Menceritakan perjalanan raja iblis tak terkalahkan yang dulu pernah mengguncang kestabilan tiga alam serta membuat porak-poranda Kekaisaran Surgawi, namun setelah di segel oleh semesta dan mengetahui siapa dia sebenarnya perlahan sosoknya nya menjadi lebih baik. Setelah itu dia membuat Negara di mana semua ras dapat hidup berdampingan dan di cintai rakyat nya.
Selain raja iblis, cerita juga menceritakan perjuangan sosok Ethan Valkrey, pemuda 19 tahun sekaligus pangeran kerajaan Havana yang terlahir tanpa skill namun sangat bijaksana serta jenius, hidup dengan perlakukan berbeda dari ayahnya dan di anggap anak gagal. Meskipun begitu tekadnya untuk menjadi pahlawan terhebat sepanjang masa tak pernah hilang, hingga pada akhirnya dia berhasil membangkitkan skill nya, skill paling mengerikan yang pernah di miliki entitas langit dengan kultivasi tingkat tertinggi.
Keduanya lalu di pertemukan dan sejak saat itu hubungan antara bangsa iblis dan ras dunia semakin damai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAJIL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, Raja Iblis akhirnya berdiri di ambang gerbang istana langit. Bentangan kastil Kekaisaran Langit begitu megah, seakan menjadi puncak keangkuhan para dewa.
Pilar-pilar emas yang menjulang tinggi memancarkan kilauan terang, sementara kubah-kubah kristal di atasnya memantulkan cahaya langit seperti berlian yang tak tertandingi. Tempat ini, yang selama ini menjadi simbol supremasi langit, kini terasa hening dalam ketegangan yang memuncak.
Zhask melangkah perlahan di atas karpet merah yang panjang, tiap langkahnya menggema seperti ketukan palu kematian. Di sepanjang lorong, berbagai pusaka antik dan artefak megah terpajang dengan keanggunan yang memamerkan kemakmuran surga.
Patung-patung emas menggambarkan pahlawan kekaisaran berdiri gagah di sisi kanan dan kiri, seolah memandang rendah pada Raja Iblis. Namun, Zhask tidak menunjukkan tanda-tanda terganggu. Matanya hanya tertuju ke depan, tempat cahaya terang menyilaukan yang menandai singgasana Kaisar Langit.
Ia berhenti sejenak, menoleh ke kanan dan kiri. Segalanya terasa terlalu tenang, seakan-akan udara di sekitarnya sengaja menahan napas. Meski begitu, ia tidak menunjukkan rasa gentar. Langkahnya tetap mantap, tiap gerakan menggambarkan kekuatan dan kebencian yang membara.
Saat mencapai ujung lorong, cahaya putih yang menyilaukan mulai terkuak. Namun, yang muncul bukanlah singgasana megah seperti yang ia bayangkan, melainkan pemandangan yang membuatnya terhenti. Di hadapannya terbentang hamparan hijau yang luar biasa indah.
Tumbuhan-tumbuhan Wisteria menjulang, menggantungkan bunga-bunganya yang ungu lembut hingga menyentuh tanah. Aroma manis bunga itu memenuhi udara, menembus perisai kutukan yang selalu menyelimutinya.
Di tengah-tengah keindahan itu berdiri singgasana Kaisar Langit, megah dan berkilauan, dihiasi emas dan permata, seperti lambang surga yang tertinggi.
Namun, singgasana itu kosong.
Zhask menyipitkan mata, mencoba memahami situasi yang tak terduga ini. Ia berhenti beberapa langkah dari kursi megah itu, merasakan sesuatu yang ganjil.
Sebelumnya, ia yakin hawa keberadaan Kaisar Langit terasa begitu kuat di tempat ini. Dengan kekuatan indera uniknya, ia tahu Kaisar Langit seharusnya berada di sini, menunggunya. Tapi kini, hawa itu hilang seperti asap tertiup angin.
Keheningan yang semula menenangkan perlahan berubah menjadi sesuatu yang mengancam. Zhask menatap sekeliling, mencoba memahami maksud dari pemandangan ini. Angin lembut bertiup, membawa aroma Wisteria yang semakin pekat.
Tapi bagi Zhask, keindahan ini hanyalah topeng yang menyembunyikan tipu daya.
Ia memejamkan mata, mengerahkan kekuatan batinnya untuk menembus dimensi ilusi. Sejenak kemudian, sesuatu yang tak terlihat mulai tersibak. Ruang di sekitarnya bergetar, seperti cermin yang mulai retak. Perlahan, tabir tak kasat mata yang mengelilingi tempat itu semakin berguncang dan memperlihatkan kebenaran di baliknya.
"Jebakan ilusi seperti ini tidak akan bisa menjebak ku dua kali!" Zhask menggeram, suaranya dalam dan penuh kemarahan.
Setelah tabir ilusi sobek oleh kekuatan Raja Iblis, kini Zhask akhirnya bisa bertatap muka langsung dengan Kaisar Langit, sang penguasa tiga alam.
Di atas singgasana megahnya, Kaisar Langit duduk tenang, tatapan matanya memancarkan keteduhan yang penuh kewaspadaan. Di sampingnya, empat menteri berdiri dalam formasi siaga, melindungi Kaisar dari ancaman Raja Iblis yang kini berdiri di ambang batas ruang suci tersebut.
Para menteri segera bereaksi, tubuh mereka memancarkan aura kekuatan yang menggetarkan ruangan. Salah satu menteri, Jenderal Tertinggi Iskandar Agung, melangkah maju dengan penuh keyakinan.
"Berhenti di sana, Zhask!" seru Iskandar Agung, suaranya menggema penuh otoritas. "Jika kau mendekat lebih jauh, kami tidak akan ragu untuk menghancurkan mu di tempat ini juga. Jangan anggap ancaman ini sebagai omong kosong."
Zhask hanya tersenyum tipis, wajahnya penuh rasa percaya diri yang nyaris menyeramkan. Ia menatap para menteri dengan tatapan merendahkan, seolah menganggap keberadaan mereka tidak lebih dari penghalang kecil yang mudah disingkirkan.
Tanpa adanya rasa takut dia melangkah dan berdiri tegak di tengah ruangan Kekaisaran Surgawi, memandang Kaisar Langit dengan intensitas yang membakar. Wajahnya penuh dengan rasa puas, seolah-olah momen inilah yang telah ia tunggu selama berabad-abad.
Namun, ia tidak langsung berbicara. Hanya senyum mengerikan yang muncul, menggambarkan kebencian bercampur kegembiraan yang meluap-luap.
Keempat Menteri Kekaisaran berdiri di sisi Kaisar Langit dengan postur tegang, siap melindungi pemimpin mereka kapan saja. Namun, tidak ada yang berkata sepatah kata pun. Keheningan menggantung berat di udara. Detik-detik berlalu hingga akhirnya Zhask meledak dalam tawa keras yang menggema di seluruh aula.
"Kepalamu... Kaisar Langit. Aku tidak sabar lagi untuk memisahkannya dari tubuhmu!" serunya, penuh adrenalin dan kebencian.
Seruan itu bagaikan petir yang memecah ketenangan. Para Menteri langsung bereaksi. Wajah mereka berubah merah padam, penuh amarah.
"Kau tak tahu batas, Iblis!" teriak Iskandar Agung, Menteri Pertahanan sekaligus Jenderal Tertinggi Kekaisaran. "Kami akan pastikan kau binasa hari ini, demi kehormatan langit!"
