ambil?” Nina bertanya sambil keduanya terus berjalan melihat-lihat gedung kampus itu.
“Aku tidak tahu.” balas singkat Keshi.
“Kamu beneran tidak jadi mengambil jurusan hukum?” Nina bertanya.
Keshi mengedikkan bahunya dengan wajah gusar. “Ayahku tidak mengizinkanku, Nina. Aku harus mencari jurusan lain.”
Nina menatap temannya dengan wajah sedih, ia semakin memepetkan tubuh keduanya. “Bagaimana jika kamu masuk ke jurusan yang sama denganku?”
Keshi mengerjap bingung. “Memang kamu mengambil apa?”
“Aku akan mengambil jurusan jurnalistik.” balas Nina.
“Apa itu sulit?” Keshi bertanya dengan nada ragu.
Nina menggeleng. “Tidak terlalu. Kamu ‘kan pintar, Keshi. Kamu pasti bisa bertahan di sana.”
Keshi tersenyum kecut. Pikirannya berkelana kemanapun. Haruskah ia mengambil jurusan jurnalistik bersama dengan Nina? Apakah ayahnya akan melarangnya lagi?
“Aku akan mencoba untuk berbicara dulu dengan ayahku.” final Keshi.
Kedua gadis itu telah selesai meninjau gedung kampusnya. Mereka kemudian berjalan menuju parkiran dan terlihat sudah ada dua mobil berwarna hitam milik Keshi dan Nina.
Luca keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Keshi. Nina berdecak kagum saat matanya melihat pria bersetelan jas dengan wajah tampan itu. “Wow, tampan.”
Keshi mendelik melihat temannya, ia menghempas pipi Nina saat melihat kedua mata gadis itu berbinar senang. “Hentikan, Nina.” titah Keshi.
Nina terkekeh dan menoleh pada Keshi. “Apa dia pengawal barumu?“
Keshi hanya mengangguk, ia melirik sekilas pada seorang supir yang juga ikut membukakan pintu pada mobil milik Nina.
“Keshi, saat kamu sudah berbicara dengan ayahmu. Jangan lupa meneleponku!” Nina berteriak sambil berjalan menuju mobilnya.
Keshi pun hanya mengacungkan ibu jarinya dan berjalan menuju mobilnya. Saat gadis itu sudah masuk ke dalam jok penumpang di belakang, Luca segera menutup pintu dan masuk ke dalam kursi penumpang di depan.
“Bertukar posisi?” Keshi bertanya karena sekarang Bowen yang menyetir.
“Ya, tentu saja. Nanti yang ada Luca akan mengerem mendadak lagi seperti tadi.” Bowen menjawab dengan sedikit terkekeh ringan.
Keshi mengangguk dan tersenyum. Membiarkan Bowen menyetir dengan aman.