Benar kata peribahasa.
Kasih Sayang Ibu Sepanjang Masa, Kasih Sayang Anak Sepanjang Galah. Itu lah yang terjadi pada Bu Arum, Ibu dari tiga orang anak. Setelah kematian suami, ketiga anaknya malah tidak ada yang bersedia membawa Bu Arum untuk tinggal bersama mereka padahal kehidupan ketiganya lebih dari mampu untuk merawat Ibu mereka.
Sampai akhirnya Bu Arum dipertemukan kembali dengan pria di masa lalu, di masa-masa remaja dulu. Cinta bersemi meski di usia lanjut, apa Bu Arum akan menikah kembali di usianya yang sudah tak lagi muda saat ia begitu dicintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Ingin Pulang.
Wanita yang mendelik pada Bu Arum itu seorang janda bernama Mita, dia adalah adik ipar Pak Agam. Pernah menikah dan akhirnya bercerai satu tahun lalu setelah istri Pak Agam yakni kakak perempuan Mita meninggal dunia tiga tahun lalu.
Ada harapan Pak Agam akan menikahinya setelah ia sengaja bercerai dari sang suami, yang tidak sekaya Pak Agam. Lagipula sejak awal Pak Agam berhubungan dengan kakaknya, ia sudah jatuh hati pada Abang iparnya itu. Sejak ia masih gadis remaja berusia belasan tahun, ia langsung jatuh cinta pada Pak Agam pada pandangan pertama ketika dikenalkan untuk pertama kalinya.
Setelah sang kakak meninggal, Mita merasa mempunyai kesempatan untuk mengambil hati Pak Agam namun ia tak langsung mengincar Pak Agam dan sengaja menunggu selama dua tahun untuk bercerai. Kini, selama setahun penuh ia sengaja bolak balik ke rumah Pak Agam dengan dalih ingin bertemu dan mengurus Izy sebagai Tante dari gadis itu.
"Kamu sebaiknya pergi, jangan lama-lama di rumah ini... nggak baik! Bang Agam adalah seorang pria yang terhormat dan akan jadi rumor yang sangat buruk... kalau kamu tinggal lama di rumah ini. Dimana rumah kamu, biar saya antar pulang."
Tak ada perkenalan, tak ada basa-basi dan tak ada sopan santun. Tiba-tiba saja Mita meminta Bu Arum untuk pergi.
"S-saya..." Bu Arum bingung menjawab.
"Loh, kapan kamu dateng Mit? Kok masuk ke kamar tamu?"
Mita langsung menampilkan wajah fake nya, dia tersenyum manis pada Pak Agam. "Eh Abang! Tadi aku dateng... langsung masuk ke dapur karena haus banget. Pas nyari Bang Agam sama Izy... aku liat kalian berdua keluar sambil lari dari kamar ini. Jadi, aku masuk aja kesini. Nggak tau nya, lagi ada tamu ya Bang. Temen Abang?"
"Saya nggak liat mobil kamu diluar, padahal barusan saya anter Izy sampai ke teras."
"Oh, itu. Aku pakai taksi kesini, mobilku mogok."
Pak Agam mengangguk pelan, "Kamu keluar ya, tamu saya mau istirahat. Saya juga masih ada pembicaraan sebentar dengannya."
Wajah Mita langsung berubah, dia merasa sebal diusir dari kamar dan diminta meninggalkan keduanya berduaan.
"Abang belum ngenalin dia sama aku, loh."
"Oh iya, lupa. Namanya Arum, dia teman saya dulu pas masih tinggal di desa."
Mita menampilkan senyuman sempurna, ia menyembunyikan raut tak sukanya pada Bu Arum.
"Saya Mita, Tante nya Izy. Selama tiga tahun ini, sejak Izy ditinggalkan oleh kakak saya... Izy sangat dekat sama saya. Mungkin udah kayak ibunya sendiri sih... iya kan Bang?" ekspresi Mita penuh harap, kepengen banget diakui oleh Pak Agam.
"Tante ya tetap Tante, kedudukan almarhumah istriku nggak akan pernah bisa tergantikan di hati Izy." Pak Agam menjawab dengan suara dingin, ia tak suka jika Mita membahas ingin jadi Ibu bagi Izy.
Bukannya Pak Agam nggak peka dan malah membiarkan sikap Mita yang sering mengirim sinyal ingin menjadi istrinya. Namun demi Izy, sebab bagaimana pun Mita adalah Tante dari putrinya jadi Pak Agam hanya bisa menolak secara tersirat. Hanya saja entah Mita berpura-pura tak mengerti penolakan halus dari Pak Agam atau memang wanita itu bodoh dan tebal wajah.
