Dyah permata baru saja menyelesaikan sekolahnya dia hanya berdua dengan adiknya yang berusia tujuh tahun. Dia pergi ke kota untuk mencari pekerjaan.
Bagaimana jika dia bertemu dengan anak perempuan yang berusia tiga tahun memanggilnya bunda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mutia al khairat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nona Aquira
Dyah masih membantu bibi Sumi memasak untuk nanti malam mereka saling bicara dan berkenalan satu sama lain.
" Dyah kenapa ku tidak melanjutkan pendidikanmu? " Bibi Sumi, yang mengetahui Dyah baru saja tamat SMA, Dyah tersenyum dalam menanggapinya.
" Tidak tahu bi untuk setahun ini Dyah hanya fokus pada pekerjaan dan biaya sekolah untuk Fathan" seru Dyah tersenyum.
" Kamu harus semangat Dyah semoga tahun depan kamu dapat melanjutkan pendidikanmu" kata Bibi Ina, merupakan salah satu pelayan.
" Amin" seru Mereka yang mendengarnya. Semua pelayan sudah menanggap Dyah sebagai anak dan adik bagi mereka karena Dyah pelayan yang paling muda diantara mereka walaupun Dyah bekerja sebagai pengasuh.
Mereka melanjutkan pekerjaannya meski dengan berbicara ringan.
Sebuah kamar yang dihias dengan pernak pernik anak perempuan bermotif barbie terlihat undah, ada seorang anak perempuan yang baru saja berusia tiga tahun di kasurnya.
Hwa, hwa, hwa
Terdengar susra tangisan yang keras hingga terdengar oleh mereka di dapur.
" Bibi itu suara tangisan siapa" ?" Dyah, sedang menyiapkan makanan di atas meja.
" Itu suara nona Aquira yang akan kamu asuh, tapi dimana Lilis di tugaskan oleh nyonya besar untuk sementara menjaga cucunya sebelum kamu datang" kata Bibi Sumi merasa bingung seharusnya Lilis menemani nona kecil di kamarnya.
" Bibi kamu tidak tahu Lilis saja pasti dia asik dengan bermain HP" kata Bibi Ina merasa kesal. Mereka hanya diam.
Kamar nyonya hesar.
" Mom cucu kita menangis" seru tuan Ammar menutup bukunya. Nyonya Atika yang sedang membersihkan wajahnya terkejut mendengar tangisan cucunya.
Nyonya dan tuan besar segera ke kamar cuxunya yang berada di depan kamarnya.
Kret
Betapa terkejutnya mereka melihat Lilis mendengar musik di Hp sedangkan cucunya menangis.
Plak
Betapa terkejutnya Lilis pipinya di tampar keras oleh tuan Ammar.
" Jadi begini caramu bekerja selama ini membiarkan cucu saya menangis, sedangkan kamu asyk dengan ini" kata nyonya Atika menyerahkan cucunya pada suaminya dan melempar HP milik Lilis.
Lilis hanya bisa meratapi nasibnya dia memang kurang menyukai anak kecil, baginya mereka sangat merepotan dia menerima pekerjaan ini hanya karena gajinya yang besar.
Dyah merasa kasihan mendengar tangisan Aquira yang tak mau berhenti, hingga dia berniat untuk melihatnya.
" Dyah mau kemana? " Bibi Sumi, melihat Dyah menaiki tangga.
" Dyah ingin menemui nona kecil bi kasihan Dyah mendengarnya, tangisannya tak mau berhenti" kata Dyah.
" Tapi kamu baru besoknya bekerja Dyah, biar nyonya mengurusnya" kata Bibi Sumi. Dyah hanya tersenyum dan melanjutkan jalannya sedangkan bibi menggelengkan kepalanya.
Dyah terkejut melihat nyonya besar menampar Lilis dia menatap Aquira yang menangis sambil menangis.
" Maaf tuan biar nona bersama saya" kata Dyah dengan menundukan kepalanya, Lilis menatap tajam pada Dyah.
Tuan Ammar menyerahkan cucunya pada Dyah karena tidak baik bagi cucunya melihat kemarahan istrinya, Dyah membawa Aquira ke tengah sedangkan tuan besar menuju ruang kerja dan membiarkan masalah ini di urus oleh istrinya.
" Sekarang kamu bereskan semua barangmu dan pergi dari sini, dan ambillah gajimu bulan ini" kata nyonya Atika meninggalkan Lilis sendiri.
Nyonya Atika tetap membayar gaji terakhir Lilis dia tak msu dianggap sebagai majikan kejam dan dia menyusul cucunya.
" Sayang tenanglah jika ira menangis nanti cantiknya hilang" kata Dyah penuh kasih sayang sambil menepuk punggungnya.
" Uh nona cantik jika tersenyum" bujuk Dyah, tersenyum melihat Aquira sudah tenang. Aquira memeluk leher Dyah dengan tangan mungilnya.
Nyonya Atika tersenyum bahagia melihat cucunya tenang, Lilis sudah meninggalkan rumah kediaman Alexanders tanpa pamit.