"Devina, tolong goda suami Saya."
Kalimat permintaan yang keluar dari mulut istri bosnya membuat Devina speechless. Pada umumnya, para istri akan membasmi pelakor. Namun berbeda dengan istri bosnya. Dia bahkan rela membayar Devina untuk menjadi pelakor dalam rumah tangganya.
Apakah Devina menerima permintaan tersebut?
Jika iya, berhasilkah dia jadi pelakor?
Yuk simak kisah Devina dalam novel, Diminta Jadi Pelakor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Lima Belas Tahun
"Apa yang ingin Pak Dewa tanyakan?" Balas tuan Aksa.
Ayah Dewa tersenyum. Baru saja dia akan menjawab, Langit dan Bumi pulang. Ayah Dewa memanggil kedua anak kembarnya untuk memberi salam pada tamu mereka.
"Ini adik-adiknya Devina," ucap ayah Dewa memperkenalkan keduanya.
"Mereka kembar?" tanya tuan Aksa.
"Iya kembar."
"Yang ini Langit dan yang ini Bumi." Gilang yang memperkenalkan calon adik iparnya.
"Kamu sudah cukup dekat dengan keluarga ini," ujar tuan Aksa pada putranya. Namun mata pria paruh baya itu tidak lepas dari Langit dan Bumi. Membuat kedua remaja itu merasa tidak nyaman.
"Pak Gilang pernah beberapa kali datang menjemput Devina. Saat mereka menemui rekan bisnis di pagi hari." Ayah Dewa yang bantu jawab.
Bumi dan Langit pamit masuk ke dalam rumah. Bersamaan dengan Devina yang keluar membawakan minuman. Gilang pun segera berdiri untuk menyambut nampan yang dibawa Devina. "Biar Saya bantu," ucapnya.
Devina mengangguk sambil tersenyum saat menyerahkan nampan yang diatasnya terdapat cangkir berisi teh. "Terima kasih Pak," balas Devina. Dia pun meletakkan satu persatu cangkir dihadapan Tuan Aksa, tante Meri, ayah Dewa dan terakhir untuk Gilang.
Hal tersebut tidak luput dari perhatian ayah Dewa dan tuan Aksa. Begitupun dengan Tante Meri. Dia membulatkan mata melihat Gilang melakukan hal tersebut. "Sejak kapan Gilang jadi peduli seperti ini?" Tanya dalam hati.
"Jadi apa yang akan Pak Dewa tanyakan?" Ucap tuan Aksa mengalihkan perhatian mereka dari Devina dan Gilang.
"Apa Tuan Aksa memiliki anak selain Pak Gilang?"
Bukan hanya tuan Aksa yang terkejut. Gilang dan Meri juga ikut bertanya-tanya. Dari mana ayah Dewa tahu. Sejak peristiwa lima belas tahun yang lalu, tidak ada lagi yang mengungkit tentang adik-adik Gilang. Karena mereka tahu, itu adalah hal yang paling menyakitkan bagi tuan Aksa. Karena hingga saat ini, kedua anaknya tidak diketahui keberadaanya. Masih hidup atau sudah tidak ada seperti ibu mereka.
"Apa yang anda ketahui Pak Dewa?" tanya tuan Aksa menatap curiga.
"Saya tidak tahu apa-apa tentang Tuan. Karena itu Saya bertanya. Masalahnya ... sebentar. Devi, tolong ambilkan kotak yang Ayah simpan," ucap ayah Dewa.
Devina segera beranjak untuk mengambil kotak yang ayah Dewa maksud. Inilah tujuan Devina mengizinkan tuan Aksa berkunjung ke rumahnya. Masalah maksud tuan Aksa menemui orang tuanya, bisa dibicarakan nanti. Setelah semua jelas.
"Ini Yah." Devina menyerahkan kotak yang ayah Dewa simpan.
Ayah Dewa mengeluarkan sebuah foto, lalu menyerahkannya pada tuan Aksa. "Apa itu anda, Tuan?"
"Dari mana Anda dapatkan foto Saya?" Tuan Aksa kembali menatap curiga pada ayah Dewa.
"Saya tidak sengaja menemukan foto itu di tas pakaian bayi, lima belas tahun yang lalu," jawab ayah Dewa.
"Lima belas tahun yang lalu ---."
"Pak Dewa, kami datang untuk mengenal keluarga Devina. Bukan untuk mendengarkan anda cerita masa lalu," potong tante Meri.
"Mas, Meri rasa Devina tidak cocok untuk Gilang. Dia harusnya mendapatkan is ---."
"Diam lah Meri! Jangan bersikap tidak sopan." Bentakan tuan Aksa langsung membuat tante Meri mengunci mulutnya.
"Dimana anda mendapatkan tas bayi tersebut Pak Dewa?"
