Jessica Adams harus mengalami hukuman selama enam tahun lamanya di dalam penjara karena dianggap lalai dalam mengemudi mobil, hingga menyebabkan seorang model bernama Natasha Linzky meninggal dunia.
Kekasih Natasha, Axel Ray Smith, menaruh dendam luar biasa hingga memaksakan sebuah pernikahan dengannya yang saat itu dalam keadaan lumpuh. Siksaan tubuh dan jiwa menyebabkan Jessica akhirnya mengalami trauma dan depresi, bahkan Axel menceraikannya dan membuangnya begitu saja tanpa mempedulikannya.
Namun yang tidak diketahui oleh Axel adalah bahwa ia telah menitipkan benihnya pada seorang wanita yang ia anggap sebagai musuhnya. Apakah masih ada benang merah yang mengikat keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KELUARGA BARU
“Axel berada di New Zealand. Ia mengetahui keberadaan Jessica dan Vanilla, tapi ku rasa ia belum mengetahui status Vanilla,” kata Lexy.
Gia menatap suaminya. Ada sesuatu di dalam hati Gia yang sangat senang ketika Axel bisa mengetahui keberadaan Jessica. Ia sangat ingin Axel dan Jessica bersatu, tapi ia tak ingin memaksakan kehendaknya.
“Apa mereka sudah bertemu?” tanya Gia.
“Ya, Axel menemui mereka di rumah sakit.”
“Rumah sakit? Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Vanilla terjatuh dan Jimmy membawanya ke rumah sakit. Sepertinya Axel mengikuti mereka sejak dari rumah,” jawab Lexy.
“Kita ke sana sekarang, sayang,” pinta Gia.
“Ya, kita akan segera berangkat. Aku sudah menghubungi Ron untuk menyiapkan keberangkatan kita.”
“Baiklah, aku akan bersiap-siap,” kata Gia.
**
Axel berada di dalam ruangan yang sama dengan Jessica saat ini, sementara Jimmy sedang mengurus pemindahan Vanilla ke rumah sakit besar yang ada di kota. Jimmy sengaja mengajak Verlin agar Axel bisa berbicara dengan Jessica. Ia yakin banyak hal yang mantan atasannya itu ingin katakan.
Axel ingin sekali berbicara dengan Jessica, tapi ia tak berani melangkah mendekati. Ia menghela nafasnya pelan dan memejamkan matanya sesaat untuk menguatkan dirinya.
“Jess,” sapa Axel.
Mendengar namanya dipanggil oleh Axel, membuat Jessica semakin mengeratkan pegangannya pada putrinya. Tubuhnya mulai bergetar karena berada di ruangan yang sama dengan Axel.
“Maafkan aku. Maaf atas semua yang telah kulakukan padamu,” kata Axel.
Dulu, rasanya Jessica ingin sekali mendengar kalimat itu keluar dari bibir Axel, tapi sayang tak pernah ia dengar. Harapannya seakan terbang sia-sia karena yang datang padanya adalah siksaan dan siksaan.
“Terima kasih atas bantuan anda, Tuan,” kata Jessica tanpa menoleh.
“Jess …,” Axel berharap Jessica menoleh ke arahnya dan melihat kesungguhannya. Namun, Jessica sama sekali tak melihat ke arahnya.
Axel akhirnya berlutut. Jessica bahkan bisa mendengar suara lutut dan kaki Axel yang sepertinya menyentuh lantai.
“Maafkan aku. Aku sungguh menyesal atas apa yang telah kulakukan padamu. Aku yang bersalah atas semua ini. Maaf aku menyakitimu begitu dalam dan mungkin membuatmu tak bisa memaafkanku. Aku berjanji tak akan mengganggu kehidupanmu lagi, untuk selamanya. Aku hanya memohon maaf padamu,” kata Axel sambil menundukkan kepalanya dengan lutut yang bertumpu ke lantai.
Jessica sedikit menoleh dan melihat bahwa Axel sepertinya sungguh-sungguh dengan permintaan maaf yang diucapkannya. Hati Jessica sedikit bergetar, tapi bibirnya tak mampu mengucapkan apapun.
“Mom …,” suara kecil memanggil Jessica, hingga membuat lamunan Jessica yang sempat terhanyut oleh permintaan maaf Axel kini terfokus pada putrinya.
Axel yang mendengar itu turut bangkit dari berlututnya. Ia tersenyum kecil melihat bahwa Vanilla telah sadar. Ia tahu ia bukan siapa-siapa bagi Jessica maupun Vanilla. Namun, ia turut berbahagia jika Jessica dan Vanilla bahagia.
Jimmy pasti memberikan kebahagiaan bagimu. Aku sungguh berterima kasih padanya. - batin Axel.
“Uncle Ax!” Vanilla yang melihat Axel langsung memanggil pria itu dengan suaranya yang menggemaskan.
“Halo, cantik,” sapa Axel yang masih menjaga jarak. Ia tak ingin apa yang ia lakukan kembali menyakiti hati Jessica.