"Dirimu tidak layak menginjakkan kakimu di tempat mulia ini!" bentak Menteri Perekonomian, matanya memancarkan kebencian. "Pergilah, atau nyawamu menjadi harga yang harus dibayar!"
Namun, Raja Iblis tidak menggubris kemarahan mereka. Sebaliknya, ia menertawakan mereka dengan ekspresi semakin mengerikan. Satu tangannya memegangi kepalanya, dan ia menggeleng-gelengkan kepala seperti sedang menikmati hiburan yang luar biasa.
"Makhluk-makhluk bodoh," katanya dengan nada meremehkan. "Aku tidak peduli dengan kalian. Pergilah sebelum aku menghabisi kalian tanpa ampun. Aku hanya ingin berbicara empat mata dengan Kaisar Langit... Dan jika aku tidak puas, aku akan langsung membunuhnya."
Ucapan itu membuat para Menteri kehilangan kesabaran. Dalam sekejap, aura mereka berubah drastis. Tubuh mereka kembali mulai memancarkan cahaya terang ilahi, dan wujud manusia mereka menghilang, digantikan oleh bentuk asli mereka—monster suci dari mitologi Nirwana.
Iskandar Agung berubah menjadi Phoenix emas yang berkilauan, setiap bulunya seperti api abadi yang menyala terang. Armor emas menutupi tubuh besarnya, menjadikannya lambang perlindungan sekaligus kehancuran.
Di sampingnya, tiga Menteri lain juga memperlihatkan wujud mereka. Meski hanya dalam bentuk siluet hitam, bayangan besar mereka jelas menampilkan bentuk monster suci berbetuk kera perkasa yang memegang tongkat besar, ada juga seperti naga besar yang melilit di udara dengan mata menyala seperti bara, dan seekor babi raksasa dengan taring-taring tajam yang mencerminkan kekuatan liar.
Aura keempat Menteri tersebut memenuhi ruangan, menciptakan tekanan yang luar biasa. Bahkan lantai marmer di bawah kaki mereka mulai retak. Namun, di tengah atmosfer yang mencekam itu, Kaisar Langit tetap diam. Ekspresinya tidak menunjukkan amarah, hanya ketenangan dan sedikit kesedihan.
"Zhask," akhirnya Kaisar Langit berbicara. Suaranya lembut, tapi penuh otoritas. "Aku mengerti amarahmu. Aku tahu beban yang kau pikul. Tapi apa yang kau lakukan ini... sudah melewati batas. Sebagai Kaisar Langit, aku bertanggung jawab atas perdamaian dan keadilan yang kau hancurkan."
Zhask menyeringai, senyumnya semakin lebar. Ia mulai tertawa kecil, lalu semakin keras.
"Perdamaian? Keadilan?" balasnya, suaranya penuh ejekan. "Apa kau pikir aku akan percaya pada kata-kata manismu, Bodoh? Kau, yang membiarkan kaummu merendahkan kaumku selama ribuan tahun? Kau, yang hanya duduk di atas singgasanamu sementara dunia terjatuh dalam kekacauan? Kau tidak pantas berbicara tentang keadilan!"
Zhask mengangkat tangannya, mulai melakukan gerakan-gerakan aneh. Tubuhnya bergoyang seperti sedang menari, tapi bukan tarian yang indah. Setiap gerakannya terlihat canggung dan konyol, seolah ia mengejek Kaisar Langit dengan setiap langkahnya.
Air mata mulai mengalir di wajah Zhask, menetes tanpa ia sadari. Namun, ini bukan air mata kelemahan. Tangisannya bercampur dengan tawa, menciptakan pemandangan yang sangat kontras.
Kaisar Langit dan para Menteri hanya bisa memandang dengan kebingungan. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Raja Iblis yang begitu ditakuti, yang dikenal karena kekejamannya, kini tiba-tiba secara mengejutkan menari seperti badut sambil menangis.
Gerakan aneh yang dilakukan Raja Iblis membuat suasana semakin tegang, namun ada sesuatu yang mengusik pikiran Jenderal Tertinggi Iskandar Agung. Ia mengamati dengan seksama setiap langkah tarian itu, mencoba mengenali asal-usulnya.
"Hentikan gerakan bodoh itu!" bentak salah satu Menteri. "Apa kau tidak punya rasa hormat sama sekali? Di depanmu adalah pemimpin tertinggi tiga alam!" teriak salah satu menteri.
"Gerakan konyol itu... seperti tidak asing bagiku," ucap Iskandar Agung dengan nada bingung, alisnya berkerut dalam. "Namun, aku tidak pernah melihat gerakan itu sebelumnya. Ada sesuatu yang aneh."
Masih dalam wujud siluet monster suci, salah satu menteri yang lain menyela dengan suara lantang dipenuhi kemarahan. "Kita tidak punya waktu untuk memikirkan hal itu! Sepertinya dia sudah gila. Jika dibiarkan, hal buruk pasti akan terjadi. Kita harus melenyapkannya sekarang juga."
Namun, Zhask tidak berhenti. Ia terus menari, suaranya semakin keras, tangisnya semakin deras. Di balik kekonyolannya, ada sesuatu yang lebih dalam—sebuah luka yang telah lama terpendam, sebuah rasa sakit yang ia bawa selama ini.
Kaisar Langit menyipitkan mata, mencoba memahami perilaku aneh Zhask. Mungkinkah ini bukan sekadar amarah, tapi juga sebuah seruan dari jiwa yang terluka.
Raja Iblis kemudian tiba-tiba menghentikan tarian anehnya. Ia berdiri tegak, menghirup udara segar penuh keharuman bunga Wisteria yang semerbak memenuhi ruangan. Dalam sekejap, suasana yang tegang berubah menjadi keheningan aneh yang menggantung di udara.
"Ah, udara ini...," bisik Raja Iblis pelan, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Mengingatkanku rumah. Pada sosok ibu."
Tarian aneh yang baru saja dilakukannya, ternyata adalah sebuah tarian indah para dewi yang biasa dilakukan ketika mereka merayakan kebahagiaan atau menyambut kenaikan pangkat di Alam Langit. Namun, berbeda dengan mereka, tarian raja iblis barusan benar-benar tampak kacau dan berantakan, jauh dari sempurna.
Bagi Raja Iblis, tarian tersebut bukanlah sekadar ritual biasa. Itu adalah kenangan mendalam tentang Dewi Hestia, sosok ibu penuh kasih sayang yang pernah merawatnya ketika ia masih kecil.
Maha Dewi Hestia selalu melakukan tarian indah tersebut untuk menghibur Raja Iblis kecil saat ia dirundung kesedihan. Tarian itu menjadi simbol kehangatan, cinta, dan pengorbanan kasih sayang.
Meskipun gerakannya jauh dari sempurna, tarian itu adalah cara Raja Iblis untuk mengenang jasa sang dewi yang telah menyelamatkan jiwanya di masa lalu.
Ia telah bersumpah untuk tidak pernah melupakan sosok Maha Dewi, melakukan tarian tersebut setiap hari sebagai pengingat, sekalipun ia kini menjadi sosok yang dikenal sebagai ancaman terbesar tiga alam.
Setelah beberapa saat, senyumnya berubah menjadi tawa keras penuh semangat dan keangkuhan. Ia kembali menatap Kaisar Langit dan para menteri dengan mata penuh kebencian yang membara.
