Sebenarnya, cinta suamiku untuk siapa? Untuk aku, istri sahnya atau untuk wanita itu yang merupakan cinta pertamanya
-----
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan juga vote, jika kalian suka ya.
dilarang plagiat!
happy reading, guys :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Rii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap yang membingungkan.
Aryan tak bisa berlama-lama libur, karena kerjaan sudah menunggunya di sana. Hari ini, Aryan dan Aira akan pulang ke kota. Awalnya Aira tetap mau di sini, namun berkat bujukan mertua Aryan, Aira akhirnya mau juga pulang.
"Banyak banget, mak." Aryan menatap buah-buahan yang sedang di letakkan di dalam kotak. Begitu banyak bawaan yang diberi mertuanya, mulai dari buah, sayur, ikan asin, serta kerupuk mentah buatan sendiri.
"Kalau beli di kota, jarang ada yang manis. Kecuali belinya di tempat mahal. Daripada beli mahal-mahal, mending ini aja. Gratis, manis lagi," ujar bu Yasmin memberikan kotak yang sudah penuh ke suaminya, untuk di lakban.
"Ayah sama mamak masih ada kan buahnya? Jangan di kasih ke kami semua."
"Masih, bukan cuma buah, tapi pohon pun ada di kebun," jawab bu Yasmin terkekeh pelan.
Setelahnya, semua kotak berisikan pemberian mertua Aryan, di letakkan dalam bagasi mobil.
"Hati-hati ya, bang," seru Aldi menyalim Aryan. Aryan pun mengangguk lalu menberikan uang jajan.
"Makasih, bang."
"Jangan di biasain ngasih uang ke Aldi, nanti dia jadi ketagihan minta," ujar Aira menatap kesal adiknya yang sedang cengar-cengir.
"Cuma jajan kok, bukan biaya hidup," sahut Aryan pelan. Aira pun memutar bola matanya, lalu pergi menyalim kedua orang tuanya.
"Sehat-sehat di sana ya. Kalau nanti Aldi udah libur sekolah, terus kebun udah beres panen, kami bakalan ke sana buat jalan-jalan, " ujar pak Aiman mengelus lembut kepala Aira.
"Di tunggu ya, Ayah," seru Aryan ikut menyalim mertuanya itu.
"Hati-hati ya, kalian harus akur. Kalau ada masalah, selesain baik-baik."
"Iya, mak."
"Pergi ya, assalamualaikum. "
"Wa'alaikumussalam, hati-hati ya."
Mobil pun melaju meninggalkan pekarangan rumah pak Aiman dan bu Yasmin. Aira sempat melambaikan tangan ke arah keluarganya dan juga para tetangga.
Di perjalanan menuju kota, Aryan maupun Aira sama-sama membisu. Aryan yang sibuk dengan pikiran tentang kerja dan masalah mimpi semalam, sedangkan Aira sibuk dengan pikirannya tentang perubahan sikap Aryan.
Setelah mereka shalat subuh, Aryan lebih banyak menyapanya. Bahkan saat sarapan, laki-laki itu terang-terangan menaruh perhatian, seperti meletakkan sayur ke piringnya.
Apa karena Aryan sedang di rumah mertua, makanya laki-laki itu bersikap demikian.
Hah, entahlah. Aira ragu akan semua pikirannya.
3 jam kemudian.
Perjalanan masih panjang, masih ada 3 jam lagi untuk menuju rumah mereka di kota yang berbeda, dengan kota orang tua Aira.
Aryan menghentikan mobilnya di sebuah rumah makan, untuk beristirahat sebentar dan makan. Setelahnya baru nanti mereka melanjutkan perjalanan pulang.
"Mau pesan apa?" tanya Aryan setelah mereka duduk di kursi paling pojok.
"Eum, soto aja pakai nasi," jawab Aira menatap deretan menu di rumah makan ini.
Aryan pun memesankan makanan untuknya dan Aira, lalu setelah makanan tiba, mereka pun lanjut makan.
Tidak ada interaksi khusus seperti di rumah orang tuanya Aira, menambah pikiran buruk tentang suaminya ini.
Berarti dugaannya benar, bahwa Aryan bersikap seperti suami, hanya karena sedang berada di rumah orang tua Aira.
Setelah selesai makan, keduanya melanjutkan perjalanan menuju rumah. Kalau bisa, sore nanti setelah beristirahat, Aryan akan lanjut menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda
Beberapa jam kemudian.
Tidak akan lama lagi, mereka sampai di rumah. Hanya butuh waktu kisaran 30 menit saja.
"Mau beli kue dulu sama jajanan?" tanya Aryan melambatkan laju mobil. "Sekalian kita shalat Dzuhur dulu di Masjid itu," lanjut Aryan menunjuk Masjid yang tak jauh dari para penjual jajanan.
"Boleh."
Keduanya pun berhenti di Masjid terlebih dahulu, karena memang sudah waktunya shalat, meski mereka sudah telat beberapa menit, karena tidak menemukan Masjid saat tepat waktu shalat Dzuhur.
