Sebuah ramalan kemunculan raja iblis berhasil membuat dunia kacau balau akibat kemunculan para monster, makhluk mistis serta fenomena alam baru.
Untungnya manusia masih memiliki secercah harapan. Mereka adalah para manusia yang berhasil membangkitkan kekuatan hebat, mereka disebut Awakening.
Akan tetapi, apakah secercah cahaya itu dapat mengalahkan kegelapan yang begitu besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galaxy_k1910, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pedang Erasmo 3
Keesokan paginya berita tentang menghilangnya ruang gelap muncul di televisi dan membuat warga sekitar merasa lega. Rahayu pun ikut merasa senang ketika layar telivisi memperlihatkan tangisan haru seorang ibu yang akhirnya bertemu dengan putranya.
Arkara yang sudah memakai seragam tengah memakan sarapan. Ekilah sendiri sedang menahan kantuk karena hanya tidur kurang dari 3 jam.
Sementara Karsa selaku kepala keluarga hanya tertidur di sofa panjang dengan buku novel yang menutupi wajahnya.
Ketika Ekilah hendak meminum segelas air, sebuah suara tiba-tiba muncul di dalam kepalanya.
[Keluargamu benar-benar damai ya, Gadis muda.]
Ekilah terdiam sebentar, ia pun membuat kesimpulan jika kesadaran pemuda yang waktu itu ia lawan berasa di dalam pedang dan bisa berbicara dengannya melalui pikiran.
"Lalu, apa yang mau kau lakukan?"
[Tidak ada. Aku sudah tidak bisa melakukan apapun. Sekarang aku hanyalah sebuah kesadaran di dalam pedang.]
"Kalau begitu apa kau bisa mengajariku cara menggunakan pedang Erasmo dengan sempurna?"
[... Sejujurnya aku berpikir jika kamu tidak perlu menyempurnakannya. Dengan memanipulasi energi kamu bisa mengalahkan ku.]
"Manipulasi energi itu butuh konsentrasi tinggi. Pokoknya tolong ajari aku ya."
[Aku tidak punya alasan untuk menolak.]
Setelah sarapan dan membantu sang ibu melakukan beberapa pekerjaan rumah, Ekilah pun pergi menuju rumah pohon untuk menyendiri seperti biasa.
Ia mengambil pedang Erasmo yang ditaruh di belakang pintu masuk.
"Seberapa luas tempat yang dibutuhkan untuk berlatih?"
[Minimal 1 hektar dan kalau bisa ada beberapa boneka kayu sebagai targetmu.]
Ekilah berpikir sebentar. Ia mencari di internet lokasi seperti itu.
"Kalau boneka kayunya diganti sama monster boleh gak?" Tanya Ekilah.
[Itu lebih bagus.]
Segera, Ekilah mulai mencari misi di aplikasi Awakening yang bisa diselesaikan oleh satu orang.
Beberapa menit berikutnya Ekilah menemukan satu misi yang cocok. Sebuah ruang gelap yang muncul di lapangan sekolah menengah pertama.
Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama Ekilah pun mengirim pesan pada si pembuat misi entah siapa ia tak peduli untuk mendapatkan ijin.
Selang beberapa menit Ekilah mendapatkan balasan. Mereka atau siapapun itu memberikan sudah memberikan ijin pada awakening bernama Ekilah Rajendra dengan level perunggu.
"Papa pinjam motor!"
"Jangan dipakek untuk mengalahkan monster! Itu motor murahan!" Teriak Karsa dari dalam rumah.
"Iya!"
.
.
.
Meski menggunakan motor murahan. Ekilah berhasil sampai di lokasi dalam waktu 30 menit.
[Seharusnya kamu bisa datang lebih cepat jika tidak berhenti untuk makan.]
Pedang Erasmo itu Ekilah simpan di dalam tubuhnya dengan salah satu teknik manipulasi energi tingkat tinggi bernama Sigil. Sebuah teknik menyimpan senjata atau benda di dalam pengguna sebagai tato.
"Maaf ya, aku ini manusia biasa yang butuh makan."
Setibanya di halaman depan sekolah, Ekilah pergi menuju pos satpam, bertanya ke mana harus melapor untuk menghilangkan ruang gelap, lalu bertemu dengan guru bagian Humas.