"Kamu ingin bertemu Izy, kan? Dia pergi janjian main basket bereng temen-temennya. Kalau nggak ada urusan lagi, sebaiknya kamu pergi!"
Mita semakin marah, tadi dia diusir dari kamar sekarang malah diusir dari rumah.
"Aku dateng... sekalian mau mengingatkan Bang Agam, jangan lupa minum obat kolesterol nya. Aku udah kasih resep sayuran ke bibik, biar masak yang sehat... jangan masak yang digoreng terus. Bibik masak buat Izy, jangan dimakan sama Abang. Inget Bang, kalau kolestrol Abang tinggi lagi... bang Agam bakal nyeri otot kaki dan pegal-pegal. Belum sakit dada dan langsung sesak napas." Mita begitu penuh perhatian, terdengar tulus.
Pak Agam menghela nafas pelan, "Makasih perhatian nya, Mit. Saya bisa jaga kondisi tubuh saya, insyaAllah. Kamu nggak usah repot terus memperhatikan saya... lebih baik kamu mempedulikan kehidupan mu sendiri dan segera menikah lagi. Bukannya Pak Fery ingin menjadikanmu istirnya, lamaran nya... belum kamu terima?"
Wajah Mita kembali berubah masam, yang ia inginkan adalah Agam tapi ia malah disodori ke orang lain. Kebetulan Pak Fery adalah relasi bisnis Pak Agam dan sangat menyukai Mita.
"Aku nggak suka Pak Fery! Ya udah, aku pamit pergi. Ohya, jangan berduaan di rumah apalagi di kamar... katanya, yang ketiga itu setan!"
Setelah mengatakannya Mita membalikan tubuh keluar dari kamar tanpa berpamitan pada Bu Arum atau saking geram nya dia lupa bersikap sopan.
"Pak Agam, saya lupa meninggalkan seseorang di stasiun. Saya mau kembali ke stasiun aja cari dia," Bu Arum merasa tak enak hati, tadi dia disuruh pergi dari rumah oleh Mita dan sekarang ingin pergi dari rumah itu.
"Telepon aja, Rum. Saya ambilkan tas kamu, ya."
Pak Agam mengambil tas kecil milik Bu Arum, ada dompet dan ponsel pemberian Shanum putri bungsunya di dalam sana.
"Ini."
Bu Arum merasa tas nya sangat ringan padahal ada beberapa benda di dalam tas. Ia gegas membuka resleting tas, wajahnya sontak pias karena benda-benda pentingnya telah hilang.
"Ada apa, Rum?"
Bu Arum merogohkan tangan ke dalam tas mencari-cari, jarinya malah tembus keluar. Tas nya sobek di bagian kiri, sepertinya bekas dirobek oleh benda tajam.
"Wah! Kamu kecopetan ya, Rum? Apa sebelum pingsan, ya? Soalnya pas kamu nggak sadarkan diri... saya langsung mengamankan barang-barang kamu, termasuk tas besar milikmu."
"Ya, Allah. Semua nomer anakku, juga alamat Shanum di kota ini. Nak Bandi juga pasti kerepotan cari saya di stasiun, kasihan dia."
"Tenang dulu ya, Rum. Saya akan kembali ke stasiun, atau saya antar kamu kembali ke kampung? Kamu masih tinggal di kampung kita dulu, kan?"
Bu Arum memikirkan nasibnya, jika pun pulang ke kampung dia akan kesepian disana. Apa yang harus dia lakukan?
Apa aku minta pekerjaan saja disini ya sama Agam? Anak-anak pun nggak bisa dihubungi...
.
.
.
Di salah satu Apartemen di luar negeri, Shanum baru saja selesai digauuli sang suami. Banyak memar-memar kebiruaan di sekujur tubuh perempuan berhijab itu, dia bahkan tak bisa meminta tolong pada siapapun. Tak disangka, ia menikah dengan seorang pria yang terus menerus memberikan kekerasan padanya dan seorang hipersekss.
Ibu... aku ingin pulang dan tidur di pangkuanmu!
Brukkkk
Tubuh Shanum sangat lemah, tubuhnya luruh ke lantai di kamar mandi dan ia menangis sejadi-jadinya merindukan rumah dan b3laiann kasih sayang ibunya.