"Hari ini, gara-gara kalian, aku hampir lupa mengenang ibuku. Tapi tidak masalah...," ucapnya dengan nada dingin yang menyeramkan.
Tiba-tiba, tawa menggelegar untuk yang kesekian kalinya kembali menggema di seluruh ruangan. "Karena kalian semua akan segera ku hancurkan! Hahaha!"
Energi gelap Raja Iblis mulai menyelimuti tempat itu, menciptakan tekanan yang begitu kuat hingga membuat bunga-bunga Wisteria di sekitar ruangan layu perlahan. Para menteri segera memperkuat siaga mereka, mempersiapkan serangan yang tampaknya tak bisa lagi dielakkan.
"Zhask," ucapnya lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut. "Apa yang sebenarnya kau inginkan? Jika ini semua hanya tentang balas dendam, maka kita tidak perlu melanjutkannya. Aku ingin mendengar alasanmu."
"Apa yang kuinginkan?!" serunya. "Aku ingin dunia ini mengingat siapa yang pernah diinjak-injak! Aku ingin setiap sudut surga dan neraka tahu bahwa aku akan menghancurkan tatanan kebusukan perdamaian ini."
Ruangan kembali sunyi, tapi kali ini bukan karena ketegangan. Ada beban emosi yang terasa semakin dalam. Pertempuran belum dimulai, tapi peperangan batin antara dua kekuatan sudah memuncak.
Raja Iblis berdiri penuh kegagahan. Tatapannya menembus cakrawala, memandang hamparan langit-langit atap Kekaisaran Surgawi. Mata merahnya yang menyala tertutup sejenak, seolah mencoba menikmati hembusan angin yang membawa aroma kehancuran.
Suara petir menyala-nyala, seperti pertanda bahwa pertarungan tak terhindarkan super tingkat tinggi akan segera terjadi.
Sementara itu, di sisi lain, wajah keempat menteri Kekaisaran dipenuhi kewaspadaan dan ketegangan. Jenderal Tertinggi Iskandar Agung yang masi dalam wujud mistisnya mundur perlahan lalu membungkuk hormat kepada Kaisar Langit, yang masih bersikeras bertahan di singgasananya.
"Yang Mulia," ucap Iskandar Agung, suaranya tegas namun tetap sopan. "Iblis itu sudah tidak bisa diajak berdamai. Keselamatan Anda adalah prioritas utama. Biarkan kami menghadapi dia di sini."
Menteri Zeus Agung yang juga berada dalam wujud mahluk mistis menambahkan dengan nada mendesak, "Tolong, Yang Mulia. Anda harus segera menuju tempat evakuasi melalui portal teleportasi yang telah kami siapkan."
"Ia sudah melampaui batas!" ujar Menteri Ekonomi, ekspresinya penuh amarah. "Biar kami yang memberinya pelajaran."
"Hukuman langit akan jatuh di sini!" timpal Menteri lain.
Kaisar Langit menatap para Menteri dengan sorot mata yang tenang, namun ada keteguhan di sana. Ia tahu, mundur dari singgasananya berarti menyerah pada rasa takut.
Namun, gemuruh energi yang terpancar dari tubuh Raja Iblis semakin mengancam.
Dinding-dinding Istana Langit mulai retak, pilar-pilar emas berguncang, seolah ingin runtuh karena tekanan kutukan yang begitu besar dan begitu amat busuk.
Raja Iblis tidak bergerak. Hanya berdiri tegak seperti penguasa tak tergoyahkan, namun sesuatu yang lebih gelap mulai muncul darinya. Aura hitam pekat perlahan menyelimuti tubuhnya, tanda bahwa segel kekuatan yang selama ini ia pertahankan mulai terbuka.
Iskandar Agung merasakan gelombang energi yang semakin mengerikan itu, membuat bulu kuduknya meremang. "Apa yang terjadi padanya?" tanyanya dengan nada khawatir.
Salah satu Menteri menjawab cepat, "Dia... dia sedang menghancurkan segel kekuatannya sendiri!"
"Aku tahu," gumam Iskandar, matanya menyipit tajam. "Tapi kita tidak boleh mundur. Dialah sosok malapetaka yang telah diramalkan semesta. Kita harus menghentikannya sekarang!"
Namun, tekanan dari aura Raja Iblis begitu luar biasa, seakan mengoyak realitas di sekitarnya. Kaisar Langit menghela napas dalam, lalu menatap para Menteri dengan tatapan penuh keyakinan. "Jika kalian pikir ini adalah akhir... maka bertindaklah sesuai kehendak kalian. Aku serahkan semua padamu."
"Yang Mulia, pergilah sekarang juga!" seru Iskandar Agung, suaranya penuh ketegasan.
Akhirnya, Kaisar Langit mengangguk perlahan.
Meski hatinya berat, ia tahu bahwa keselamatannya adalah harapan terakhir Kekaisaran Surgawi. Dengan langkah mantap, ia melangkah menuju portal teleportasi yang telah disiapkan di belakangnya.
"Saya percaya pada kalian," ucap Kaisar Langit sebelum menghilang dalam kilauan cahaya.
Kini, hanya tersisa keempat Menteri dan Raja Iblis di ruangan itu. Dan saat itulah segel terakhir yang menahan kekuatan Raja Iblis sepenuhnya hancur.
Ledakan energi besar menghantam seluruh istana, membuat lantai marmer pecah berkeping-keping. Tubuh Raja Iblis mulai berubah drastis. Dua tanduk di atas kepalanya memanjang dan bertambah menjadi lima, berkilau seperti logam terkutuk.
Rambut hitam pekatnya memutih, bersinar mengerikan seperti cahaya bulan yang dingin. Sayap di punggungnya kini bertambah menjadi sembilan, setiap kepakan membawa hawa maut yang membuat udara di sekitarnya terasa berat dan pengap.
Para Menteri terbelalak melihat transformasi itu. Aura Raja Iblis yang sebelumnya sudah menakutkan kini menjadi sesuatu yang hampir mustahil untuk dihadapi.
"Jadi... ini kekuatan penuh sejatinya," gumam Iskandar Agung, suaranya bergetar tipis.
Salah satu Menteri menimpali, "Tidak ada makhluk lemah yang bisa bertahan berada di dekatnya. Bahkan kita harus berjuang untuk tetap berdiri di hadapannya!"
Namun, Iskandar Agung memukul lantai dengan sayap-sayap Phoenix nya, menciptakan gelombang energi api yang menstabilkan aura mereka. "Kita tidak punya pilihan. Apa pun yang terjadi, kita harus bertarung sampai akhir!"
Zhask—Raja Iblis, kini berdiri dengan senyum mengerikan di wajahnya. "Akhirnya," ucapnya dengan nada penuh kebencian, "kalian akan menyaksikan kehancuran yang sesungguhnya, karena aku akan segera menghancurkan kalian tanpa ampun."
Meski keempat Menteri Kekaisaran telah menunjukkan kekuatan luar biasa seperti mahluk monster bencana Nirwana, raja iblid Zhask tetap mempertahankan senyumnya, sebuah senyum sombong penuh intimidasi.
"Ayo, kita mulai pertarungan ini, wahai makhluk-makhluk kotor!" seru kembali Raja Iblis dengan suara menggelegar.
Monster Babi, salah satu Menteri Kekaisaran, melangkah maju. Siluet tubuhnya yang besar dan kokoh tampak seperti gunung bergerak.