Singkat cerita Ekilah pun memandangi asap gelap yang menutupi area lapangan sepak bola di bagian dalam sekolah.
Pihak sekolah sudah menyewa dua awakening, satu untuk membereskan ruang gelap dan satu lagi untuk menjaga para warga sekolah.
Ekilah mendengarkan dengan seksama informasi yang diberikan oleh guru tersebut. Ruang gelap ini muncul dini hari kemarin, tidak ada hal aneh yang keluar dari ruang gelap itu dan tidak ada laporan orang hilang.
"Jadi ini ruang gelap level besi ya," batin Ekilah.
"Tolong jangan biarkan ada yang masuk ke dalam sana selama saya belum keluar." Ucap Ekilah.
"Tentu, nona Awakening."
Ekilah pun berjalan santai menuju ruang gelap.
Begitu di dalam ia langsung mengeluarkan pedang Erasmo.
"Jadi, bisa kita mulai latihannya."
[Tentu, aku akan memberitahumu beberapa kemampuan spesial pedang ini yang tidak dimiliki oleh pedang lainnya.
Pertama, pedang ini akan mengambil sebagian kecil energi lawan dan memberikannya padamu, seperti yang aku lakukan waktu itu.
Kedua, pedang ini bisa menjadi seperti bumerang yang akan kembali padamu jika dipanggil.
Ketiga, dengan keberadaanku di dalam pedang ini, aku akan memberikan beberapa arahan untuk menyerang.
Keempat, pedang ini bisa berubah bentuk menjadi dirimu, walau aku yang menjadi kesadarannya.]
Mata Ekilah berbinar mendengar kemampuan pedang Erasmo yang terakhir.
"Jadi kau bisa membantuku membersihkan halaman dong!"
[Hanya jikalau kamu mau melakukan pemborosan energi dalam skala besar.]
Grep!
"Oh."
Rumput hijau yang awalnya tidak lebih tinggi dari mata kaki di lapangan mulai tumbuh dan mengikuti kaki Ekilah. Selain itu mulai tumbuh tanaman lain yang sebagai besar tidak Ekilah ketahui jenisnya.
"Apa monster jenis ini cocok untuk latihan?"
[Cocok.]
Ekilah pun memotong rumput yang melilit kakinya lalu memasang kuda-kuda berpedang.
Sring!
Ia melakukan tebasan rendah. Rumput liat yang terpotong itu mulai tumbuh kembali dengan cepat dan mencoba melilit tubuh Ekilah.
Akan tetapi, perempuan berambut putih itu sudah melompat mundur, menjaga jarak.
Ketika salah satu tanaman hendak melilit tangan Ekilah yang memegang pedang, tanaman itu menghilang.
[Aku lupa satu hal. Pedang ini mampu menggunakan kekuatan si pemilik.]
"Wow." Ekilah berdecak kagum.
Sring!
Ia melakukan tebasan vertikal ke bawah.
Tak?
Sayangnya pedang Erasmo sempat mengikis bebatuan yang membuat kecepatannya berkurang.
[Tekuk salah satu kakiku dan kaki yang lain biarkan lurus searah dengan permukaan tanah bila hendak melakukan tebasan bawah.]
Ekilah menerima saran itu.
Menit berikutnya seluruh tanaman di sekitar Ekilah sudah mati.
Dari kejauhan, Ekilah melihat jika para tanaman mulai bersatu dan membentuk pohon besar. Seluruh bagian pohon itu mulai bergerak. Akar-akarnya keluar dan membentuk sebuah kaki, dahan pohon juga bersatu membentuk tangan.
"Oh, itu cukup keren."
Ekilah Kemabli memasang kuda-kuda. Ia hendak melayangkan tebasan energi namun.
[Tolong jangan gunakan tebasan energi. Untuk hari ini, cobalah untuk menggunakan kemampuan berpedangmu.]
Meski ribet, Ekilah tetap mendengarkan saran darinya.
Perempuan itu berlari mendekat lalu melompat agak tinggi dan memotong salah satu tangan mahluk itu. Selain tangan dan kaki, mahluk itu tidak membentuk bagian tubuh yang menyerupai leher.
"Haruskah aku membakarnya? Tidak! Ada beberapa tanaman di sini yang bisa dijual."