Lima belas tahun yang lalu
Sore itu Ayah Dewa pulang kerja mendapati jalanan yang biasa dia lalui sangat padat, tidak seperti biasanya. Dia pun membelokkan sepeda motornya untuk melewati jalan alternatif. Ayah Dewa tidak ingin terlambat sampai di rumah. Malam ini dia sudah berjanji akan mengajak Devina pergi membeli perlengkapan sekolah.
Kendaraan roda dua yang ayah Dewa kendarai oleng, akibat sebuah mobil melaju dengan kencang. Tak berselang lama, ayah Dewa mendengar suara benturan keras. Diapun mempercepat laju kendaraanya.
Dihadapan ayah Dewa, ada sebuah mobil terguling. Sementara mobil yang melaju kencang itu terus saja melajukan kendaraanya dan menghilang. Ayah Dewa tidak akan sanggup mengejarnya. Dia memutuskan untuk menolong korban. Betapa terkejutnya ayah Dewa, tatkala melihat seorang wanita yang sudah berlumuran darah, memeluk dua bayi untuk dilindungi.
Wanita itu melihat kedatangan ayah Dewa. Dia pun menyerahkan bayinya pada ayah Dewa. "Ti ... tip a ... nak ... a ... nak ... ku," ucap wanita itu terbata-bata.
"Bertahanlah Nyonya. Saya akan mencari bantuan," balas ayah Dewa.
Wanita itu menggeleng pelan. "To ... long ... ra ... wat a ... nak ... Sa ... ya," ucapnya.
Lalu wanita itu menunjuk tas yang yang berada tidak jauh darinya. Dengan gerakan tangan dia meminta ayah Dewa untuk membawa kedua putranya pergi.
"Per ... gi ... lah, ja ... ngan ... sam ... pai a ... nak ... a ... nak ... ku ... di ... am ... bil ... me ... re ... ka," ucap wanita itu lagi. Dan tak lama dari itu, dia menghembuskan napas terakhirnya.
Ayah Dewa tiba di rumah dengan dua bayi kembar tersebut. Dia pun langsung menceritakan apa yang terjadi pada bunda Helen. Atas kesempatan bersama, serta menjalankan amanah yang diberikan wanita itu. Mereka mengurus bayi kembar itu dan menganggap sebagai anak mereka sendiri hingga saat ini.
"Tas bayi itu mungkin tas anak-anak Saya."
Devina, bunda Helen dan ayah Dewa saling pandang. Lalu bunda Helen menggeleng pelan agar ayah Dewa tidak bicara tentang langit dan Bumi untuk saat ini. Keduanya belum tahu tentang asal mereka.
"Mengapa bisa ada pada Pak Dewa?" tanya tuan Aksa.
"Waktu itu ada orang yang memberikannya pada Saya," jawab ayah Dewa. Dia tidak berbohong. Bukankah memang tas itu diberikan padanya.
"Mungkin dia tahu Pak Dewa punya bayi," timpal tante Meri.
"Mungkin saja Nyonya," balas bunda Helen.
"Mas, sampaikan tujuan kita datang sore ini," ucap tante Meri pada tuan Aksa.
"Saya sampai lupa. Begini Pak Aksa, saya ingin bicara tentang masalah anak-anak. Gilang dan Devina."
"Nana, Langit, Bumi ... oh maaf ada tamu," ucap Elang yang sore itu berkunjung.
"Kamu artis yang pernah main dengan Sandra, kan?" tanya tante Meri begitu mengenali Elang. "Ada hubungan apa dengan keluarga ini?" Tanyanya lagi. Elang segera menoleh pada tante Meri.
"Ini keluarga Saya," jawab Elang.
"Elang, duduk Nak!" ucap bunda Helen. Elang patuh, dia langsung duduk.
"Abang panggil kami?" tanya Langit dan Bumi yang kembali kel ruang tamu.
"Ambil barang-barang di mobil," ucap Elang sambil memberikan kunci mobilnya pada Langit.
"Jadi kamu dan Devina saudara? Bukannya dia asisten kamu?" Tante Meri kembali bertanya.
"Meri!" Tuan Aksa kembali menegur istrinya itu.
"Maaf Mas, Saya hanya ingin tahu tentang keluarga ini. Bukankah tujuan kita datang untuk itu. Sebelum merestui hubungan Gilang dan Devina."
"Maaf maksudnya apa?" Elang yang bertanya. "Mereka hanya pura-pura, itu karena Sandra yang memintanya," ucap Elang lagi. Itu yang Gilang jelaskan padanya sebelum konferensi pers tadi pagi.
"Saya mencintai Devina."
Mengapa Elang tidak rela dan merasa sakit saat ada pria lain yang menyatakan cinta pada Devina. "Anda yakin Pak Gilang?" tanyanya.