"Jangan sombong, wahai Iblis rendahan! Apa kau kira hanya kau yang memiliki kekuatan sehebat ini? Kami adalah pelindung terkuat langit, dan kami tidak akan kalah darimu!"
Empat Menteri Kekaisaran bersiap. Mereka tidak hanya menahan tekanan aura Raja Iblis, tetapi juga memancarkan energi surgawi yang sama kuatnya.
Saat energi dua kekuatan besar itu bertabrakan, ledakan dahsyat terjadi, menghancurkan segala sesuatu di sekitar mereka.
Tabrakan itu membawa malapetaka ke semua alam, angin puting beliung dan tsunami melanda alam dunia, ribuan gunung meletus di Alam Neraka, dan guncangan hebat mengguncang Alam Langit.
Istana Langit, simbol keagungan Kekaisaran Surgawi, tak kuasa bertahan. Dinding-dindingnya runtuh, pilar-pilar emasnya hancur, menyisakan puing-puing di tengah benturan energi yang terus mengamuk penuh cabiikan.
Raja Iblis tertawa terbahak-bahak di tengah kehancuran. "Ha-ha-ha! Jadi, begini rasanya kehancuran dari dua kekuatan besar yang saling bertabrakan. Sangat... menghibur!"
"Tertawa sesukamu," potong Monster Babi dengan suara tegas, "karena ini akan menjadi tawa terakhirmu sebelum kau dihukum dan dihabisi!"
"Justru kalianlah yang akan kalah!" balas Raja Iblis dengan suara penuh intimidasi. Namun, tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang ganjil di belakangnya.
Tanpa peringatan, simbol misterius muncul di udara diikuti siluet besar Monster Babi dengan mata merah yang bersinar tajam. Sebelum Raja Iblis sempat bereaksi, Monster Babi menyeruduknya dengan kekuatan brutal.
Tubuh Raja Iblis terlempar ribuan meter, menghantam reruntuhan Istana Langit dengan keras, menghancurkan apa pun yang dilewatinya.
"Sialan! Sejak kapan dia ada di belakangku?" geram Raja Iblis sembari berusaha menghentikan tubuhnya yang terus terlempar tanpa bisa terhenti.
Namun, sebelum ia berhasil memulihkan keseimbangannya, Monster Kera Nirwana muncul dari arah lain. Dengan kecepatan tak terlihat, Monster Kera melompat dan berputar lalu melayangkan pukulan keras yang kembali membuat Raja Iblis terpental.
Serangan itu belum usai. Monster Naga Nirwana mengambil alih, menembakkan bola-bola api putih raksasa yang melesat cepat dari mulutnya.
Setiap ledakan bola api membuat tubuh Raja Iblis terlempar lebih jauh, hingga akhirnya ia menghantam sebuah tiang besar yang masih kokoh berdiri di tengah reruntuhan Istana Langit.
Duaaaaaaak.
Salah satu tangan Raja Iblis terputus akibat serangan bertubi-tubi itu. Namun, meski tubuhnya terluka parah, ia tetap berdiri penuh senyum kesombongan. Dengan napas berat, ia mencoba memulihkan energinya.
"Sangat mengganggu!" geram Raja Iblis, tetapi sebelum ia sempat bertindak, langit di atasnya menyala terang. Monster Phoenix Nirwana muncul dengan kepakan sayapnya yang membentuk angin tornado api.
Serangan itu menghantam Raja Iblis dengan presisi, menciptakan gelombang panas dan sayatan tajam yang sulit untuk dihindari.
Keempat Menteri Kekaisaran terus memberikan tekanan tanpa henti.
Mereka menyerang dalam koordinasi sempurna, membuat Raja Iblis kesulitan untuk melakukan serangan balik.
"Bagaimana sekarang? Kau terlihat begitu menyedihkan," ucap Monster Babi dengan nada mengejek.
"Mana kesombonganmu tadi, Iblis rendahan?" tambah Monster Kera.
"Memalukan," ejek Monster Naga.
"Sadari posisimu!" timpal Monster Phoenix, tatapannya dingin seperti pisau.
Raja Iblis, meski telah membuka kekuatan sejatinya, masih kesulitan menghadapi kekuatan para Menteri. Ia menyadari bahwa kekuatan mereka bukan sekadar kekuatan individu.
Mereka adalah perwujudan dari empat sifat utama yang diturunkan oleh entitas misterius bernama Semesta: Perdamaian, Cinta, Kekuatan dan Semangat.
Namun, di balik itu semua, ada satu sifat yang bocor dan ikut andil—Kebencian.
Kebencian, meski gelap dan merusak, adalah bagian dari Semesta itu sendiri. Raja Iblis, yang merupakan perwujudan sifat kebencian, kini menghadapi kekuatan gabungan dari sifat-sifat lain yang berlawanan dengannya.
Perang ini bukan sekadar pertarungan fisik. Ini adalah konflik mendalam antara kehendak Semesta dan ketidakseimbangan yang ia ciptakan sendiri.
//Semesta di sini bukan Tuhan, melainkan entitas misterius yang belum di sebutkan//
Pertarungan semakin memanas. Dua kekuatan besar terus bertarung sengit, membawa kehancuran ke seluruh alam. Raja Iblis, meski terpojok, tetap menunjukkan determinasi luar biasa. Dengan kekuatan penuh, ia memanggil dua pedang terkuatnya, menandai babak baru dalam pertarungan ini.
Satu pedang besar menjulang tinggi, memancarkan aura kebencian yang berat dan menyesakkan. Pedang lainnya, meskipun berukuran normal, menimbulkan ketakutan mendalam dengan kilatan energinya yang mematikan.
Empat Menteri mulai menyadari bahwa dua pedang itu bukanlah senjata biasa. Aura mereka terasa begitu kuat, seolah-olah bisa mengoyak keberadaan apa pun. Bahkan tanpa disentuh, hawa kebencian yang keluar dari kedua pedang itu sudah membuat udara di sekitar menjadi lebih berat.
“Pedang itu lebih dari sekadar senjata…,” gumam Monster Babi. “Itu adalah perwujudan kebencian murni.”
Namun, belum sempat mereka berstrategi lebih lanjut, Raja Iblis melesat cepat seperti kilat. Dengan pedang besarnya, ia langsung melancarkan tebasan hitam yang berisi energi destruktif ke arah Monster Babi.
Monster Babi mencoba menahan serangan itu menggunakan tanduknya, tetapi tekanan dari tebasan Raja Iblis terlalu besar. “Ugh… terlalu kuat!” geram Monster Babi sebelum akhirnya tubuhnya terlempar jauh, menghantam reruntuhan Istana Langit.
Melihat rekannya terlempar, Monster Kera tak tinggal diam. Ia melompat dengan kecepatan luar biasa dan melancarkan pukulan berlapis energi surgawi Count 3 (Nirwana).
Namun, Raja Iblis dengan mudah menangkis serangan itu menggunakan pedang besar, kemudian melancarkan serangan balasan dengan tebasan hitam.
Monster Kera mengalami nasib serupa—terlempar jauh dengan daya hancur super mengerikan yang memporak-porandakan puing-puing Istana Langit.
Kini, hanya tersisa Monster Naga dan Phoenix yang masih berdiri. Mereka menyaksikan dua rekannya terhempas dengan raut wajah penuh keterkejutan dan kekhawatiran.