Setelah selesai shalat, Aira lanjut pergi melihat jajanan, diikuti Aryan dari belakang.
"Pisang gorengnya masih panas, dek," seru ibu penjual gorengan. Aira pun tersenyum manis, lalu duduk di kursi yang ada di situ dan memesan beberapa gorengan.
"Cuaca di sini kan lumayan dingin, jadi enak makan yang anget-anget," ujar penjual itu membuat Aira tertawa pelan.
"Mas-nya mau pesan juga?"
"Saya samain aja kayak pesanan istri saya," sahut Aryan ramah.
"Oke deh."
"Kamu dingin?" tanya Aryan menatap Aira yang menyembunyikan tangannya di dalam jilbab.
"Iya."
Aryan pun melepaskan jaketnya, lalu memberikan jaket itu pada Aira.
"Biar gak flu," ucap Aryan pelan. Aira menerima jaket itu, lalu memakainya, untuk menetralisir hawa dingin. Tak berselang lama, gorengan pun sudah ada di meja mereka.
"Ini gorengannya."
Aira mulai memakan gorengan yang masih panas, begitu juga dengan Aryan. Kalau Aryan minum teh panas, lain halnya dengan Aira yang minta air hangat saja.
Ponsel Aryan terdengar berbunyi, membuat Aira melirik sekilas ke layar ponsel suaminya yang menyala.
"Angkat aja, mana tau mbak Diana butuh mas," ujar Aira dengan suara pelan. Aryan tak menyahut dan memilih mematikan layar ponselnya.
Entah kenapa juga suaminya ini tiba-tiba saja cuek pada Diana. Apa mereka berdua sedang bertengkar?
Entahlah.
Setelah selesai makan gorengan, Aira menyempatkan diri membeli beberapa kue yang ia sukai. Setelah itu barulah mereka berjalan menuju mobil.
"Aryan," panggil seseorang membuat Aryan maupun Aira menoleh secara bersamaan. "Ternyata kamu di sini," ujar Diana tersenyum senang, lalu menatap Aira.
Aira yang di tatap seperti itu, langsung sadar kalau Diana sedang mengusirnya secara halus.
"Kalian lanjutin aja," ucap Aira hendak pergi ke mobil, namun lengannya ditahan oleh Aryan.
Hal itu sontak membuat Diana maupun Aira terkejut.
"Eum, Iyan, aku mau ngomong sesuatu sama kamu."
"Bicara di sini aja," sahut Aryan tetap memegang erat pergelangan tangan istrinya.
"Berdua, Iyan."
"Maaf, Na, di sini aja."
"Aku bakalan pergi ke mobil, nunggu di sana," seru Aira merasa tak enak dengan situasi ini.
"Tetap di sini dan dengarkan semuanya! Saya gak mau ada salah paham lagi," sahut Aryan dengan tegas.
Sontak hal itu membuat Diana memberengut kesal, sedangkan Aira, entah bagaimana ia mengungkapkan perasaannya sekarang.
Membingungkan.
"Mau bicara apa, Na?" tanya Aryan tanpa menatap Diana.
"Eum, itu, aku sebenarnya cuma mau nanya, kamu kemana aja, terus kenapa gak ngangkat telepon dari aku," ujar Diana dengan tangan yang terkepal kuat.
"Aku ke rumah mertua aku dan masalah panggilan gak terjawab, aku kira itu bukan sesuatu yang penting," jelas Aryan cepat.
"Gak penting? Kamu anggap aku gak penting!" Ingin rasanya Diana berteriak tepat di wajah Aryan, namun ia urungkan karena ini tempat umum.
"Oh gitu ya, maaf kalau gitu, aku gak tau kalau kamu lagi senang-senang di sana," ujar Diana dengan tatapan sendu. Ada sedikit penekanan di kata 'senang-senang'.
Terdengar helaan nafas dari Aryan, laki-laki itu terlihat santai namun juga kaku.
"Kalau gak ada yang penting, kami pergi dulu. Aku ada kerjaan nanti sampai di rumah," ucap Aryan mengambil alih belanjaan makanan dari tangan Aira. "Assalamualaikum, " lanjut Aryan lalu membawa Aira pergi, masuk ke mobil.
"Wa'alaikumussalam, " sahut Diana pelan, sembari menatap nanar mobil mantan pacarnya itu yang kini sudah mulai melaju meninggalkannya.
"Mungkin karena ada Aira, makanya dia gitu. Kalau nanti kami cuma berdua, dia pasti balik kayak dulu kok. Iya, Iyan pasti bakalan balik kayak dulu lagi, perhatian lagi sama aku," ujar Diana pelan, sembari menyeka air matanya.
"Aryan itu milik aku, Aira! Selamanya bakalan jadi milik aku!"
jangan lupa tinggalkan like dan komentarnya ya, biar saya makin semangat:)
Aryan udah tobat
padahal bagus ini cerita nya
tapi sepi
apalagi di tempat kami di Kalimantan,
jadi harus kuat kuat iman,jangan suka melamun