Cassandra Magnolia Payton, seorang putri dari kerajaan Payton. Kerajaan di bagian utara atau di negeri Willems yang dikenal dengan kesuburan tanahnya dan kehebatan penyihirnya.
Cassandra, gadis berumur 16 tahun berparas cantik dengan rambut pirangnya yang diturunkan oleh sang ayahanda dan mata sapphiernya yang sejernih lautan. Gadis polos nan keras kepala dengan sejuta misteri.
Dimana kala itu, Cassandra hendak dijodohkan dengan putra mahkota dari kerajaan bagian Timur dan ditolak mentah-mentah olehnya karena ia ingin menikah dengan orang yang dicintainya dan memilih kabur dari penjagaan ketat kerajaan nya dengan menyamar menggunakan penampilan yang berbeda, lalu pergi ke kekerajaan seberang, untuk mencari pekerjaan dan bertemulah dengan Duke tampan yang dingin dan kejam.
Bagaimana perjalanan yang akan Cassandra lalui? Apakah ia akan terjebak selamanya dengan Duke tampan itu atau akan kembali ke kerajaan nya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon marriove, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB X. Berlatih Pedang
Setelah kejadian Alaric mencium pipi milik Cassa, Cassa sama sekali tidak bisa tenang.Cassa terus mondar-mandir di kamarnya, Jantungnya masih berdetak kencang seolah mengingatkan momen saat Alaric—si Duke menyebalkan itu—mencium pipinya tanpa aba-aba.
"Sial, sial, sial. Awas aja Duke jelek itu! Apa dia pikir aku bisa melupakan kejadian itu dalam waktu yang singkat?, ” gerutunya sambil mengepalkan tangan.
Saat keluar dari kamarnya untuk mengambil udara segar, matanya tanpa sengaja menangkap sosok Alaric yang berjalan menuju tempat latihannya di belakang Kediaman. Rasa penasaran membuat Cassa tanpa sadar mengikuti langkah lelaki itu, menyelinap dengan hati-hati hingga akhirnya dia bersembunyi di balik pohon yang cukup besar agar bisa menutupi tubuhnya yang kecil itu. Dari balik batang pohon, dia mengintip Alaric yang sedang berlatih sendiri kemudian bergantian melatih prajuritnya.
Entah kenapa, melihat Alaric memimpin dengan penuh percaya diri membuat rasa kesalnya perlahan memudar. Fokusnya teralihkan oleh cara lelaki itu mengayunkan pedang dengan begitu terampil. Terlihat mengagumkan di matanya, apalagi saat melihat Alaric bisa melumpuhkan satu prajurit itu dengan sekali tebasan. Tapi Cassa lihat-lihat, Alaric berlatih sambil tersenyum, sepertinya Duke jelek itu menjadi gila.
“Wow...” gumam Cassa pelan, hampir tanpa sadar. Tapi tiba-tiba dia tersentak ketika Alaric berhenti sejenak, memiringkan kepala seperti sedang mencari sesuatu. Mata tajamnya melirik ke arah pohon tempat Cassa bersembunyi, dan tanpa disangka, dia tertawa kecil.
“Kucing nakal?” suara Alaric menggema keras, membuat semua prajurit menoleh ke arah pohon besar itu.
Cassa langsung panik. “Oh, tidak! Aku ketahuan!” Dia melangkah keluar dengan canggung karena dia sudah ketahuan mengintip Alaric yang sedang berlatih. Mencoba memasang wajah tidak bersalah sambil menyembunyikan kegugupannya.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Alaric, memandangnya penuh rasa ingin tahu. Senyumnya melebar, penuh godaan. “ Sebenarnya kau mengagumiku bukan? Sampai-sampai mengintipku seperti ini? Kalau ingin dekat denganku, kenapa tidak bilang saja? ”
“Duke, jangan bermimpi!,” tanpa aba-aba, Cassa langsung memukul perut Alaric dengan sekuat tenaga. Cassa semakin tidak mempunyai muka di Kediaman ini, mukanya begitu memerah karena perkataan lelaki menyebalkan di depannya. Alaric terhuyung, memegangi perutnya sambil tertawa keras, sedangkan prajurit-prajurit di sekelilingnya hanya bisa tertegun melihat kejadian itu.
Duke kejam itu tertawa begitu kencang karena seorang gadis pelayan?! Begitu mengejutkan!! Bahkan mereka sampai mencubit tangannya agar bisa keluar dari mimpi mereka masing-masing.
“Kau ini benar-benar menggemaskan, Lavie,” ujar Alaric sambil menahan tawa. “Apa kau selalu melampiaskan rasa malumu dengan kekerasan?” lanjut Alaric dengan nada santai tapi mengandung unsur ejekan. Senyum mengejek itu terpatri di wajah tegasnya itu, begitu tidak cocok.