Ekilah mencoba mengingat-ingat kembali pelajaran tentang tumbuhan semasa sekolah.
"Ayo targetkan akarnya."
Mahluk itu sudah menumbuhkan kembali tangannya. Sayangnya tiap Ekilah hendak memotong bagian akar, mahluk itu menggunakan tangannya untuk mendorong Ekilah.
"Menyebalkan."
[Wanita muda, tidakkah kamu penasaran dari mana mahluk itu bisa menyadari posisimu padahal ia tidak memiliki sesuatu yang bisa dijadikan indra penglihatan.]
Mendengar itu Ekilah jadi kepikiran. Ia pun teringat jika sebenarnya para tumbuhan itu bisa saling berkomunikasi dengan bahasa tertentu.
"Kalau begitu aku potong saja semua tumbuhan yang ada di sini sekaligus."
[Ingatlah, jangan gunakan energi secara berlebihan.]
"Aku tahu."
Ekilah mulai berlari memutari mahluk itu sambil menggesekkan pedang Erasmo ke tanah. Hal itu menyebabkan beberapa tumbuhan tercabut dari tanah.
Mata biru Ekilah mengamati kaki mahluk itu.
"Ada beberapa bagian akarnya yang masih di dalam."
Mahluk itu berlari menerjang Ekilah dengan ganas seolah-olah marah akan tindakan yang Ekilah lakukan. Melihat itu, Ekilah justru memasang senyum kemenangan.
Drap! Drap!
Perempuan berambut putih itu mempercepat larinya. Perlahan, tanah yang menjadi jalur Ekilah mulai hancur.
Setelah beberapa menit berlarian tak tentu arah, seluruh tumbuhan di lapangan pun tercaput. Kini bos ruang gelap itu tidak bisa menyadari keberadaan Ekilah.
Dengan cepat Ekilah pun melesat ke arahnya dan menebas bagian akar mahluk itu.
Bruk!
Mahluk itu pun ambruk dan sebagai serangan terakhir, dahan-dahan mahluk itu bergerak ganas ke sembarang arah, menebas apapun yang ada di dekatnya.
Untungnya Ekilah bergerak cepat menjauh dari mahluk itu.
"Gampang juga."
Mata biru Ekilah melihat sekeliling. Ia pun berjalan mengambil beberapa tumbuhan yang ia kenal.
Salah satunya adalah tumbuhan kristal biru. Seperti namanya, tumbuhan itu memiliki daun kristal yang berkilau. Tumbuhan ini punya harga yang cukup mahal dan sering dijadikan perhiasan.
Harga jualnya setara dengan mutiara tiram. Selain itu ada beberapa tanaman lain yang bisa digunakan sebagai bahan obat-obatan.
Pedang Erasmo itu Ekilah simpan kembali di dalam tangan kirinya.
Biasanya ruang gelap akan menghilang ketika orang yang mengalahkan sosok boss keluar dari sana. Sesuai dengan peraturan di Federasi, pendapatan Ekilah dari penjualan tumbuhan ini akan dipotong 20% dari totalnya.
Dari perhitungan Ekilah gaji yang ia dapatkan hari ini cukup untuk membeli bakso selama 1 bulan lebih
Sebenarnya jika Ekilah mengambil lebih banyak ia bisa mendapatkan penghasilan lebih tapi apa daya, Ekilah hanya ingin membelikan keluarganya hadiah.
Karena sang ayah seorang dokter jadi Ekilah akan membelikannya jam tangan. Lalu, pakaian untuk sang ibu dan untuk adiknya Ekilah membelikan novel bergambar.
"Karena Arkara masih sekolah aku belikan dia alat tulis gambar superhero aja deh."
[... Apa benar kamu menyayangi adikmu itu?]
Ekilah tidak mempedulikan ucapan pedang Erasmo itu.
Ketika dalam perjalanan pulang Ekilah tiba-tiba teringat akan satu hal penting.
"Erasmo itu nama pedangmu kan, lalu siapa namamu?" Tanya Ekilah pada tato yang berada di lengan kirinya.
[Itu bukan hal penting.]
"Kalau begitu kau mau aku panggil Icah?"
[... panggil aku Tundra.]
"Oke."