Langit yang sangat mencintai Monica merasa tidak bisa melupakannya begitu saja saat Monica dinyatakan meninggal dunia dikarenakan kecelakaan yang tiba-tiba. Diluar dugaan, arwah Monica yang masih penasaran dan tidak menerima takdirnya, ingin bertemu dengan Langit. Dilain tempat, terdapat Harra yang terbaring koma dikarenakan penyakit dalam yang dideritanya, hingga Monica yang terus meratapi nasibnya memohon kepada Tuhan untuk diberi satu kali kesempatan. Tuhan mengizinkannya dan memberinya waktu 100 hari untuk menyelesaikan tujuannya dan harus berada di badan seorang gadis yang benar-benar tidak dikenal oleh orang-orang dalam hidupnya. Hingga dia menemukan raga Harra. Apakah Monica berhasil menjalankan misinya? apakah Langit dapat mengenali Monica dalam tubuh Harra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Prayogie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 : SEBUAH JAWABAN
..."Mencintaimu hingga akhir adalah jalan yang aku pilih dengan segenap rasa dan tanggung jawab"...
...----------------...
Mereka duduk disebuah ruangan VIP Restoran ternama di Kota itu. Langit menatap tajam Pak Hendra yang duduk didepannya dan menggenggam tangan Monica dengan erat.
Monica sendiri tidak memahami situasi yang terjadi. Bapak dan Adiknya juga berada disana. Tampak Pak Jaka merasa kikuk dan tidak nyaman, selalu berusaha merapikan baju yang dikenakan membuat Monica merasa sangat bersalah kepada Bapaknya.
Tak lama kemudian, makanan dihidangkan di meja mereka. Pak Hendra dengan tersenyum mempersilahkan mereka untuk mulai menikmati makanan yang dihidangkan.
"Silahkan--" kata Pak Hendra sambil mengulurkan tangannya mempersilahkan mereka semua untuk menikmati hidangan.
Pak Jaka dan Gama menatap Monica menunggu kode dari Monica namun Monica sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Monica menatap Langit yang masih tidak berkutik dan berkata apapun sejak tadi. Langit masih menatap Papanya dengan pandangan tajam. Menunggu setiap kata yang akan keluar dari bibir Papanya.
"Sebenarnya-- Apa arti semua ini?" tanya Langit memecah keheningan yang ada.
"Makan dulu nak, nanti kita lanjut bicara--" kata Bu Shella dengan lembut. "Monica, Pak Jaka, Gama-- Ayok makan dulu" kata Bu Shella mempersilahkan mereka dan meletakkan piring didepan mereka.
"Langit--" Monica menatap Langit dan memegang lengan Langit dengan lembut berusaha menenangkan Langit. "Kita makan dulu--" kata Monica berusaha membujuk Langit.
"Aku nggak lapar" kata Langit lalu mengambil minuman yang ada di depannya. "Kamu aja makan-- aku ambilin" Langit mengambil piring Monica yang sempat di cegahnya namun Langit begitu saja menaruh nasi dan lauk pauk diatas piring Monica.
Mereka semua makan dalam keheningan kecuali Langit. Dia hanya minum dan memainkan gelasnya. Mata tajamnya tak melepaskan pandangan sedetik pun kearah Pak Hendra.
Beberapa saat kemudian, mereka semua tampak telah menyelesaikan makanannya. Jantung Monica berdegup keras menunggu apa yang sebenarnya ingin dikatakan Pak Hendra dan Bu Shella.
"Sebelumnya, saya berterima kasih kepada Pak Hendra dan Bu Shella karena sudah mengucapkan selamat kepada Monica di hari wisudanya dan diajak ke tempat luar biasa ini. Terima kasih banyak" kata Pak Jaka dengan sopan.
Monica menatap Bapaknya dengan hati yang teriris melihat Bapaknya harus bersikap tetap sopan walau tahu anaknya diinjak harga dirinya oleh orang yang ada didepannya.