“Kita harus melakukan sesuatu. Dia terlalu kuat untuk dilawan sendirian,” ucap Monster Naga.
“Setuju. Kita gunakan serangan gabungan!” jawab Monster Phoenix dengan nada penuh keyakinan.
Kedua menteri segera mengumpulkan energi mereka. Monster Naga membuka mulutnya, menciptakan bola cahaya putih besar yang dipenuhi energi surgawi Count 3, sementara Monster Phoenix menyelubungi bola itu dengan percikan listrik berwarna emas yang juga penuh akan energi surgawi Count 3.
Bola energi gabungan itu bersinar terang, hampir menyilaukan, sebelum akhirnya melesat cepat ke arah Raja Iblis.
Raja Iblis menyadari bahaya dari serangan itu. Namun, bukannya mundur, ia justru menyongsongnya. “Kalian kira ini cukup untuk mengalahkan ku?” Dengan tangan mantap, ia mengayunkan pedang besar miliknya, menciptakan tebasan hitam yang diselimuti aura merah menyala penuh akan kebencian semesta.
Dua serangan besar itu bertabrakan di udara, menciptakan ledakan dahsyat yang mengguncang seluruh Alam Langit. Namun, hanya dalam hitungan detik, tebasan Raja Iblis menghancurkan bola cahaya itu dengan mudah.
“Tidak mungkin…” gumam Monster Phoenix, matanya terbelalak tidak percaya.
“Serangan gabungan kita… dihancurkan begitu saja?” lanjut Monster Naga, suaranya dipenuhi ketakutan.
Namun, tebasan Raja Iblis tidak berhenti di situ. Gelombang energi hitam yang tersisa melesat ke arah kedua menteri, menghantam mereka dengan kekuatan yang bahkan lebih mengerikan dari sebelumnya.
Monster Phoenix dan Monster Naga terlempar jauh, tubuh mereka menghantam reruntuhan dengan keras. Kini, empat Menteri Kekaisaran Langit tergeletak tak berdaya, tubuh mereka penuh luka, dan kekuatan mereka terkuras habis.
Raja Iblis berdiri tegak di tengah kehancuran, pandangannya penuh kesombongan. “Hah! Lihatlah kalian sekarang. Menteri-menteri besar Kekaisaran Langit, dipermalukan oleh apa yang kalian sebut iblis rendahan!” Tawa menggelegar nya menggema di udara.
Monster Babi, yang perlahan bangkit dari puing-puing, menatap Raja Iblis dengan penuh amarah. “Kau akan membayar ini, Iblis! Aku bersumpah akan menghancurkan mu!”
Namun, Raja Iblis hanya tersenyum dingin. “Coba saja jika bisa. Tapi kalian harus tahu satu hal…” Ia berhenti sejenak, mengangkat pedang besar yang kini bersinar lebih gelap dari sebelumnya.“Aku belum menggunakan semua yang ku punya.”
Empat Menteri kini menghadapi kenyataan pahit—Raja Iblis tidak hanya kuat, tetapi juga jauh di luar dugaan mereka. Kekalahan mereka bukan sekadar soal kekuatan, tetapi karena kebencian Raja Iblis yang seolah menjadi sumber energi tak terbatas.
Namun, meski terkapar, keempat Menteri menyadari sesuatu. Mereka tidak boleh menyerah. Karena di balik kebencian Raja Iblis, mereka percaya masih ada kekuatan Semesta yang lebih besar yakni Perdamaian, Cinta, dan Kehendak untuk Melindungi.
Pertarungan ini masih jauh dari selesai. Mereka tahu, jika gagal sekarang, maka tiga alam akan tenggelam dalam kegelapan untuk selamanya.
Rasa kesal benar-benar menyelimuti keempat Kekaisaran Surgawi tersebut, terlihat jelas dari raut wajah yang tidak bisa berbohong. Raja iblis, dengan kekuatan malapetaka nya, telah mempermainkan mereka—makhluk-makhluk suci istana langit.
Di waktu yang bersamaan, angin kencang tiba-tiba berhembus dari atas, menghantam keras ke arah bawah tempat pertempuran berlangsung. Fenomena ini mencurigakan. Angin seperti itu tak pernah terjadi sebelumnya.
"Mengapa ada angin kencang tiba-tiba muncul dari atas?" tanya monster kera, suaranya serak. Ia masih terkapar, mencoba bangkit dengan tubuh penuh luka.
"Entahlah, ini aneh... sangat aneh," jawab salah satu dari mereka, wajahnya dipenuhi keraguan.
"Kita harus waspada," lanjut yang lain, nada suaranya berubah tegang. "Iblis itu pasti sedang merencanakan sesuatu."
Beberapa saat kemudian, langit hitam di atas mereka terbelah. Sebuah suara menggelegar menggema di udara, seperti retakan dunia yang tak kasat mata.
Di balik celah tersebut, sesuatu mulai terlihat—benda besar yang perlahan muncul di atas hamparan langit luas. Keempat menteri menatapnya dengan mata membelalak, dipenuhi kegelisahan yang tak bisa disembunyikan.
"Sejak kapan benda itu ada di sana?" potong Iskandar Agung, sang monster Nirwana Phoenix, dengan nada cemas yang jarang terdengar darinya.
"Dengan ukurannya sebesar itu, mustahil kita bisa selamat!" seru monster kera, kini berdiri tegak meski tubuhnya gemetar.
"Apa iblis bodoh itu ingin melakukan serangan bunuh diri?" sela monster babi, dengan suara beratnya yang mengandung campuran marah dan takut. "Dia benar-benar sudah gila."
Meteor raksasa kini tampak jelas, ukurannya begitu super besar hingga menutupi seluruh hamparan langit. Cahaya redupnya memantulkan bayangan suram di tanah, membawa hawa kehancuran yang tak terelakkan.
Bagaimana pun mereka mencoba, tak ada celah untuk melarikan diri. Kejatuhannya pasti akan menghancurkan segalanya—termasuk Raja Iblis itu sendiri.
"Sekarang siapa yang berhak tertawa? Wahai mahluk-mahluk kotor." suara Raja Iblis bergema, penuh kesombongan. Tatapannya liar, memancarkan kepuasan mendalam yang sulit digambarkan dengan kata-kata.
Di matanya, ini bukan sekadar kemenangan, tapi kehancuran yang ia kendalikan dengan tangannya sendiri.
Dengan kecepatan luar biasa, meteor raksasa ciptaan Raja Iblis menghantam keras, meluluhlantakkan segalanya. Ledakan maha dahsyat meledak seketika, mengguncang Kekaisaran Surgawi.
Dentumannya terasa dan terdengar hingga ke batas alam dunia dan neraka, menggema seperti lonceng akhir zaman.
Asap pekat membumbung tinggi, bercampur dengan bara yang memerah, menandai kehancuran yang tak terelakkan. Getarannya meluluhlantakkan Istana langit, mengoyak udara, dan menciptakan retakan besar di sepanjang dimensi tiga alam.
Jeritan-jeritan makhluk bergema, ketakutan menyelimuti setiap penjuru.
Malapetaka terjadi di mana-mana. Keberadaan Raja Iblis, dengan kekuatan yang melampaui batas, telah mengganggu tatanan tiga alam—langit, dunia, dan neraka.
