Menikah dengan pria idaman adalah dambaan tiap wanita. Adelia menikah dengan kekasihnya bernama Adrian. Di mata Adelia Adrian adalah laki-laki yang baik, taat beragama, perhatian sekaligus mapan. Namun ternyata, setelah suaminya mapan justru selingkuh dengan sekretarisnya. Apakah Adelia mampu bertahan atau justru melangkah pergi meninggalkan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Sekali
"Aku heran, darimana Adelia bisa dapet uang sebanyak itu untuk membayar perhiasannya?" tanya Salsa.
"Ya, mungkin selama ini ia menabung uang yang aku kasihkan ke dia,' balas Adrian enteng.
"Enggak mungkin, pasti dia sekarang jadi simpanan om-om," prasangka Salsa.
"Tidak mungkin, Adelia bukan wanita seperti itu," balas Adrian.
Salsa melihat ke arah suaminya dengan tatapan tidak suka. "Kamu kok belain dia terus, sih."
Adrian bungkam, ia lelah berdebat dengan Salsa. Wanita itu bisa seharian mengomel kalau hatinya sedang kacau. Dan itulah yang membuat Adrian makin bosan bersama Salsa.
Namun Adrian juga bukan pria bodoh, ia juga penasaran darimana Adelia dapat uang sebanyak itu. Apa benar apa yang di katakan Salsa kalau Adelia sudah menjadi simpanan om-om. Apalagi penampilan Adelia yang semakin memukau para kaum adam.
**
Sesampainya di pintu apartemennya tiba-tiba tubuh Adelia limbung. Kepalanya tiba-tiba pusing, pandangannya kabur. Dan akhirnya ....
Untung saja ada seorang pria muda kebetulan lewat. "Adelia!" Buru-buru Arga langsung menyangga tubuh Adelia.
Baru saja mau menjawab perkataan Arga, Adelia sudah jatuh pingsan. Terpaksa Arga membopong tubuh Adelia dan membaringkannya di kamarnya.
"Kok kamu bisa pingsan sih," gumam Arga. Baru kali ini ada seorang wanita yang tidur di atas ranjangnya. Arga mengamati wajah pucat Adelia.
"Kamu cantik sekali, sayang kau sudah menjadi milik orang lain," kata Arga. Ia memang menyukai Adelia, tapi ia juga tidak ingin mengganggu rumah tangga orang.
Arga memberanikan diri menyentuh kening Adelia. Ia kaget karena suhu tubuh wanita itu panas sekali.
"Rupanya kamu demam."
Arga menelepon dokter pribadinya agar datang ke kamarnya untuk memeriksa kondisi Adelia.
"Sejak kapan dia mengalami demam?" tanya dokternya.
"Aku juga tidak tahu, tadi aku menemukannya hampir pingsan di depan pintu apartemennya," terang Arga.
"Dia cantik. Kau menyukainya?" tanya teman Arga yang sekaligus dokter pribadinya itu.
"Apa-apaan ini, kebetulan aku lewat dan menolongnya. Itu saja," jawab Arga.
"Hemm, tapi sepertinya tatapanmu lain padanya," balas Ferdi.
"Ah, sudahlah. Kamu kesini mau periksa dia atau menginterogasiku?" tanya Arga sewot.
"Dua-duanya, hehehe."
Ferdi mulai memeriksa Adelia secara hati-hati. Ia meletakkan tangan Adelia bersedekap kembali.
"Dia sepertinya kurang tidur, kelelahan, sedikit stress, banyak pikiran. Aku akan meresepkan obat untuknya agar dia bisa lebih rileks."
Ferdi memberikan tulisan tangannya pada Arga. "Kau suruh dia minum tiga kali sehari sesudah makan tentunya."
"Tak kusangka sekolah tinggi-tinggi tulisanmu jelek sekali," ejek Arga.
"Hei, jangan salah justru dengan tulisan jelek ini bisa menghasilkan banyak uang," kekeh Ferdi.
"Mataku saja sakit membacanya," ledek Arga. Ferdi tidak tersinggung sama sekali dengan ucapan sahabatnya. Mereka sudah bersahabat semenjak kuliah, jadi apapun ledekan Arga tidak membuatnya tersinggung sama sekali.
"Ya, sudah. Aku pergi dulu. Jangan nakal, barangkali permata yang kau temukan ini istri orang, malahan akan menjadi masalah buatmu," pesan Ferdi.
Degh! Arga kaget dengan yang di katakan Ferdi, karena semuanya benar adanya. Inilah nasib sialnya kenapa hatinya tertambat pada istri orang. Padahal selama ini banyak sekali gadis lajang cantik-cantik mendekatinya. Namun, tak ada yang bisa membuat hatinya tergerak seperti Adelia.
Sepeninggal Ferdi, kerjaan Arga hanya menunggui Adelia bangun dari tidurnya. Ia menatap wajah cantik itu yang masih terpejam.
"Banyak pikiran, stress."
"Apakah kau masih memikirkan suamimu yang keparat itu?" gumam Arga. Ia tahu benar bagaimana Adrian berselingkuh dengan sekretarisnya sendiri. Karena Arga adalah presdir yang memergoki kegiatan Adrian waktu itu. Hingga ia memecatnya secara tidak langsung dengan memberikan tawaran pekerjaan sebagai cleaning servis. Mau tidak mau akhirnya Adrian mengundurkan diri tanpa mendapatkan pesangon dari perusahaan.
Arga tidak tega melihat wajah Adelia yang polos tengah berjuang dengan nasibnya. Andai saja dia bertemu lebih awal pasti akan membahagiakannya. Tidak menyia-nyiakannya.
