"Angin dari Gunung Kendan" adalah kisah epik tentang Rangga Wisesa, seorang pemuda yang hidup sederhana di Desa Ciwaruga tetapi menyimpan dendam atas kehancuran keluarganya. Sebuah prasasti kuno di Gunung Kendan mengubah hidupnya, mempertemukannya dengan rahasia ilmu silat legendaris bernama Tapak Angin Kendan. Dalam perjalanannya, Rangga menghadapi dilema moral: menggunakan kekuatan itu untuk balas dendam atau menjadi penjaga harmoni dunia persilatan. Dengan latar penuh keindahan budaya Sunda dan dunia persilatan yang keras, cerita ini mengisahkan pertarungan fisik, spiritual, dan batin di tengah konflik yang memperebutkan kekuasaan ilmu sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Topannov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia di Balik Prasasti
Cahaya redup yang memancar dari prasasti di depan Rangga membuatnya melangkah mundur beberapa langkah. Ruangan di dalam gua itu begitu sunyi hingga ia bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Hembusan angin aneh yang tadi terdengar kini menghilang, meninggalkan suasana yang menegangkan. Namun, suara bisikan yang sebelumnya ia dengar masih menggema di kepalanya.
"Jadi penjaga atau penghancur… Pilihanmu, Rangga."
Rangga menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Apa ini?" gumamnya pelan. Tatapannya beralih dari prasasti ke patung pendekar di atasnya. Patung itu, meski hanya batu, seolah-olah menatapnya kembali dengan sorot mata yang penuh arti.
"Rangga! Kamu baik-baik saja?" suara Pak Wirya menggema dari luar gua, memecahkan keheningan.
Rangga menoleh ke arah suara itu. "Baik, Pak! Tapi… saya rasa tempat ini bukan gua biasa."
Pak Wirya muncul dengan langkah hati-hati, tubuhnya setengah membungkuk seperti takut ada sesuatu yang akan menyerang mereka. “Duh, Rangga, ini tempat keramat. Kamu nggak boleh sembarangan. Kalau ada apa-apa, kita bisa kena tulah.”
“Pak, lihat ini,” kata Rangga sambil menunjuk prasasti yang kini bersinar lembut. “Apa menurut Bapak ini sesuatu yang biasa?”
Pak Wirya mendekat dengan ragu. Matanya membesar ketika melihat cahaya di prasasti. Ia menelan ludah, suaranya bergetar. “Duh Gusti… Saya nggak pernah tahu kalau di dalam gua ini ada yang seperti ini.”
Rangga mendekati prasasti itu lagi, matanya mengamati tulisan-tulisan kuno yang terukir di atasnya. Tulisan itu tidak ia kenali, tetapi entah mengapa, ia merasa seolah memahami artinya. Jarinya dengan perlahan menyentuh ukiran itu, dan tiba-tiba, kilatan cahaya muncul. Suara angin kembali terdengar, kali ini lebih kencang, wuuushhh!
“Rangga! Apa yang kamu lakukan?!” teriak Pak Wirya sambil mundur ketakutan.
“Aku tidak tahu! Ini bergerak sendiri!” Rangga berteriak, berusaha menjaga keseimbangan saat angin di sekitarnya semakin kencang.
Cahaya dari prasasti itu membentuk pola lingkaran di udara, seperti lingkaran energi yang memutar dengan kecepatan luar biasa. Dalam kilatan cahaya itu, muncul bayangan seorang pria yang berdiri tegak dengan pedang di tangannya. Suaranya berat dan bergema.
“Siapa yang berani menyentuh warisan Tapak Angin Kendan?”
Rangga terdiam, matanya melebar. Ia mencoba menjawab, tetapi mulutnya terasa kaku. Bayangan itu bergerak mendekatinya, tatapannya tajam seolah ingin menembus jiwa Rangga.
“Kamu adalah keturunan penjaga, atau sekadar pencari kuasa?” tanya bayangan itu lagi.