Ketidakseimbangan itu melahirkan bencana yang tak kunjung berhenti di tiga alam, badai memusnahkan semuanya, lautan mengamuk hingga melahap daratan, dan langit meratap dengan kilatan petir penuh kobaran api tanpa jeda sedetik pun.
Kehancuran kini menjadi bahasa universal. Setiap sudut alam merasakan akibatnya, seolah kemarahan Raja Iblis adalah cermin dari kehendak kehancuran itu sendiri.
Di tempat lain, masi di benua tujuh. Pertarungan sengit sedang berlangsung. Dua sosok legendaris saling berhadapan, Lucifer sang Bencana Kematian melawan Gabriel sang Monster Keadilan.
Jual beli serangan antara mereka begitu brutal, setiap hentakan menghancurkan apa pun yang ada di sekitar pertarungan. Hamparan benua tujuh retak, udara bergetar, dan langit di atas mereka tampak suram seolah ikut merasakan tekanan dari pertempuran yang berlangsung.
"Apa itu barusan?" Lucifer tiba-tiba menghentikan gerakannya, tatapannya menyipit.
Goncangan dahsyat dari ledakan di Istana Langit terasa hingga ke tempat ini.
"Sepertinya ada sesuatu yang besar terjadi di atas sana."
"Jangan mengalihkan topik, Lucifer," jawab Gabriel dingin, pedangnya masih terarah pada lawannya. Sorot matanya penuh ketenangan, "Kita belum selesai di sini."
"He-he-he..." Lucifer tertawa kecil, suara seraknya terdengar seperti ejekan. "Kau masih saja seperti dulu, Gabriel. Begitu serius, begitu... keras kepala."
"Dan kau masih sama," potong Gabriel tajam, kilatan cahaya dari pedangnya semakin menyala. "Licik dan penuh tipu daya. Tapi kali ini, aku tidak akan membiarkanmu lolos."
Lucifer menyeringai, matanya bersinar merah menyala. "Kalau begitu, mari kita lanjutkan permainan ini.
Aku ingin tahu apakah keadilanmu cukup kuat untuk menghentikan kematian itu sendiri."
Serangan mereka kembali meletus, kali ini lebih sengit dari sebelumnya. Setiap pukulan, tebasan, dan dentuman memecahkan udara, menciptakan gelombang kejut super mengerikan yang terasa sampai jauh.
Kekuatan mereka berdua sudah seperti dua kutub yang saling bertolak belakang, namun sama-sama mengerikan.
Masih di wilayah yang sama, tetapi dalam bagian medan pertempuran yang berbeda, Mikael, salah satu Jenderal Langit Agung, telah kembali. Kebangkitannya dari kematian tidak menyisakan rasa gentar sedikit pun dalam hatinya.
Bahkan kini dirinya bertambah kuat 50% dari sebelumnya, sungguh benar-benar tidak masuk akal dan sangat tidak adil. Dia melangkah dengan penuh keyakinan, membawa aura yang membuat medan perang terasa kembali lebih berat.
Di hadapannya berdiri Satan, salah satu eksekutif jenderal iblis yang pernah ia kalahkan di awal pertempuran sebelum nya.
"Aku kira kau sudah mati untuk selamanya, tapi ternyata kau masih hidup juga," kata Mikael dingin, suaranya terdengar seperti batu yang menghantam logam. Tatapannya tajam, seolah menguliti jiwa lawannya.
"Hah! Keberuntungan saja aku bisa selamat dari skill ultimate-mu waktu itu," balas Satan dengan nada ceplas-ceplos khasnya, sebuah senyum miring tersungging di wajahnya.
"Lagipula, bukankah barusan kau juga mati di tangan Lucifer? Sepertinya kita berdua punya lebih banyak nyawa daripada yang lain."
Mikael mengingat peristiwa itu dengan jelas. Di awal pertemuan, ia telah mengalahkan beberapa jenderal iblis, termasuk Satan.
Saat itu, ia mengira tugasnya sudah selesai dan segera pergi untuk menghadapi Lucifer.
Namun, ia tidak menyangka bahwa Satan adalah salah satu dari tiga iblis kuno yang memiliki kekuatan tak terduga.
Mungkin itu alasan mengapa dirinya pas awal terjun ke medan tempur merasakan energi iblis kuno.
"Sebelumnya aku tidak menyadari betapa bahayanya dirimu," kata Mikael sambil mengangkat pedangnya yang bersinar dengan energi surgawi.
Sorot matanya semakin dingin. "Namun kini aku tahu siapa dirimu sebenarnya. Kau adalah salah satu dari tiga iblis kuno."
Satan tertawa kecil, suaranya seperti racun yang menyelinap di udara. "Oh, Mikael, ribuan tahun lalu kita pernah bertarung saat invasi kalian di alam neraka. Tapi mengapa kau tega melupakan wajah tampanku ini? Apa kau sudah terlalu tua untuk mengingat masa lalu?"
Nada menghina itu membuat suasana semakin tegang. Mikael tidak terpengaruh oleh provokasi tersebut.
Sebaliknya, ia memasang kuda-kuda, energi surgawi Count 3 yang memancar dari tubuhnya semakin intens, menandakan kesiapannya untuk bertarung habis-habisan.
"Tua atau tidak, aku hanya tahu satu hal. Kali ini aku akan memastikan kau tidak kembali lagi," jawab Mikael dengan nada yang penuh ketegasan dan keyakinan.
Dua sosok mengerikan itu bersiap kembali. Pertempuran antara kekuatan surgawi dan kegelapan kuno akan segera meletus, menghancurkan apa pun di sekitar mereka.
Nama : Satan.
Status : Bangsa iblis/salah satu dari 10
Eksekutif raja iblis (salah satu dari 3 iblis kuno).
Skill : Memanipulasi pikiran.
Di alam dunia, suasana yang sebelumnya dipenuhi hiruk-pikuk pertempuran kini perlahan berubah menjadi sunyi mencekam. Di antara reruntuhan, tubuh Azazel, mantan Jenderal Langit Agung yang sangat ditakuti, kini terkapar tak berdaya di tanah bersama seluruh pasukannya. Pertarungan di sini telah usai.
Sosok kakek tua yang sebelumnya menghentikan langkah Azazel kini terlihat tanpa luka sedikitpun bahkan hanya untuk secarik sobekan pakaian.
Tatapannya lembut, tetapi aura kekuatan yang memancar dari tubuhnya sangat jelas terasa murni melebihi siapapun. Ia melangkah perlahan menuju tubuh Azazel yang tak bergerak, seolah memastikan akhir dari pertempuran itu.
"Sepertinya sudah dimulai," ucap kakek tua dengan suara tenang, senyum lembut tersungging di wajahnya. Tak ada tanda kesombongan, hanya ketenangan seorang yang memahami makna kekalahan dan kemenangan.
Azazel, sang penyandang gelar Monster Keadilan, yang kekuatannya hampir setara dengan Gabriel, ternyata tidak mampu menghadapi kehebatan kakek tua ini. Bukan hanya karena kekuatan fisiknya, tetapi juga kecerdikan dan pengalaman tempurnya yang seolah tak terukur.
Lebih mencengangkan lagi, kakek tua itu bertarung seorang diri, tanpa bantuan satu pun bala tentara.
Angin yang berembus membawa aroma darah dan tanah yang terbakar. Medan perang itu bukan hanya saksi kekalahan Azazel, tetapi juga bukti kekuatan seorang pejuang yang sering dianggap remeh karena usianya.
