"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi. "Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!" "Eits, Mr, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!" "Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!" Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya. "Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dadakan
"Mbak Sri! Marni!" Bude Sum memanggil keduanya saat akan pulang.
"Besok Aku kesini, tapi habis subuh yo Sum." Bude Sri memberi tahu Bude Sum.
"Duduk dulu Mbak, Mar. Ada yang Aku mau omongin." Terlihat wajah panik Bude Sum.
"Ada apa toh Sum, mukamu kok pucet, pias begitu? Ada masalah?" Bude Sri menatap lekat mencari tahu apa yang sedang dipikiran Bude Sum.
"Ini Mbak, duh gimana ya ngomongnya?" Wajah panik Bude Shm semakin membuat Bude Sri dan Marni penasaran.
"Ya ngomong aja. Ngomong aja susah banget Sum." Penasaran membuat Bude Sri jadi kesal karena Bude Sum plintat plintut.
"Jadi sodaranya Mas Karto yang bakal jadi penanggung jawab urusan makanan mendadak ngabarin ga bisa datang. Aku tuh mau minta tolong sama Mbak Sri dan Marni. Tapi ya malu, ga enak. Kalian kan dagang juga. Aku sebenernya ga enak harus ngomong gininya. Tapi bingung minta tolong siapa yang bisa dipercaya selain ke Mbak Sri."
Bude Sri menghela nafas berat. Satu sisi ia kasihan juga dengan Sum yang pasti kepikiran takut acaranya berantakan urusan konsumsi.
Sebetulnya memang sayang sekali membiarkan lapak tutup. Bagaimanapun penghasilan Bude Sri yang dari penjualan bumbu dapur dan rempah-rempah.
Apalagi pembeli yang sudah langganan bakal bingung kalo mendadak Bude Sri tutup lapak.
"Begini saja, besok Aku ngurus lapak dulu sebentar, kan ada Narti nanti setelah langganan pada ambil pesanan, Aku langsung kesini. Gapapa toh? Akad nikahnya kan mulai jam 10 kan?" Bude Sri memetakan agar sama-sama enak bagi kedua belah pihak.
"Iya Mbak. Duh Aku beneran Mbak Sri. Lega banget. Yo tadi pas denger kabar bingung. Mau kesel Mereka juga lagi duka. Yo gimana. Akunya bingung jadi panik. Tapi karena udah denger begini. Akunya lega banget. Matur suwon Mbak." Wajah sumbringah Bude Sum kembali.
"Ya sudah Kami pulang dulu ya. Itu masakan tinggal dilanjut sama tukang masakmu. Aku udah kasih tahu apa-apa yang harus dilakukan." Bude Sri menjelaskan.
"Sebentar Mbak, Marni. Sebetulnya Saya juga masih kebingungan. Karena yang jaga prasmanan di depan nanti seharusnya anaknya sodara Mas Karto itu, karena begini jadi batal datang juga. Marni, Bude mohon sekali, Kamu mau ya bantu Bude buat jaga prasmanan? Soalnya Kamu pas banget. Cantik. Kan enak yang makan sambil lihat yang cantik-cantik."
Marni sebetulnya berat, tapi tak tega melihat wajah panik Bude Sum akhirnya Marni mengiyakan.
"Alhamdulillah. Makasi yo Mbak Sri, Marni. Lega Aku. Ya sudah, besok Kamu bakal di dandani ya sama perias. Terus dipakein kebaya juga soalnya Kamu yang jaga prasmanan di depan. Biar semakin cantik."
Marni terkejut juga, ia juga akan didandani seperti layaknya pagar ayu. Mau menolak kasihan Bude Sum sudah senang.
"Tapi Marni juga baru bisa datang setelah ngasih pesenan sama langganan Jamu Bude. Gapapa kan?"
"Gapapa Mar. Kamu bareng saja sama Bude Sri ya."
Anggukan Marni menambah senyum lebar di wajah Bude Sum.
"Sum, Kami muleh yo. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Besok jangan lupa ya."
"Iya. Bawel!" Sahut Bude Sri.
"Lah, ini kok ketinggalan. Mbak, Mar, iki loh beseknya ketinggalan." Bude Sum berlari menghampiri keduanya.
"Oalah iyo. Lah bisa nyari Aku sampe rumah mana, besekku." Canda Bude Sri.
"Iyo toh Mbak, habis buru-buru saja. Ini juga punya Kamu Mar." Bude Sum menyerahkan besek kepada Bude Sri dan Marni.