“Hentikan omong kosong, Anda!, ” Cassa memalingkan wajah, mencoba menyembunyikan rona merah di pipinya. Tapi, matanya kembali tertuju pada para prajurit yang sedang menatap ke arah Duke, ah lebih tepatnya mereka berdua. Namun, sebuah ide muncul di kepalanya. Sepertinya akan menyenangkan! Semoga saja Duke jelek itu mau mengabulkannya — Pikir Cassa.
“Boleh saya ikut berlatih? Maaf jika saya lancang, tapi saya ingin ikut berlatih dengan Anda, Duke! Saya adalah pelayan pribadi Anda, otomatis saya akan selalu berada di dekat Anda. Jadi saya harus pintar-pintar bela diri juga agar bisa melindungi diri sendiri dan Anda, Duke!, ” ucap Cassa tiba-tiba dipadukan dengan alasan yang cukup masuk akal.
Alaric mengangkat alis, jelas terkejut. “Ikut berlatih? Kau? Tapi kau ini seorang gadis, Lavie.” Alaric sedikit cemas mendengar perkataan tidak masuk akal dari Cassa, tapi apa buat. Dia pasti akan selalu menyetujui perkataan Cassa.
“Tidak masalah. Asal Anda tahu, Duke. Jangan asal meremehkan seorang gadis, ” sahut Cassa dengan tegas.
Prajurit-prajurit di sekitar mereka mulai berbisik-bisik, memuji keberanian gadis cilik yang ternyata seorang pelayan pribadi sang Duke. Sementara Alaric hanya memandang Cassa dengan senyuman geli. Dia melangkah mendekat, menatap Cassa dengan mata yang penuh rasa ingin tahu.
“Baiklah,” katanya akhirnya. “Tapi kau akan mengikuti aturan yang sama seperti prajurit lainnya. Dan jangan harap aku akan mempermudah latihan ini hanya karena kau adalah pelayan,”
“Saya tidak butuh perlakuan khusus,” jawab Cassa dengan penuh tegas dan penuh semangat, matanya menunjukkan api yang berkobar sedemikian rupa.
Alaric terkekeh, mengangguk kepada salah satu prajuritnya untuk menyerahkan pedang kayu kepada Cassa. “Kita lihat saja seberapa serius kau ingin belajar.”
Dan begitulah, latihan pun dimulai. Cassa berusaha keras mengikuti instruksi, meskipun tubuhnya mulai terasa lelah hanya dalam waktu singkat. Namun, tekadnya tetap kuat, membuat Alaric, untuk pertama kalinya, memandangnya dengan sedikit rasa kagum. Dirinya semakin dibuat jatuh cinta kedua kalinya kepada gadis bersurai cokelat itu. Semakin jatuh cinta, semakin dirinya mempunyai tekad kuat untuk memilikinya.
"Tunggu aku, Lavie. Biarkan aku menjadi alasan senyummu setiap hari, hingga kamu tak lagi meragukan cintaku dan aku akan memastikan suatu hari nanti, hatimu sepenuhnya menjadi milikku." tekad Alaric sambil memandang Cassa dengan tatapan penuh puja. Sudah lama dirinya tidak menjadi dirinya sendiri, saat bersama Cassa sikap hangatnya kembali muncul. Dia percaya bahwa Cassa adalah takdirnya. Hatinya seakan terpaut semakin jauh ke dalam diri Cassa.
Latihan berlangsung lebih intens dari yang Cassa bayangkan. Awalnya dia mengira ini hanya akan jadi pengalaman singkat, tapi Alaric serius memperlakukannya seperti salah satu prajurit. Anehnya, meskipun baru pertama kali mencoba, Cassa merasa tubuhnya bisa menyesuaikan dengan cepat. Gerakan dasar pedang yang diajarkan Alaric langsung dia tiru dengan lancar, bahkan beberapa kali membuat prajurit lain melongo karena kecepatan belajarnya.
Alaric yang sedang memperhatikan dari samping hanya tersenyum tipis, meskipun ada sedikit keterkejutan di wajahnya.
Setelah beberapa jam, Alaric akhirnya mengangkat tangan. “Cukup untuk hari ini. Kita istirahat, tubuhmu perlu diisi energi kembali,” Alaric memerintahkan dengan tegas ke arah Cassa, semakin dilihat tingkah laku Alaric seperti seorang Ayah kepada anak gadisnya.