Namun, kakek tua itu tetap tenang, seolah bagi dirinya ini hanyalah satu pertempuran kecil di antara banyak pengalaman pertempuran besar yang ia hadapi selama hidupnya.
Dengan langkah mantap, ia meninggalkan tubuh Azazel yang terkapar. Dalam senyumannya yang samar, ada tanda bahwa ia telah memahami arah yang akan diambil oleh tiga alam ke depan, dan ia bersiap menghadapi apa pun yang akan datang.
Di sudut lain dari medan pertempuran, lebih tepatnya di gerbang super Great Adam, pembatas antara benua alam langit dan istana Kekaisaran Surgawi.
Pasukan elit pelindung kaisar berusaha memulihkan diri setelah pertarungan sengit melawan iblis yang sebelumnya dipanggil Raja Iblis. Meski telah berhasil mengalahkan makhluk mengerikan itu, harga yang harus dibayar sangat tinggi.
Beberapa prajurit terluka parah, meski untungnya, kondisi mereka masih dapat diatasi dengan pengobatan darurat.
"Pertarungan sudah dimulai," ucap sang ketua pasukan, suaranya berat dan tegas. Ia menatap reruntuhan di sekeliling mereka sembari merasakan gempa dahsyat, dampak dari pertempuran mengerikan di Istana Langit. "Untuk saat ini, kita harus tetap di sini sembari menunggu yang terluka pulih."
Namun, suara anak magang tiba-tiba memecah ketenangan, "Kenapa kita harus diam di sini? Bukankah tugas kita melindungi Istana Langit?"
Prajurit elit wanita bernama Yuri segera menyela. "Apa yang dikatakan ketua itu benar. Jika kita memaksa pergi ke sana, kita hanya akan menjadi beban dalam pertempuran tingkat tinggi seperti itu!" ucapnya dengan nada tajam.
"Ya," lanjut salah satu prajurit yang sedang mengobati rekannya. "Kematian Rega sudah menjadi bukti perbedaan kekuatan kita dengan Raja Iblis. Jika dipaksakan, kita semua akan mati!"
Ketua pasukan menatap anak magang itu dengan penuh kebijaksanaan. "Aku tahu perasaanmu dan aku menghargai prinsipmu untuk melindungi Istana Langit. Tapi dalam situasi seperti ini, diam adalah opsi terbaik. Meski begitu, aku bangga dengan semangatmu. Jangan pernah melupakannya."
"Siap, Ketua. Terima kasih atas sarannya," jawab anak magang dengan rasa hormat.
Yuri kemudian mengarahkan perhatian tim, "Kemungkinan besar Kaisar Langit sekarang berada di tempat evakusi. Setelah semua membaik, kita harus segera bergerak ke sana."
"Kau benar, Yuri. Setelah semua pasukan pulih, kita akan segera bergerak. Terlebih, kondisi mental Rein mulai kembali stabil," ujar Hajime, sang prajurit elite sekaligus informan, dengan nada tegas namun tetap khawatir.
Seolah mengimbangi ketegangan situasi, seorang prajurit yang tengah dirawat tiba-tiba bergumam, "Raja Iblis... Tak kusangka perbedaan kekuatan kita dengan dia sejauh itu." Kalimat itu menggantung di udara, membuat semua orang kembali teringat akan kegagalan mereka melawan ancaman sebelumnya.
"Kau benar... Ternyata di alam ini ada sosok yang jauh lebih mengerikan dari apa yang pernah kubayangkan," ujar salah seorang prajurit elite dengan suara serak. Lidahnya yang menjulur terlihat penuh luka bekas pertempuran, meskipun telah mendapatkan perawatan dari pasukan elit bagian medis.
Prajurit lain dengan tubuh penuh tato mengangguk perlahan, suaranya berat namun penuh keyakinan, "Ini akan menjadi pelajaran bagi kita semua, sebagai pasukan elite pelindung Kaisar Langit. Kita harus belajar dari pengalaman ini."
Keheningan mendadak menyelimuti suasana. Semua mata tertuju pada sang kapten yang berdiri dengan tegap, meski wajahnya jelas menyiratkan kelelahan.
Suaranya berat, namun berwibawa, memecah kesunyian dengan kalimat yang mengejutkan semua orang.
"Kalian semua... Setelah perang besar ini berakhir, aku akan mundur dari jabatan sebagai kapten pasukan elite. Kepemimpinan ini akan kuserahkan kepada salah satu dari kalian. Era-ku sudah selesai, dan era baru harus lahir. Kalianlah pemimpin masa depan, yang akan melindungi Istana Langit."
Pernyataan itu menghantam seluruh pasukan seperti badai di tengah lautan. Tak ada yang berani menyela. Keputusan sang kapten membawa rasa berat di hati setiap prajurit, namun mereka tahu—keputusan ini bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti tanggung jawab seorang pemimpin sejati.
Kapten melanjutkan dengan suara yang sedikit bergetar, "Namun, sebelum itu... Kita akan membawa abu jenazah Rega ke tempat peristirahatan terakhirnya. Dia adalah pejuang sejati, dan pengorbanannya tidak akan pernah kita lupakan."
Wajah-wajah lelah para prajurit tampak semakin suram, tetapi mereka tetap berdiri tegak, menahan emosi yang bercampur aduk. Nama Rega kini menjadi simbol perjuangan mereka, menggema dalam hati masing-masing sebagai api yang tak pernah padam.
Tanpa ragu, semua pasukan menjawab serentak, "Siap, dimengerti!"
Momentum itu terasa berat, penuh dengan duka yang mendalam namun disertai harapan. Generasi lama akan segera digantikan oleh generasi baru, tetapi semangat juang mereka akan tetap sama, mengalir dalam setiap keputusan dan tindakan yang mereka ambil ke depannya.
Keheningan itu adalah bukti penghormatan mereka kepada Rega dan kepada visi yang mereka semua perjuangkan—perlindungan Istana Langit dan rakyatnya.
Namun, jauh di lubuk hati mereka, tersimpan kesadaran bahwa perang ini belum berakhir, dan tugas mereka masih jauh dari selesai.
Benar saja.
Suasana mendadak berubah drastis. Sebuah suara lembut namun penuh ancaman tiba-tiba terdengar dari belakang Rein.
"Bolehkah aku bertanya... di mana letak pengungsi Alam Langit berada saat ini?"
Semua pasukan elit sontak memutar tubuh mereka, dan di sana berdiri sosok iblis misterius.
Tangan iblis itu dengan santainya memegangi kepala Rein, gerakannya begitu lembut namun menyiratkan kekuatan tak terukur. Tatapan dingin menghiasi wajahnya, sementara Rein, yang masih dalam kondisi linglung setengah sadar, tak menunjukkan reaksi apa pun.
"Sejak kapan kau berada di sini? Cepat lepaskan tanganmu dari kepala Rein!" teriak Yuri dengan nada penuh ketegasan, tubuhnya bergerak maju meski jelas ia menahan ketakutannya.
Iblis itu tersenyum tipis, tawa kecilnya terdengar memuakkan, "Fu-fu-fu... Tenanglah, aku hanya ingin bertanya. Dimana letak pengungsian para warga Langit? Tidak kurang, tidak lebih."
Situasi semakin tegang. Anak magang di belakang Yuri tampak gemetar, suaranya bergetar saat bertanya, "Apa yang harus kita lakukan, Ketua? Nyawa Rein sekarang dalam bahaya... apalagi dia masih belum sepenuhnya sadar!"