"Sama-sama Pak. Anggap saja syukuran kecil-kecilan atas wisudanya Monica" kata Pak Hendra sambil menatap Monica yang masih menunduk tak berani menatap mata Pak Hendra dan Bu Shella.
"Sudah basa-basinya?" tanya Langit dengan tajam.
"Nak Langit" Pak Jaka berusaha menegur Langit karena berkata tidak sopan kepada orang tuanya.
Langit melihat Pak Jaka lalu terdiam sambil tetap menatap Pak Hendra.
Pak Hendra tampak tersenyum melihatnya.
"2 Tahun loh kamu nggak pulang kerumah, kamu nggak pernah melihat kondisi Papa, Mama dan Kakakmu" kata Pak Hendra membuka perbincangan.
"2 Tahun, bahkan kalian sendiri tidak memastikan apakah anak kalian hidup atau mati" jawab Langit dengan menatap tajam Pak Hendra.
"Nak Langit, tolong gunakan bahasa yang baik kepada orang tua. Saya disini juga adalah orang tua. Sebenci apapun kepada orang tua, tolong tetap gunakan bahasa yang baik. Anda disekolahkan tinggi bukan untuk menjadi seorang yang tidak berbudi luhur" Pak Jaka menyela percakapan itu dengan menasehati Langit. Karena disana masih ada Gama yang mendengarkan setiap kata percakapan tersebut, Pak Jaka tidak ingin sifat Langit menjadi contoh bagi Gama.
Langit terdiam dan mengatur nafasnya berusaha menenangkan dirinya.
"Tenang dulu kalau mau ngomong baik-baik" bisik Mentari kepada Langit.
"Papa tahu kok, Kamu wisuda dengan predikat terbaik. Kamu sudah mendapat tawaran pekerjaan, kamu pegang janji untuk tidak kembali ke dunia balap walau ada penawaran terbaik, tempat kosmu. Papa tahu semuanya" kata Pak Hendra menerangkan dengan santai.
Langit terkejut dan melihat Pak Hendra yang tampak menuangkan air digelasnya.
"Kalau boleh jujur-- Kalau kamu punya ego dan gengsi, begitu pun Papa. Banyak sponsor dan brand yang masuk ke meja Papa hanya menanyakan kenapa atlit berbakat seperti Langit harus berhenti, dan Papa hanya bisa terdiam mendengarnya dan tidak bisa menjawab apapun. Papa terlalu malu untuk mengakui bahwa itu karena ulah Papa sendiri--" Pak Hendra mulai menceritakan beberapa hal yang terjadi diluar sepengetahuan Langit.
Langit dan Monica hanya terdiam mendengarkan setiap kata yang diucapkan Pak Hendra.
Lalu Pak Hendra dengan tenang mengambil barang dari dalam tasnya dan meletakkan didepan Langit tepat ditengah-tengah meja. Semua mata melihat benda itu yang membuat mereka kebingungan dan menatap Pak Hendra.
"Kembalilah, Papa tidak akan melarangnya lagi" kata Pak Hendra sambil menatap Langit.
Langit melihat kunci motor balapnya yang 2 tahun lalu diberikan kepada Papanya. Jantungnya berdegup kencang namun Langit tidak bereaksi apapun. Dia tahu Papanya tidak akan semudah itu memberikannya tanpa syarat apapun.
"Kenapa?" tanya Pak Hendra sambil memandang Langit yang tidak bereaksi.
"Aku akan tetap memegang janjiku. Aku nggak akan pernah mau melepaskan Monica--" kata Langit sambil menggenggam tangan Monica dengan erat.
"Aku sudah mandiri dengan kehidupanku. Biaya kuliahku akan aku kembalikan kepada Papa dan Monica juga akan menjadi Guru. Kami bisa membuktikan bahwa kami bisa berhasil dihidup kami" kata Langit dengan nafas menderu berusaha mengontrol kata-katanya.
Pak Hendra tertawa kecil mendengar perkataan Langit.
