Karena jebakan dari sahabatnya membuat Naya dituduh telah tidur dengan Arsen, seorang bad boy dan ketua geng motor. Karena hal itu Naya yang merupakan anak dari walikota harus mendapat hukuman, begitu juga dengan Arsen yang merupakan anak konglomerat.
Kedua orang tua mereka memutuskan untuk menikahkan mereka dan diusir dari rumah. Akhirnya mereka hidup berdua di sebuah rumah sederhana. Mereka yang masih SMA kelas dua belas semester dua harus bisa bertahan hidup dengan usaha mereka sendiri.
Mereka yang sangat berbeda karakter, Naya seorang murid teladan dan pintar harus hidup bersama dengan Arsen seorang bad boy. Setiap hari mereka selalu bertengkar. Mereka juga mati-matian menyembunyikan status mereka dari semua orang.
Apakah akhirnya mereka bisa jatuh cinta dan Naya bisa mengubah hidup Arsen menjadi pribadi yang baik atau justru hidup mereka akan hancur karena kerasnya kehidupan rumah tangga di usia dini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35
"Za, gue butuh uang tiga sampai lima juta. Lo bawa motor gue sebagai jaminan. Gue butuh sekarang, Za." kata Arsen.
Virza yang sedang berjongkok membenarkan mesin seketika berdiri. "Lo tenang dulu. Cerita sama gue, ada masalah apa?"
Arsen menarik napas panjang agar dia lebih tenang. "Naya sakit, gue harus segera bawa dia ke rumah sakit karena sepertinya Naya kena DBD. Gue butuh uang sekarang."
"Oke, oke. Lo tenang dulu. Gue akan pinjami lo, lo gak perlu jadiin motor lo sebagai jaminan."
"Tapi Za, lo udah banyak bantu gue."
Virza menepuk bahu Arsen. "Itulah gunanya teman. Gue pinjam mobil ke bokap dulu, gue antar ke rumah sakit." Kemudian Virza pulang ke rumahnya terlebih dahulu yang berada di dekat bengkel.
Arsen kini mengendarai motornya. Setelah mobil Virza keluar dari garasi, Arsen menjalankan motornya agar Virza mengikutinya dari belakang.
Beberapa saat kemudian mereka sampai di depan rumah Arsen. Arsen segera turun dari motor dan masuk ke dalam rumah.
"Nay, ayo kita ke rumah sakit sekarang."
Naya menatap Arsen dengan mata sayunya.
"Tapi, Ar..."
"Gak usah tapi-tapian." Arsen membantu Naya turun dari ranjang tapi tubuh Naya sudah semakin lemas, akhirnya Arsen menggendongnya dan membawanya keluar dari rumah.
Virza sudah membuka pintu belakang mobilnya.
"Za, tolong kunci pintu rumah." kata Arsen sambil masuk ke dalam mobil Virza bersama Naya.
Virza segera mengunci pintu rumah Arsen. Setelah itu dia masuk ke kursi pengemudi dan melajukan mobilnya. "Demamnya udah berap hari, Ar?" tanya Virza.
"Udah tiga hari ini."
"Ar, kenapa gak dari kemarin lo minta tolong sama gue. DBD itu bahaya, telat sedikit bisa fatal."
"Iya, kemarin juga udah periksa ke klinik. Tapi mereka gak bilang apa-apa, hanya dikasih obat." Arsen semakin memeluk tubuh Naya yang kini terbaring di pangkuannya. Dia melihat bintik-bintik merah di tubuh Naya yang semakin banyak.
"Ar." panggil Naya lirih.
"Iya, kenapa?" Arsen mengusap rambut Naya yang kusut. Dia benar-benar tidak tega melihat Naya seperti ini.
Naya mengusap hidungnya yang terasa mengeluarkan sesuatu.
"Nay, kamu mimisan!" Arsen segera mengambil tisu dan mengusap darah yang mengalir dari hidung Naya. Di kini sedikit menegakkan kepala Naya agar darah itu tidak menyumbat saluran pernapasan Naya.
"Ar, bener sakitnya baru tiga hari. Gak lebih?" tanya Virza. Dia juga sangat khawatir dengan kondisi Naya saat ini.
"Iya, demamnya tiga hari ini. Tapi sebelumnya emang udah gak enak badan." Arsen terus membersihkan darah di hidung Naya yang akhirnya berhenti mengalir.
Virza semakin melajukan mobilnya dengan kencang agar Naya segera mendapatkan pertolongan.
"Ar, badan aku makin lemes." Naya kembali tidur di pangkuan Arsen. Dia kini memejamkan matanya.
"Nay, kamu harus kuat." Arsen menggenggam tangan Naya berusaha memberinya kekuatan. Satu pelajaran lagi yang didapat Arsen setelah menikahi Naya, kini dia tahu bagaimana rasanya melihat seseorang yang dia sayangi sedang sakit. Andai bisa, biar dia saja yang merasakan sakit Naya.