"Secara tidak langsung aku sudah membalaskan rasa sakit hatimu pada suamimu yang bejat itu. Dia sekarang pengangguran, aku yakin sebentar lagi ia akan menjadi gelandangan." gumam Arga.
"Siapa yang jadi gelandangan?" Tiba-tiba Adelia terbangun sontak saja Arga kaget.
"Kau sudah sadar rupanya."
Adelia mengabaikan perkataan Arga, ia masih tertarik menanyakan perihal gelandangan tadi.
"Siapa yang jadi gelandangan?" tanya Adelia.
"Tidak ada. Mungkin kamu salah dengar tadi," jawab Arga berbohong.
"Tidak, aku jelas mendengarnya tadi," kata Adelia kekeh.
"Dan kenapa aku bisa berada di sini?" Pandangan Adelia mengedar ke sekeliling kamar Arga.
Arga tahu Adelia pasti berpikiran tidak-tidak tentangnya. Kelihatan jelas dari tatapan Adelia yang bersikap curiga.
"Tadi kau pingsan di depan pintu apartemenmu, kebetulan kita sebelahan jadi pas aku lewat terus menolongmu dan membawamu ke sini."
"Tenang, aku tidak ngapa-ngapain kok. Ini tadi resep dari temenku yang datang memeriksamu. Temenku dokter, katanya kau mengalami stres, kurang istirahat sehingga jatuh pingsan," terang Arga.
Melihat secarik kertas dengan tulisan dokter yang meresepkan beberapa obat untuknya, membuat Adelia tidak ada alasan lagi untuk curiga pada pria tampan di depannya.
"Oke, aku percaya. Terima kasih atas pertolongannya. Kalau begitu aku akan kembali ke kamarku saja." Adelia berusaha bangkit namun ternyata jalannya masih sempoyongan. Arga mau membantunya tapi di tepis Adelia.
"Aku bisa jalan sendiri," tolaknya.
"Sudahlah, jangan bandel aku bantu kembali ke kamarmu," tawar Arga.
Adelia mau tidak mau menerima bantuan Arga karena kepalanya memang merasa pusing tujuh keliling. Ia takut tubuhnya ambruk.
"Sekarang sudah sampai di kamarmu, kau tidurlah. Aku akan menebus obat ini untukmu," kata Arga.
"Tidak usah, aku tidak mau merepotkan," tolak Adelia pelan. Karena memang tubuhnya sudah lemas tak berdaya.
"Maaf, kalau aku tidak mendengarkanmu. Aku tetap akan membelikan obatnya untukmu."
Setelah membaringkan Adelia, pria itu pergi keluar untuk menebus obatnya di apotik. Ia sangat mencemaskan kondisi Adelia yang lemah.
Sementara di kamar Adelia memegangi kepalanya yang pusing dan merasakan tubuhnya lemas. Ia tidak menyangka kebiasaannya akhir-akhir ini yang suka begadang membuat staminanya ambruk. Ia memang sulit tidur memikirkan masalah yang sedang menderanya.
Adelia merasa menjadi wanita yang paling tidak beruntung di dunia. Ia fi tinggal selingkuh suaminya dan di biarkan hidup sendiri. Apalagi setelah bertemu dengan Adrian pagi tadi. Rasanya Adelia makin muak melihat kemesraan mereka berdua.
"Kamu benar-benar tidak ada hatinya Mas. Tega kamu sama aku."
"Aku tidak bisa memaafkanmu," gumam Adelia sedih.
Tok tok tok
"Boleh, aku masuk?" Terdengar suara Arga dari balik pintu kamar Adelia.
"Ya," jawab Adelia. Ia membolehkan Arga masuk karena Adelia sudah sangat lemah dan membutuhkan obat itu.
"Ini obatmu, minumlah. Aku juga membeli air mineral agar kau bisa menelan obatnya," kata Arga.
"Eh, tunggu sebentar," cegah Arga.
"Ada apa?" Adelia bingung karena Arga mengambil obat itu dari tangannya.
"Kau harus makan dulu sebelum minum obat, tadi temanku menyarankan begitu."
"Kebetulan aku beli bubur ayam tadi, aku tidak tahu kau menyukainya atau tidak. Setidaknya ada makanan yang masuk dalam perutmu," terang Arga.
Adelia terdiam, ia tidak percaya masih ada orang sebaik Arga. Hatinya terharu masih ada orang yang mau memperhatikannya. Meski ia tidak tahu apakah Arga tulus atau tidak. Tapi, di lihat dari tindakannya sepertinya pria di drpannya itu tulus membantunya.
"Ups, panas sekali buburnya," ucap Adelia. Ia melamun sehingga lupa meniupnya.
"Biar aku bantu meniupnya," tawar Arga.
Adelia menatap tajam pada Arga seolah melarangnya. Dan sepertinya Arga mengerti.
"Oh, maaf bukan maksudku_."
"Aki hanya mau membantumu saja," ungkap Arga.
"Tidak apa-apa. Aku masih bisa melakukannya sendiri," balas Adelia.
Perlahan Adelia meniup-niup buburnya dan mulai menyantapnya. Setelah habis baru ia menelan obat yang di berikan Arga. Lalu minum air dari botol mineral yang di sodorkan Arga.
"Terima kasih, entah bagaimana aku bisa membalas kebaikanmu," kata Adelia.
"Sudahlah, jangan berpikiran macam-macam. Yang penting sekarang kau cepat sembuh. Itu saja harapanku," kata Arga.
"Iya," ucap Adelia.
"Kau istirahat aku pergi dulu," pamit Arga.