Cassa menghela napas panjang, keringat membasahi dahinya, tapi ada senyuman puas di wajahnya. Dia menaruh pedang kayu di tanah lalu duduk di bawah pohon. Namun, belum sampai satu menit, Alaric sudah berdiri di hadapannya, melipat tangan di dada sambil memandang dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Salam kepada, Yang Mulia Duke. Ada apa hingga Anda kemari, ?” tanya Cassa, mendongak ke arahnya. Dirinya tahu kalau dia adalah pelayan yang kurang ajar, tapi kalau Alaric tidak mempermasalahkannya toh tidak apa-apa. Dia cukup memberikan sopan santun sewajarnya seperti saat dia menjadi Tuan Putri.
Alaric menarik napas panjang sebelum akhirnya berbicara. “Aku baru ingat ada hal yang ingin kuberitahukan padamu. Kau harus bersiap untuk sesuatu.”
Cassa menyipitkan mata, penasaran. “Sesuatu apa? Sepertinya kali ini sangat serius,”
Alaric duduk di hadapan Cassa, ekspresinya sedikit lebih serius kali ini. “Ingat waktu aku mendadak harus rapat kemarin, hm? Rapat itu membahas tentang pesta berburu kerajaan di Aneila. Dan kau harus ikut denganku. Mengerti, Lavie?. ” Alaric menjelaskannya dengan nada biasa saja, tidak ada datar bagi gadis yang mempunyai tempat spesial di hatinya.
Cassa mengerutkan kening, bingung. “Pesta berburu? Bukankah itu acara bangsawan? Untuk apa saya ikut? Saya ini hanya pelayan.”
“Justru itu alasan kau harus ikut,” jawab Alaric santai. “Aku tidak punya waktu untuk repot-repot membawa orang lain. Dan lagi, aku percaya kau cukup bisa diandalkan untuk urusan ini. Jadi, bersiaplah.”
“Tapi—”
Alaric memotongnya dengan suara tegas. “Tidak ada tapi-tapian. Besok lusa kita akan pergi. Kau harus membantuku, entah itu membawa perlengkapan, atau sekadar mengingatkan jadwal. Mengerti?”
Cassa mendesah keras, jelas-jelas dia tidak puas, tapi dia tahu bahwa membantah Alaric hanya akan membuatnya semakin keras kepala. “Baiklah, Duke. Saya mengerti, ” jawabnya sambil memutar mata.
“Bagus.” Alaric berdiri, menepuk debu dari pakaiannya. Tapi sebelum pergi, dia menoleh ke arah Cassa dan tersenyum jahil. “Ada satu lagi,”
“Apa lagi sekarang, Duke, ?” Cassa mendesah, jelas sudah cukup lelah.
“Kau sebaiknya mempersiapkan dirimu dengan baik. Ini pesta kerajaan, jangan sampai aku melihatmu datang dengan pakaian lusuh seperti pelayan dapur. Hm, tapi jangan berdandan terlalu cantik!, ” ucapan terakhir Alaric membuat Alaric semakin menggelap, pikirannya mengelana. Takutnya pelayan pribadinya akan dilihat banyak orang dan memuji kecantikan Cassa. Sebenarnya, bagi Alaric dan beberapa orang di Kediaman. Kecantikan Laviora itu bagaikan seorang gadis bangsawan cuma rambut dan matanya tidak ada keistimewaan karena hanya lah hal umum para rakyat biasa, tapi tidak akan mengurangi kecantikan milik Cassa.
“Hei!, ” Cassa memprotes sambil melotot, tapi Alaric hanya terkekeh pelan. Lucu!
“Aku serius. Kau akan mewakili nama Kediaman Hexton ini saat bersamaku. Jadi pastikan kau tampak rapi, setidaknya tidak memalukan, kau pertama kalinya keluar bersamaku bukan? Berbanggalah karena kau bisa pergi dengan Duke setampan diriku, ” lanjutnya sambil menyeringai.
“Kalau begitu Anda harus memberiku tunjangan tambahan untuk beli pakaian, Tuan Duke yang terhormat. Saya baru tahu juga, Anda begitu percaya diri, " balas Cassa sinis, membuat Alaric tertawa keras.
“Kau memang pandai dalam memanfaatkan situasi ya. Baiklah, anggap itu bonus untuk kerja kerasmu hari ini. Aku akan menyuruh seseorang mengantarkan pakaian yang sesuai untukmu.”
“Huh, setidaknya Duke jelek itu tahu caranya berterima kasih,” gumam Cassa sambil menyilangkan tangan, pura-pura kesal kepada lelaki didepannya.
Alaric hanya menggeleng pelan, lalu kembali ke arah prajuritnya dengan senyum menghiasi di wajahnya. Di bawah pohon itu, Cassa duduk sambil berpikir, perasaannya campur aduk, rasa penasaran akan apa yang menunggunya di pesta berburu nanti.
...— Bersambung —...