Setelah sampai di rumah sakit, Arsen segera membawa Naya ke IGD. Arsen kini menunggu Naya diluar ruangan sedangkan Virza mengurus administrasi.
Semoga kamu gak papa, Nay.
Arsen menunggu hasil pemeriksaan dengan tidak sabaran. Dia tidak bisa duduk dengan tenang dan berjalan mondar mandir tak karuan.
Beberapa saat kemudian Dokter keluar. Arsen segera menghampiri Dokter itu.
"Dengan keluarga pasien?"
"Iya, Dok."
"Pasien terkena DBD dan sudah dalam masa kritis. Jika terlambat sedikit saja bisa berakibat fatal. Sudah demam selama berapa hari?"
"Tiga hari, Dok."
"Karena trombositnya sangat rendah, pasien harus di transfusi darah."
"Apa saya boleh menemuinya?"
"Sebentar lagi, setelah pasien dipindah ke ruang rawat."
"Iya, Dok. Terima kasih."
Kemudian Dokter itu kembali masuk ke dalam ruangan.
Arsen duduk dengan lemas dan mengambil ponselnya. Haruskah dia menghubungi orang tua Naya?
"Sudah beres, lo tenang aja. Gak usah mikirin biaya, yang penting Naya sembuh." Virza kini duduk di samping Arsen.
"Iya, makasih banyak. Gue gak tahu gimana nasib Naya kalau gak ada lo."
"Sama-sama."
Belum juga Arsen menghubungi orang tua Naya, tiba-tiba Papanya datang dan menghampirinya.
"Papa kenapa bisa ada di sini?" tanya Arsen sambil berdiri dan menatap Papanya.
"Jangan dikira Papa melepas kamu begitu saja. Papa sudah bilang, dalam keadaan darurat kamu hubungi Papa."
Arsen hanya terdiam. Baginya, ketika Papanya sudah melepas hidupnya pantang meminta bantuan lagi.
Tiba-tiba saja Pak Tama memeluk Arsen sambil menepuk punggungnya. "Papa tidak benar-benar mengusir. Papa hanya ingin tahu seberapa besar usaha kamu memenuhi kebutuhan kamu sendiri dan juga kebutuhan Naya. Papa tahu, setiap hari kalian bekerja paruh waktu. Papa senang lihat kalian akur dan kamu juga sangat menyayangi Naya. Kamu pulang ya. Papa akan berikan semua fasilitas kamu lagi."
Arsen menggelengkan kepalanya. "Aku mau tinggal sama Naya, Pa."
"Iya, bawa Naya pulang ke rumah juga."
Arsen hanya terdiam. Tapi pandangan matanya kini tertuju pada kedua orang tua Naya yang juga datang ke rumah sakit.
"Aku belum menghubungi orang tua Naya, mengapa mereka sudah ke sini?"
"Papa yang menghubungi mereka. Karena bagaimana pun juga mereka harus tahu kondisi Naya."
Arsen hanya berdiri mematung saat kedua orang tua Naya semakin dekat. Pasti orang tua Naya akan marah padanya.
"Bagaimana kondisi Naya?" tanya Pak Aji.
"Naya, terkena DBD. Dia sekarang kritis." jawab Arsen.
"Kritis? Sudah berapa hari Naya demam?"
"Tiga hari," jawab Arsen lagi.
"Kenapa kamu tidak langsung bawa Naya ke rumah sakit? Hubungi saya kalau kamu tidak ada uang," kata Pak Aji.
Arsen hanya terdiam sambil menundukkan kepalanya. Semua sudah terjadi, rasanya dia juga tidak bisa membela dirinya sendiri.
"Pak, tenang dulu. Arsen pasti juga sudah berusaha membawa Naya berobat," bela Pak Tama.
"Kalau terjadi apa-apa sama Naya, apa kamu mau bertanggung jawab!" tunjuk Pak Aji pada Arsen.
"Iya, saya akan bertanggung jawab. Saya memang tidak bisa menjaga Naya dengan baik."
Seketika Virza berdiri dan menatap Arsen. Dia tidak menyangka Arsen benar-benar sudah berubah dan bisa menekan egonya. "Ar, lo kenapa bilang gitu? Ini bukan salah lo. Gue sendiri yang tahu gimana perjuangan lo jagain Naya. Namanya orang sakit tidak bisa kita cegah."
"Za, udah. Ini memang salah gue."
"Setelah pulang dari rumah sakit biarkan Naya pulang ke rumah. Kamu boleh menjemputnya lagi kalau kamu benar-benar bisa bertanggung jawab dengan hidup Naya."
"Tapi..." Rasanya berat sekali jika harus berpisah dengan Naya.
"Ar, biarkan Naya di rumahnya dulu selama masa penyembuhan," kata Pak Tama. "Nanti kalau kalian memang masih mau melanjutkan pernikahan kalian, kamu bisa menjemput Naya lagi."
Arsen hanya bisa duduk sambil mengepalkan tangannya. Sampai kapanpun dia tidak akan rela melepas Naya.
.
💕💕💕
.
Like dan komen ya ...
🥰😘