Sang Ketua, meskipun tetap tenang, menunjukkan ketegangan yang tak bisa disembunyikan dari wajahnya. Ia memberi isyarat kepada Hajime untuk segera menganalisis iblis tersebut.
"Hajime, periksa identitasnya! Apakah dia termasuk dalam daftar iblis yang harus diwaspadai? Aku tidak merasakan energi apa pun darinya. Ini sangat aneh."
Hajime segera memejamkan mata, memusatkan konsentrasinya untuk mendeteksi apa pun yang bisa diungkap dari iblis di hadapan mereka. Bahkan dengan metode low-energy dan long-energy, hasilnya nihil.
Sebelum perang ini dimulai, prajurit Langit menerima informasi mendalam yang telah di kumpulkan oleh pasukan intelijen Langit. Data merinci jumlah pasukan iblis serta siapa saja dari mereka yang perlu diwaspadai.
Dari semua prajurit neraka yang dikirim ke medan perang, terdapat sepuluh iblis eksekutif jenderal yang kekuatannya berada tepat di bawah Raja Iblis Zhask. Mereka disebut sebagai "Sepuluh Penghancur (Eksekutif)."
Kekuatan para penghancur ini begitu luar biasa hingga hanya tujuh Jenderal Langit Agung, pasukan terkuat surga, yang mampu mengimbangi mereka. Menghadapi salah satu dari mereka tanpa bantuan dari Jendral langit Agung sering sama halnya dengan kematian.
Namun, Hajime, dengan tatapan penuh analisis, berkata kembali, "Jika dilihat dari ciri fisiknya, dia tidak ada dalam daftar sepuluh eksekutif jendral iblis, Kapten."
Ucapan itu sedikit melegakan, tetapi kapten tetap waspada. "Meski begitu, jangan lengah. Kondisi kita saat ini masih belum pulih sepenuhnya setelah pertarungan sebelumnya. Sangat merepotkan jika ternyata dia adalah salah satu iblis kelas tinggi yang belum teridentifikasi."
Pasukan elite lalu perlahan bergerak, mengepung sosok iblis tersebut. Mereka membentuk formasi lingkaran yang rapat, mengunci sang iblis agar tak memiliki celah untuk melarikan diri. Alih-alih menjadi ancaman, kini sang iblis justru berada dalam posisi yang terjepit.
Namun, bukannya terintimidasi, iblis itu justru tertawa pelan dengan suara konyolnya. "Fu-fu-fu... Jadi, kalian menolak memberi tahu lokasi pengungsian, ya? Menarik sekali. Kalian bahkan cukup percaya diri untuk mengancam ku balik."
"Menyerah lah dan serahkan dirimu sekarang, atau kami akan menghabisi mu!" Hajime dan pasukan elit lainnya menegaskan dengan nada dingin.
"Sebelum itu aku ingin bertanya, apa benar kalian pasukan elite pelindung Kaisar Langit? Fu-fu-fu... Lucu sekali. Menghadapi iblis biasa saja kalian kewalahan, apalagi aku," jawab sang iblis penuh kesombongan.
"Cepat beri tahu aku, di mana para pengungsi Langit berada, atau aku akan membunuh kalian satu per satu."
Yuri, dengan tatapan tajam, menunjuk ke arah iblis itu tanpa gentar. "Jangan berlagak hebat, kau hanya iblis tingkat rendah. Kami bisa mengalahkan mu kapan saja."
Sang iblis tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Fu-fu-fu, ini sangat menarik! Anak muda memang selalu terlalu percaya diri."
Kapten mengangkat tangan, menghentikan Yuri dan yang lainnya agar tidak gegabah. "Kita hanya perlu menunggu analisis lebih lanjut. Jangan terpancing dengan omongan iblis itu."
Prajurit berbadan besar mengangguk. "Ketua benar. Kita harus berhati-hati. Meski dia tidak ada dalam daftar Sepuluh Penghancur, cara dia berbicara menunjukkan bahwa dia bukanlah iblis sembarangan."
Perlahan, enam sayap keadilan muncul dari punggung sang kapten, memancarkan aura keagungan. "Namun, aku khawatir dia lebih dari sekadar iblis tingkat tinggi. Sosok di depan kita... dia berada jauh di atas itu."
Tawa sang iblis mendadak terhenti. Dia menyeringai dingin. "Ah, kakek tua ini ternyata lebih cerdas dari anak-anak kecil di sekitarnya. Anak muda memang keras kepala, ya?"
Perkataan itu membuat suasana mendadak mencekam. Seluruh pasukan terdiam, mencoba mencerna kenyataan yang baru saja tersingkap.
Sosok di depan mereka, yang sama sekali tidak terdeteksi auranya, kemungkinan besar adalah ancaman yang jauh melampaui apa yang mereka bayangkan.
"Lembah Adam bagian selatan," suara iblis itu bergema, setiap kata bagaikan belati dingin yang menusuk. "Tertutup oleh segel dimensi... yang hanya dapat dibuka dengan kode 34901."
Nada suara yang awalnya tampak konyol, diiringi senyuman mengejek, kini berubah drastis menjadi dingin dan penuh intimidasi.
Aura di sekitarnya terasa mencekam, seolah menekan udara hingga sesak.
"Bagaimana bisa...?" suara Yuri pecah, matanya membelalak penuh keterkejutan. "Dari mana kau tahu tempat itu, apalagi kode untuk membukanya?"
Prajurit-prajurit elit lainnya saling berpandangan, ekspresi mereka mencerminkan kebingungan dan ketakutan yang sama.
Itu adalah rahasia besar, lokasi camp pengungsian penduduk langit—tempat yang seharusnya mustahil diketahui oleh pihak langit sembarangan apalgi iblis.
Sang iblis kembali tertawa kecil, suara tawanya bagaikan bisikan gelap yang bergema di telinga mereka. "Kalian sungguh naif," ucapnya dengan penuh kesombongan.
"Hanya karena aku tidak termasuk dalam jajaran sepuluh eksekutif jenderal iblis, kalian menganggap ku lemah? Pernyataan itu adalah penghinaan besar... fu-fu-fu."
Perlahan, tangannya terangkat, dan seiring dengan itu, tabir energi kutukan yang selama ini tersembunyi mulai terungkap. Kutukan menjalar di sekelilingnya, seperti bayangan hidup yang membelit udara, membuat setiap prajurit elit yang menyaksikan hanya mampu menelan ludah dalam diam.
Energi itu begitu kuat, begitu mengerikan—mengingatkan mereka pada tekanan yang mereka rasakan saat berhadapan dengan Raja Iblis. Namun, meskipun masih kalah jauh dibandingkan kekuatan sang Raja, aura iblis ini cukup untuk membuat nyali mereka ciut.
Kebisuan menyelimuti barisan pasukan elit. Namun hati mereka tak bisa berbohong—kutukan iblis di depan mereka hampir menyamai energi surgawi Count 3 yang dimiliki oleh para Keadilan Absolut.
"Kalian tidak akan keluar dari sini hidup-hidup," ujar sang iblis, tatapannya yang dingin berubah tajam, menusuk jiwa siapa saja yang berani menatap balik.
Nama : Belzebab.
Status : Bangsa iblis/pasukan prajurit iblis biasa (salah satu dari 3 iblis kuno).
Skill : - ( belum di sebutkan)