Kerajaan Avaris yang dipimpin oleh Raja Darius telah menjadi kekuatan besar di benua Estherya. Namun, ancaman datang dari Kekaisaran Zorath yang dipimpin oleh Kaisar Ignatius, seorang jenderal yang haus kekuasaan. Di tengah konflik ini, seorang prajurit muda bernama Kael, yang berasal dari desa terpencil, mendapati dirinya terjebak di antara intrik politik dan peperangan besar. Dengan bakat taktisnya yang luar biasa, Kael perlahan naik pangkat, tetapi ia harus menghadapi dilema moral: apakah kemenangan layak dicapai dengan cara apa pun?
Novel ini akan memuat konflik epik, strategi perang yang mendetail, dan dinamika karakter yang mendalam. Setiap bab akan menghadirkan pertempuran sengit, perencanaan taktis, serta perkembangan karakter yang realistis dan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Relik Sang Pencipta dan Pengorbanan Terakhir
Bab 13: Relik Sang Pencipta dan Pengorbanan Terakhir
Kael, Liora, Finn, dan Eldrin melangkah maju dengan hati yang penuh ketegangan. Mereka telah mengalahkan makhluk bayangan yang diutus Morvath untuk menghalangi perjalanan mereka, tetapi perjalanan mereka belum berakhir. Di depan mereka, altar Relik Sang Pencipta berdiri kokoh, dikelilingi oleh aura kuat yang berkilau dalam kegelapan yang meliputi Dataran Kegelapan. Relik itu tampak seperti sebuah artefak kuno, namun kekuatannya terasa sangat besar, seolah-olah ia mengandung potensi yang bisa mengubah takdir dunia.
“Ini dia,” kata Kael dengan suara bergetar, menatap Relik yang terletak di atas altar. "Kita akhirnya sampai."
Eldrin berjalan maju, matanya berbinar dengan rasa hormat dan kegembiraan yang terkendali. “Relik ini bukan sekadar sebuah benda. Ini adalah simbol dari kekuatan Sang Pencipta, kekuatan yang bisa mengubah jalannya sejarah, baik untuk kebaikan maupun kehancuran."
Liora melangkah lebih dekat, merasakan udara yang lebih tebal di sekitarnya. “Tapi ada sesuatu yang tidak beres di sini. Aura ini… terasa berat.”
“Benar,” kata Finn, mengamati setiap inci ruang dengan kewaspadaan. “Sepertinya Relik ini bukan sekadar kunci. Mungkin ada ujian terakhir yang harus kita hadapi untuk benar-benar menguasainya.”
Eldrin mengangguk. “Kalian benar. Relik Sang Pencipta akan menguji kekuatan batin kalian, bukan hanya sihir dan kekuatan fisik. Hanya mereka yang benar-benar bersedia menghadapi pengorbanan yang akan mampu menguasainya.”
Kael menatap Relik itu dengan tekad yang menguat. “Apapun itu, kita akan menghadapi ujian ini. Dunia tergantung pada kita.”
Pencobaan Relik Sang Pencipta
Saat Kael melangkah lebih dekat dan mengangkat tangan untuk menyentuh Relik, sebuah suara menggelegar terdengar di seluruh ruangan. Suara itu terdengar seperti gema dari masa lalu yang jauh, namun memiliki kekuatan yang mempengaruhi jiwa mereka.
“Penguasa Relik ini harus menanggung pengorbanan yang tak terbayangkan. Hanya mereka yang siap untuk melepaskan bagian terpenting dari diri mereka yang bisa menguasai kekuatannya.”
Kael merasakan hatinya berdegup kencang. "Pengorbanan?" Ia menatap Relik itu. "Apa yang harus kami korbankan?"
Tiba-tiba, ruangan gelap itu mulai berputar, dan cahaya biru dari Relik menyinari mereka dengan intensitas yang semakin meningkat. Dalam kilatan cahaya itu, bayangan-bayangan masa lalu mulai muncul di depan mereka, membentuk gambaran dari kenangan yang mendalam.