"Papa nggak meminta uangmu nak. Kalau kamu sudah memutuskan jalanmu, Papa yakin kamu bisa. Kamu anak Papa, Papa lebih paham sifatmu daripada siapapun. Dan tentang Monica--" Pak Hendra menatap Monica dan Pak Jaka secara bergantian.
"-- Saya memohon maaf atas keangkuhan saya. Sebagai orang tua tentu Pak Jaka dapat memahami pemikiran bahwa saya ingin yang terbaik bagi anak saya. Namun ternyata terbaik versi saya berbeda dengan terbaik versi Langit. Saya pikir Langit saat itu masih versi muda dengan segala pemikiran yang masih labil, namun ternyata dia membuktikan bahwa Langit sudah tumbuh sebagai pria dewasa yang dapat mempertanggung jawabkan pilihan dan hidupnya bersama Monica" kata Pak Hendra dengan tulus.
Langit dan Monica membelalakkan mata, mereka saling melempar pandang. Langit masih tidak mengerti dan ragu dengan apa yang dikatakan oleh Pak Hendra.
"Papa sakit keras? Atau perusahaan mau bangkrut?" tanya Langit yang membuat Bu Shella terkejut.
"Langit kok ngomong gitu nak" Bu Shella menajamkan matanya melihat Langit.
Pak Hendra tertawa keras mendengarnya.
"Papa sehat, perusahaan baik-baik saja. Kakakmu sekarang yang pegang di kantor pusat. Sambil nunggu kamu katanya" kata Pak Hendra dengan santai.
"Mohon maaf Pak saya menyela--" Pak Jaka tampak dengan wajah kebingungan memotong pembicaraan Langit dan Pak Hendra.
"Iya Pak, kenapa?" tanya Bu Shella mempersilahkan Pak Jaka.
"Mohon maaf sebelumnya, anak saya-- Monica. Memang bukan gadis yang sempurna. Dia keras kepala karena sebagai anak tertua saya yang tumbuh tanpa sosok Ibunya, Dia sedikit egois karena selama ini selalu menahan untuk adiknya, Dia terkesan angkuh hanya untuk membuat dirinya terlihat baik-baik saja didepan orang lain. Tapi-- Monica-- Monica kami adalah anak yang baik dan berhati lembut. Monica tumbuh menjadi gadis yang hebat ditengah keterbatasan keluarga kami. Dia anak pertama saya, anak yang membuat saya menjadi orang tua untuk pertama kalinya dan seorang Kakak yang menyayangi adiknya. Mungkin bukan gadis terbaik bagi Langit, namun saya meminta untuk memberikan mereka sebuah pilihan untuk menjalani kisah mereka. Kita sebagai orang tua tidak akan pernah tahu bagaimana nantinya, namun biarkan mereka memiliki pengalaman hidup diusianya yang tidak akan pernah terulang lagi. Saya mohon maaf atas kelancangan saya berkata seperti ini. Saya hanya perlu menyampaikan sebagai orang tua dari Monica" kata Pak Jaka panjang lebar.
"Bapak---" Monica bergumam melihat Pak Jaka yang berkata seperti itu tentangnya. Air matanya menetes dipipinya. Dia tidak menyangka Bapaknya itu akan mengatakan hal yang menguatkan dirinya disaat seperti ini.
Pak Hendra dan Bu Shella saling memandang dan mengangguk.
"Terima kasih sudah membesarkan Monica dengan baik Pak, terima kasih sudah memberi tempat bagi Langit. Anak saya juga bukan pria sempurna Pak. Lihat sendiri kan--" kata Pak Hendra sambil tertawa kecil.
"-- Namun sepertinya dia menjadi sempurna saat bersama Monica" kata Pak Hendra sambil menatap Langit.
Langit melebarkan matanya mendengar kata-kata Papanya.
"Papa dan Mama mengizinkan kalian bersama" kata Pak Hendra sambil tersenyum
"Serius?" tanya Langit segera setelah mendengarnya.
