> "Rei Jaavu, apakah anda siap meninggalkan dunia ini dan pergi menuju negeri impian anda sekarang?"
"Jepang? Beneran aku bisa ke Jepang?"
> "Jepang? Ya, Jepang. Tentu saja."
Kata-kata itu muncul di layar laptop Rei, seperti tawaran menggiurkan yang nggak mungkin ia tolak. Sebuah sistem bernama "AniGate" menjanjikan hal yang selama ini cuma ada di dalam imajinasinya. Jepang klasik, negeri isekai, atau bahkan jadi tokoh kecil di dalam novel klasik yang selalu ia baca? Semua seperti mungkin. Ditambah lagi, ini adalah jalan agar Rei bisa mewujudkan impiannya selama ini: pergi kuliah ke Jepang.
Tapi begitu masuk, Rei segera sadar... ini bukan petualangan santai biasa. Bukan game, bukan sekadar sistem main-main. Di tiap dunia, dia bukan sekadar 'pengunjung'. Bahaya, musuh, bahkan rahasia tersembunyi menghadangnya di tiap sudut. Lebih dari itu, sistem AniGate seolah punya cara tersendiri untuk memaksa Rei menemukan "versi dirinya yang lain".
"Sistem ini... mempermainkan diriku!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RE-jaavu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hana no Yuki: Bagian 2
Bagian 2: Menjalani Peran yang Baru
Salju masih turun perlahan saat aku tiba di depan sebuah rumah kecil yang tampak bersahaja. Dari depan, bisa kulihat tulisan Chaya di papan kayu yang tergantung miring, jelas ini adalah toko teh keluarga tempatku “tinggal.” Aku menghela napas panjang. Kalau ini memang dunia cerita seperti yang AniGate bilang, maka tugasku sebagai “anak penjual teh” kini sudah dimulai.
Aku melangkah masuk ke dalam, dan aroma teh yang hangat langsung menyambutku. Di meja kecil di ujung ruangan, seorang wanita tua sedang sibuk menyusun cangkir-cangkir tanah liat dengan cekatan. Dia menoleh saat mendengar pintu berderit, wajahnya berkerut senang.
“Oh, Nak! Kau pulang juga akhirnya. Lama sekali berkeliling desa pagi ini?” katanya, tersenyum sambil merapikan yukata-nya.
Aku terkesiap. Wanita ini siapa ya… pasti ibu di cerita ini, pikirku. Ya ampun, aku bahkan tak tahu siapa namanya. Aku mencoba tersenyum dan membalas seadanya, “Ah, iya, Bu. Hanya keliling sedikit….”
Wanita itu tertawa kecil, lalu menepuk punggungku dengan penuh kasih. “Baiklah, bantu Ibu menyiapkan teh, ya. Tamu kita hari ini cukup istimewa. Pahlawan yang ditunggu-tunggu desa ini akhirnya datang.”
Aku hanya bisa mengangguk tak begitu peduli, walau dalam hati masih merasa canggung. Kualihkan pandanganku ke tumpukan daun teh yang terhampar di meja. Dengan hati-hati, aku mulai membantu mengisi cangkir-cangkir yang sudah disiapkan Ibu.
Dari sudut mataku, kulihat wanita itu memperhatikan gerakanku. “Kau tampak sedikit berbeda hari ini, Nak. Kenapa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Kalau sakit, siapa yang akan bantu Ibu di toko? Lagipula, kau tahu kan, hari ini ada tamu penting yang akan datang.”
Aku menelan ludah, mencoba menyerap informasi ini. Tamu penting? Jangan-jangan, ini pahlawan utama yang disebutkan AniGate.
“Oh, ya, Bu… ngomong-ngomong… namaku…,” gumamku pelan, setengah berharap dia menyebut nama itu secara spontan.
Wanita itu tertawa, seolah pertanyaanku terdengar konyol. “Dasar, Nak. Mana mungkin Ibu lupa nama anak sendiri? Tentu saja kau ini Yukio. Ingat ya, Nak: Yukio si anak penjual teh yang selalu menolong orang lain, meski tak diminta.”
"Yukio…" Aku mengulang nama itu dalam hati, mencoba terbiasa. Baiklah, setidaknya sekarang aku tahu siapa aku di dunia ini.
“Oh, Ibu mau tanya,” lanjut ibu itu. Wajahnya kini tampak sedikit serius, “kau masih ingat cerita tentang bunga Hana no Yuki, bukan?”
Aku mengangguk, walau sebenarnya tidak tahu apa-apa. “Hana no Yuki… Iya, Ibu.”
Dia tersenyum tipis, matanya menerawang ke luar jendela. “Bunga legendaris yang hanya mekar di musim dingin ini adalah bunga yang selalu dicari oleh para petualang. Tapi tidak sembarang orang bisa menemukannya. Hanya mereka yang berasal dari garis keluarga kita yang dipercaya mampu mendampingi pencari Hana no Yuki. Dulu kakekmu, dan sekarang mungkin giliranmu.”