"Walah! Pie Aku ini. Untung inget. Ada hikmahnya besek hampir lupa."
Bude Sri dan Marni saling pandang saat Bude Sum memberikan masing-masing amplop.
"Lah kok bengong. Ini ga diterima? Sudah ambil saja. Ini titipan Mas Karto. Diterima ya."
"Makasi. Kamu jadi repot Sum. Salam sama Karto matur suwon, juragan semoga tambah sugih. Gusti Allah paringi sehat. Makasi ya Sum."
"Terima kasih Bude Sum. Marni terima ya."
"Iya. Sama-sama Aku yang makasi loh. Sudah mau direpoti mana mendadak begini Kalian jadi harus tutup lapak."
Sepanjang perjalanan, dengan menaiki becak, Bude Sri dan Marni menikmati semilir angin yang berhembus.
Namun dijalan tiba-tiba sebuah mobil menghalangi becak yang keduanya naiki.
"Bude?"
"Bentar Ndok,"
Wajah keduanya yang berubah tegang mendadak malah memasang wajah masam melihat siapa yang datang mendekat.
Dengan gaya tengil, mengenakan kacamata hitam dan rambut full berminyak.
"Dek Marni sama Bude Sri mau kemane nih sore-sore adem bener naek becak. Naek becanya sama Abang aja Neng biar romantis!"
"Ga ada kapok-kapoknya ya Kamu Din!" Bude Sri lekas mengambil ponsel jadulnya yang masih bertombol dan mendial nomor seseorang.
"Assalamualaikum. Leha. Ini Si Udin ketemu Kami dijalan. Bude sama Marni lagi naek becak,-"
"Balikin telpon Bude! Sini Bude mau ngebel bojomu si Leha!" Udin merebut ponsel milik Bude Sri saat benar panggilan Bude Sri sudah tersambung dengan Leha Istri Udin.
"Bude gitu amat! Bisanya laporan aje! Udah tahu si Leha sumbu pendek! Bakal ruwet dah! Rese beud dah ah orang tua! Dek Marni, Abang pulang dulu ya. Mau jinakin singa dulu dirumah. Besok Abang dateng lagi ye ke pasar. Babay Dek Marni!" Udin segera bergegas masuk mobil tentu saja pulang kerumah adalah tujuan utamanya karena dapat dipastikan saat ini Leha tengah murka pada dirinya.
"Maaf Mas, Kita lanjut lagi." Kembali Bude Sri dan Marni naik ke becak.
"Ada-ada saja si Udin. Udah tahu bojone kayak singa masih berani ganjen begitu!" Gerutu Bude Sri.
"Bude kadang Aku capek. Marni ga pernah ada maksud ngegoda Suami orang. Mereka yang datang dan Marni ujung-ujungnya yang disalahkan dan disudutkan." Wajah sendu Marni seolah mewakili lelah hati akan perlakuan yang sering kali ia terima.
Mengapa setiap laki-laki yang datang selalu saja membuat Marni menjadi pihak yang disudutkan.
"Dah ga usah dipikirin. Yang penting Kamunya bisa jaga diri ya Ndok."
"Iya Bude."
Sepanjang jalan, Marni berpikir, apa yang salah pada dirinya. Namun jika harus menutut aurat, Sejujurnya Marni belum siap. Banyak hal yang Marni pertimbangkan. Memang salah pikiran itu namun Marni tidak mau ia ragu-ragu malah nanti sudah pakai justru di buka. Kesannya malah jadi memain-mainkan agama.
"Ndok, ayo makan dulu. Baru Kamu nanti balik ke lapak ya. Bude kalo sendiri sering ga kepingin makan. Males."
Keduanya membuka besek pemberian Bude Sum. "Ini banyak banget! Mar, makan ini saja ya. Bude ga akan habis kalau segini dimakan sendiri. Kalo Kamu kenyang, yang punya Kamu simpen aja dulu di kulkas Bude. Lumayan buat besok Kamu sarapan." Bude Sri tahu kalau Marni tidak punya lemari pendingin.
"Iya Bude. Kalo begitu yang ini simpen di kulkas saja Bude. Besok Kita sarapan sama-sama lagi sebelum berangkat."
"Iya sini Bude simpan di kulkas besek Kamu."
Setelah makan dan kenyang, Marni pamit kembali ke lapak.
Marni menyiapkan bahan-bahan membuat Jamu untuk pembeli yang sudah memesan. Jadi besok bisa langsung diambil sebelum ia berangkat ke rumah Bude Sum.