"100 rius" kata Pak Hendra yang membuat Pak Hendra, Bu Shella dan Pak Jaka tertawa. Gama bertepuk tangan kecil disamping Monica sambil tersenyum.
Langit berdiri dari kursinya dan berjalan mendatangi Papanya lalu memeluknya.
"Terima kasih Pa, terima kasih-- Langit akan menjadi anak yang membanggakan kalian" kata Langit berjanji.
"Wahh berat nih" kata Pak Hendra sambil tertawa dan membalas pelukan Langit.
"Lalu rencana kalian setelah ini apa?" tanya Bu Shella sambil tersenyum menatap Monica.
"Langit mau lamar Monica saat ini juga, takut Papa berubah pikiran" kata Langit dengan yakin.
"Langit" Monica terkejut dengan perkataan Langit dan pipinya bersemu merah.
"Lohh Lohh-- kaget Bapak" kata Pak Jaka yang tak kalah terkejut.
"Langit mau menikahi Monica Pa" kata Langit dengan yakin menatap mata Pak Hendra.
Pak Hendra terdiam sejenak melihat keyakinan dimata anaknya itu lalu tersenyum dan mengangguk. Langit tersenyum puas dan memeluk kembali Pak Hendra dengan erat.
"Eits-- tanya dulu tuh ke Monica. Mau nggak menikah sama kamu" kata Pak Hendra sambil melihat kearah Monica.
Langit melepaskan pelukannya dan menatap Monica dari seberang meja.
Monica tampak kikuk dan bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu. Dia melihat Bapaknya sekilas. Pak Jaka tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Monica tersenyum kecil dan pipinya bersemu merah. Dia tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini pada dirinya.
"Pak Jaka-- izinkan saya membahagiakan Monica dan menjadikannya sebagai istri saya" Langit menatap Pak Jaka yang kemudian tersenyum dan mengangguk.
"Bapak izinkan nak-- Restu dan do'a Bapak selalu menyertai kalian" jawab Pak Jaka dengan tenang.
"Ndukk--" Pak Jaka memanggil Monica lalu tersenyum.
Monica menatap Pak Jaka yang matanya tampak berkaca-kaca dan kemudian menatap Langit.
"Monica Reka Astara-- Maukah kamu menikah denganku" kata Langit yang berdiri disampingnya sambil mengulurkan tangannya.
Monica menatap mata Langit yang tampak berkaca-kaca dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
"Aku bersedia menikah denganmu" jawab Monica setelah menghembuskan nafasnya dan menyambut tangan Langit.
Langit langsung menarik badan Monica dan memeluknya. Mereka berdua menangis bahagia karena perjuangan mereka selama ini tidak sia-sia mempertahankan cinta ditengah semua kesulitan selama ini.
Bu Shella memeluk Pak Hendra dan ikut terharu melihatnya sambil mengusap air mata yang menetes di pipinya.
Monica lalu menghampiri Pak Jaka dan segera memeluk Bapaknya itu.
"Bapak-- terima kasih" kata Monica dengan tangisan menderu.
Pak Jaka pun tak kuasa meneteskan air matanya melihat putri kesayangannya itu sudah menemukan tambatan hatinya. Gama berlari menghampiri Monica dan Pak Jaka dan ikut memeluk mereka.
Kegembiraan dan tangisan haru memenuhi ruangan itu. Sebuah hari yang menjadi jawaban bagi penantian mereka. Langit yang akhirnya dapat melepaskan semua beban yang ada dipundaknya.
Langit memandang keluarga kecil itu dari tempatnya berdiri dan berjanji didalam hatinya akan selalu menjaga dan mencintai Monica sepanjang hidupnya.
Tanpa disadarinya, sebuah benang merah tak kasat mata diantara kelingkingnya dan kelingking Monica tampak bersinar dan berwarna semakin pekat. Benang merah yang menjadi takdir mereka yang sudah tersambung bahkan sejak sebelum mereka bertemu.
Benang merah takdir yang hanya Tuhan yang mampu melepaskannya.