“Aku… aku hanya menemukan tempat ini tanpa sengaja,” jawab Rangga akhirnya, suaranya bergetar. “Aku tidak tahu apa-apa tentang prasasti ini. Tapi… aku merasa harus berada di sini.”
Bayangan itu mengangguk perlahan. “Jika takdir yang membawamu ke sini, maka kamu harus membuktikan dirimu layak. Ilmu Tapak Angin Kendan bukan untuk sembarang orang. Ia adalah kekuatan yang bisa menciptakan atau menghancurkan.”
Seketika, kilatan cahaya menghilang, dan suasana kembali tenang. Rangga berdiri terpaku, sementara Pak Wirya merosot ke tanah dengan wajah pucat.
“Rangga… kita harus pergi dari sini,” bisik Pak Wirya. “Tempat ini bukan untuk manusia biasa.”
Namun, Rangga tetap berdiri di tempatnya, matanya tertuju pada prasasti yang kini kembali memancarkan cahaya lembut. “Aku rasa tempat ini memang memanggilku, Pak. Ada sesuatu di sini yang harus aku pahami.”
“Jangan gila, Nak! Kalau kamu terus di sini, kita bisa kena tulah!” Pak Wirya mencoba menarik tangan Rangga, tetapi pemuda itu tidak bergerak.
“Tulah atau bukan, aku tidak bisa mengabaikan ini, Pak.” Rangga menoleh padanya, sorot matanya penuh tekad. “Bapak bisa kembali ke desa duluan kalau mau. Tapi aku akan tetap di sini.”
Pak Wirya menghela napas panjang. “Dasar anak muda keras kepala… Baiklah, aku akan menunggumu di luar. Tapi cepatlah, sebelum malam tiba.”
Setelah Pak Wirya pergi, Rangga kembali mendekati prasasti itu. Kini, ia merasa lebih tenang, meski hatinya masih dipenuhi berbagai pertanyaan. Ia memperhatikan tulisan di prasasti itu sekali lagi, mencoba menguraikan maknanya.
Tiba-tiba, sebuah pola muncul di tengah prasasti, membentuk simbol yang bercahaya. Di bawah simbol itu, ia menemukan sebuah cekungan kecil, cukup dalam untuk menampung sesuatu. Rangga merogoh sakunya, berharap menemukan sesuatu yang cocok, tetapi kosong.
“Apa ini semacam kunci?” gumamnya sendiri.
Tanpa disadari, angin di dalam gua kembali berhembus, membawa suara bisikan yang samar namun jelas. “Temukan kuncinya… dan kebenaran akan terungkap.”
Rangga mengerutkan dahi. Kunci? Kunci apa? Ia tidak punya petunjuk. Namun, ia tahu satu hal: ia tidak bisa mengabaikan tempat ini. Sesuatu di dalam dirinya berkata bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang besar.
Saat ia melangkah keluar dari gua, matahari mulai condong ke barat. Pak Wirya berdiri di dekat pohon, wajahnya tampak lega melihat Rangga keluar dengan selamat.
“Sudah selesai? Kamu menemukan apa yang kamu cari?” tanya Pak Wirya.
Rangga menggeleng pelan. “Belum, Pak. Tapi aku rasa aku tahu apa yang harus kulakukan selanjutnya.”
Pak Wirya hanya menghela napas. “Aku nggak tahu apa yang kamu cari, Nak. Tapi hati-hati. Gunung Kendan ini bukan tempat biasa.”
Rangga menatap gunung itu sekali lagi, kini dengan pandangan yang berbeda. Ia merasa beban yang besar sedang menantinya, tetapi ia juga merasa yakin bahwa ini adalah jalan yang harus ia tempuh.
---
Rangga menemukan prasasti kuno yang menyimpan rahasia besar, tetapi ia menyadari bahwa ada kunci yang hilang untuk membuka kekuatan sebenarnya dari Tapak Angin Kendan.
tdk semua ngerti bahasa daerah lainnya