Kael melihat bayangan dirinya, berdiri di hadapan keluarganya yang tersenyum hangat, tetapi dalam sekejap, mereka menghilang. Liora melihat bayangan seorang teman lama yang pernah ia jaga, yang kini hilang tanpa jejak. Finn melihat gambaran kampung halamannya yang dulu penuh kehidupan, kini hancur menjadi puing-puing. Eldrin melihat bayangan dari masa mudanya yang penuh dengan keberanian, namun harus mengorbankan banyak hal demi tujuan yang lebih besar.
Suara Relik kembali terdengar, memecah kesunyian yang mencekam. “Apa yang akan kalian korbankan untuk kekuatan ini? Hanya satu pilihan yang bisa kalian ambil. Pilihlah dengan bijaksana.”
Kael menggenggam pedangnya lebih erat, wajahnya tegang. "Aku tidak takut akan pengorbanan. Jika itu berarti menyelamatkan dunia, aku akan melepaskan apapun yang diperlukan."
Liora menghela napas, matanya penuh dengan determinasi. "Kami akan memilih untuk melangkah maju. Kekuatan ini adalah milik kita untuk melawan Morvath."
Finn tidak ragu lagi. “Saya juga. Dunia ini lebih penting daripada apapun yang kita miliki.”
Eldrin menatap Relik dengan penuh penghormatan. “Jangan biarkan kekuatan ini memabukkan kalian. Kalian harus siap untuk menghadapinya dengan hati yang murni.”
Mereka menatap Relik Sang Pencipta, yang kini berkilau dengan cahaya biru yang semakin terang, siap untuk menguji pengorbanan mereka. Kael mendekat, menggenggam Relik itu dengan tangan yang mantap.
Begitu tangannya menyentuh Relik, sebuah kekuatan besar mengalir melalui tubuhnya, menghantam jantungnya dengan kekuatan yang seolah-olah ingin merobeknya. Sebuah visi muncul di depan matanya, gambaran dari seluruh dunia yang dipenuhi dengan kegelapan dan kehancuran. Ia melihat bayangan Morvath, yang tertawa dengan kejam di atas lautan darah dan kehancuran.
“Ini adalah dunia yang akan kalian selamatkan, atau dunia yang akan dihancurkan!” suara itu bergema di telinganya.
Dengan terengah-engah, Kael merasakan kekuatan Relik mengalir melalui dirinya. Sebuah pengorbanan harus dilakukan, tetapi ia tahu bahwa hanya dengan melepaskan sebagian dari dirinya—keinginannya untuk kekuasaan, ambisinya yang selama ini dipendam—mereka bisa mendapatkan kekuatan untuk mengalahkan Morvath.
Kekuatan yang Terlepas
Relik Sang Pencipta meresap ke dalam tubuh Kael, dan tubuhnya dipenuhi dengan energi yang luar biasa. Cahaya yang mengelilinginya menjadi sangat terang, menghapus bayangan dan kegelapan yang mengelilingi mereka. Liora, Finn, dan Eldrin merasakan kekuatan itu menyatu dengan mereka, memberi mereka keberanian dan kekuatan yang lebih dari sebelumnya.
Namun, Kael merasakan sesuatu yang hilang. Ada sebuah bagian dari dirinya yang terlepas, sebuah bagian yang selama ini ia pertahankan dengan keras. Ia merasa seperti telah kehilangan sesuatu yang sangat penting. Dalam hati kecilnya, Kael tahu apa yang harus ia korbankan untuk memperoleh kekuatan ini—keinginannya untuk selalu menjadi pemimpin, untuk selalu mengendalikan takdirnya.
"Kael!" seru Liora, melihat Kael terhuyung. "Apa yang terjadi padamu?"
Kael mengangkat wajahnya dengan napas terengah-engah. “Aku… aku harus melepaskan itu. Aku tidak bisa menjadi seperti Morvath… yang dipenuhi dengan hasrat untuk menguasai segalanya.”
Relik itu berkilau sekali lagi, dan kemudian, semuanya hening. Kael terjatuh ke lutut, kelelahan, tetapi kini ia merasa lebih kuat dari sebelumnya.
“Kita… kita sudah siap,” katanya dengan suara rendah, tetapi penuh tekad. “Kekuatan ini akan mengalahkan Morvath. Kita akan mengakhirinya.”