Aku terdiam, mencoba mencerna informasi ini. Ternyata keluarga karakter yang kumainkan memiliki keterkaitan dengan bunga legendaris ini? Jadi karena itu orang-orang di desa ini berharap banyak padaku. Ohh, begitu. Begitu banyak hal yang tidak kusangka sebelumnya. Asik juga sih, AniGate ini.
Aku tersenyum tipis, merasa sedikit lega. Walaupun hanya sekadar obrolan sederhana, entah kenapa rasanya cukup menghangatkan hati. Aku menunduk, menata cangkir-cangkir di nampan, dan bersiap membawanya ke ruangan utama. Kalau ini peranku, maka setidaknya aku akan berusaha untuk menjalankannya dengan baik.
Saat aku melangkah ke ruangan utama, pintu toko kembali berderit, dan seorang pria muda masuk. Dari tatapan tajam dan postur tubuhnya yang tegap, aku langsung bisa menduga. Ini pasti pahlawan yang dibicarakan Paman tadi. Wajahnya serius, membawa aura tenang namun penuh ketegasan. Seperti karakter-karakter utama yang pernah kubaca di novel-novel klasik Jepang.
Ia menatapku sejenak, lalu sedikit mengangguk. “Kau anak penjual teh di sini, ya?”
Aku mengangguk perlahan. “Iya, betul.”
Dia menatapku beberapa saat, seolah menilai sesuatu dari wajahku. “Namaku Hayato,” katanya. “Aku datang dari ibukota untuk menuntaskan misi yang sudah lama tertunda. Aku mendengar ada legenda di desa ini… tentang *Hana no Yuki*. Kau tahu sesuatu tentang itu, nak?”
Aku menahan napas sejenak. Oh, jadi inilah momen dimulainya cerita utama.
“Uh… Hana no Yuki, ya?” Aku mencoba mengingat-ingat penjelasan Paman tadi. “Katanya bunga itu hanya tumbuh di musim salju, di sebuah tempat yang tersembunyi di utara desa. Bunga itu dipercaya bisa membawa kedamaian, begitu kata orang-orang tua di sini.”
Hayato mengangguk, tatapan matanya semakin tajam. “Benar. Desa ini berada di ambang kehancuran karena kekuatan gelap yang terus mengganggu. Jika bunga itu ditemukan, aku yakin kita bisa mengembalikan kedamaian desa ini. Itu sebabnya aku ada di sini.”
Aku terdiam, mendengar nada serius dalam suaranya. Meskipun tahu ini hanya cerita, tapi rasanya seakan masalah ini nyata. Desa ini… dan semua orang di dalamnya… semuanya tampak begitu hidup.
Hayato menatapku tajam. “Kau akan membantuku, bukan?”
Refleks, aku mengangguk cepat. Eh? Ehh?! Apa-apaan ini? Kok tiba-tiba tubuhku gerak sendiri?
“Tentu, aku akan membantu.” mulutku juga tidak bisa diajak kerjasama. Apa-apaan ini? Sistem otomatis dari AniGate, ya?
“Bagus,” jawab Hayato sambil tersenyum kecil. “Kita akan mulai persiapan besok pagi. Kau harus siap. Kita mungkin menghadapi banyak bahaya dalam perjalanan.”
Aku hanya bisa menelan ludah. “B-bahaya?”
Dia menatapku dengan pandangan tegas. “Tentu saja. Tempat bunga itu tersembunyi jauh di puncak gunung, dan kita harus melewati hutan yang dikabarkan dijaga oleh makhluk-makhluk tak terlihat. Tapi aku yakin, jika kita berdua bekerjasama, kita bisa mengatasi segalanya.”
Belum juga masuk dalam perjalanan sebenarnya, aku sudah mulai merasa ragu. Tapi aku tak bisa mundur sekarang. Ini adalah peran yang harus kumainkan, dan aku sudah berjanji untuk melakukan yang terbaik. Ya, anggap saja lagi main game, kan? Lagipun siapa sih sebenarnya yang mengirimkan pesan anonim berisi AniGate padaku?
“Baiklah,” jawabku akhirnya, mencoba terdengar yakin meskipun suara hatiku penuh keraguan.
"Anak muda, siapa namamu?"
"Yukio.. Yukio.. Yukio Chaya!" ucapku setelah mengingat-ingat papan nama yang tergantung di pintu tadi. Semoga saja benar itu nama marga Yukio. Huwaaa! Kenapa sistem AniGate tidak membantu sama sekali, sih.
Hayato mengangguk, puas dengan jawabanku. “Baiklah, Chaya-san. Kalau begitu, sampai jumpa besok pagi di gerbang desa. Jangan terlambat.”
Aku mengangguk, dan dia pun berbalik, melangkah pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan. Dengan langkah yang tenang dan penuh keyakinan, dia meninggalkan toko, sementara aku masih berdiri di tempat yang sama, menatap pintu yang tertutup.
Aku menghela napas panjang. Baiklah, Rei, ini sudah dimulai. Aku harus siap dengan apa pun yang menanti.
aku mampir ya 😁