“Peluk aku, Uncle. Aku rindu Uncle,” kata Vanilla merentangkan kedua tangannya meski dalam kondisi berbaring.
Namun, Axel tak berani melangkah meskipun ia menginginkannya. Ntah mengapa pertemuannya dengan Vanilla dan sikap menggemaskan gadis kecil itu selalu bisa mengembalikan mood-nya yang berantakan.
“Uncle, peluk aku,” pinta Vanilla sekali lagi.
“Uncle belum mandi, Uncle kotor,” kata Axel berusaha menghindar. Ia tahu Jessica tak mungkin melarang putrinya, jadi ia yang akan berinisiatif.
“Tidak apa. Aku rindu wangi Uncle. Aku mau peluk, mau kiss Uncle,” kata Vanilla.
Kaki Axel seakan terpaku di tempatnya karena ia tak berani melangkah. Namun tiba-tiba terdengar suara Jessica.
“Peluklah dia, turuti permintaannya. Aku tak ingin dia sedih,” kata Jessica.
Jessica tak ingin Vanilla kembali mengamuk dan terjadi hal yang lebih buruk dari ini. Jadi, ia akan membiarkan Axel memeluk Vanilla.
Axel melangkahkan kakinya. Ia menatap Vanilla dan menoleh sesaat pada Jessica yang ada di samping tempat tidur. Tatapan wanita itu tampak datar, tapi masih tersisa rona sembab di matanya.
“Aku menyayangimu, Uncle,” kata Vanilla sambil memeluk leher Axel dengan lengan mungilnya. Ia juga mencium pipi Axel beberapa kali.
“Uncle juga menyayangimu. Cepatlah sembuh. Turuti semua perkataan Mommymu, okay,” pesan Axel.
Melihat Axel dan Vanilla saling berpelukan, membuat hati Jessica bergetar hebat bahkan terasa ada sesuatu yang hangat mengalir, membuatnya ingin menitikkan air mata. Namun, ia berusaha menahan semua itu agar tak terlihat lemah di hadapan Axel.
“Okay!” jawab Vanilla dengan senyum menggemaskan di wajahnya.
Suasana haru itu terputus dengan masuknya Jimmy dan Verlin. Axel yang sudah berjanji akan pergi dan tak mengganggu kehidupan Jessica pun akhirnya undur diri.
”Uncle pulang dulu ya.”
“Uncle mau mandi?” tanya Vanilla.
“Ya, Uncle mau mandi,” jawab Axel.
“Setelah mandi, kembali ke sini ya. Vanilla akan menunggu Uncle.”
“Hmm … turuti semua kata-kata orang tuamu, okay. Uncle pergi dulu. Cepatlah sembuh,” kata Axel sambil melihat ke arah Jessica dan Jimmy.
“Aku permisi dulu. Aku sudah menghubungi semuanya dan mereka telah mempersiapkan helikopter itu, Jim. Lakukan yang terbaik, aku percaya padamu,” kata Axel sambil menepuk bahu mantan asisten pribadinya itu.
Jimmy terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Axel. Ia hanya bisa menganggukkan kepalanya untuk mengiyakan perkataan Axel.
**
Axel memegang daddanya yang terasa sakit sejak ia berada di rumah sakit tadi. Ia mencoba menahan agar tak ada yang bertanya atau mengasihaninya.
Saat Vanilla memeluknya, perasaannya begitu tenang hingga sesaat ia bisa melupakan rasa sakit itu. Kini ia berbaring di atas tempat tidurnya dan mencoba untuk terlelap.
Di tempat lain, tampak seorang pria dan wanita paruh baya. Sang pria sudah bersiap untuk pergi.
“Kamu akan ke mana, Ric?” tanya Ruth.
“Aku akan menemui pembunuh keluargaku. Mereka akan membayar semuanya. Aku tak akan membiarkan mereka hidup lebih lama lagi,” ujar Eric dengan wajah yang geram penuh amarah.
“Bukankah Aunty sudah melakukan semua keinginanmu. Setiap Aunty datang ke sana, Aunty melakukannya. Apa lagi yang mau kamu lakukan?” tanya Ruth.
“Aunty memang sudah menempelkan racun perusak hati di semua peralatan makan milik Axel, tapi aku harus memastikan ia mati. Dengan ia mati, maka keluarganya juga akan hancur!” teriak Eric.
“Eric! Dengarkan Aunty, sebaiknya kita pergi saja dari sini. Kita mulai hidup yang baru di negara lain. Bagaimana? Kamu bisa membentuk keluarga baru,” pinta Ruth.
“Keluarga baru?! Lalu melupakan keluargaku yang telah mereka hancurkan? Tidak akan pernah, Aunty! Aku akan membalas sampai titik darah terakhirku, sampai mereka merayap di bawah kakiku,” ujar Eric dengan mengepalkan tangannya.
🌹🌹🌹
terimakasih ya kak, 👍👍👍👍👍😍😍😍😍
kalo mau nggak enak. mending skip wae... terus ngorok atw ngrumpi...
kasian othor, nggak gampang lho🤭