Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21.
Selesai berbelanja pakaian dan beberapa keperluan untuk di apartemen. Kini Fadila dan Arnan serta si kecil Anan duduk di sebuah tempat penjual es krim. Masih di dalam mall yang mereka datangi juga.
"Mau rasa yang mana, Nak?" Fadila menunduk hendak mengangkat Anan.
Tapi ia kalah cepat dengan Arnan yang sudah lebih dulu mengangkat tubuh bocah itu.
"Itu, itu, itu, itu, itu ..." Anan menunjuk semua rasa yang ada di depan mereka.
Fadila menghela napas sembari geleng kepala, anaknya ini kalau sudah makan es krim tidak cukup satu rasa saja.
"Jangan banyak-banyak, Nan! Nanti gigi kamu sakit kalau kebanyakan makan manis. Perut kamu juga bisa gak nyaman nanti." Nasehat Fadila pada anaknya.
"Aku kuat, gak akan gampang sakit cuma karena es krim." Fadila melihat Arnan yang menjawab ucapannya.
"Mas, ngomong sama siapa?" tanya Fadila karena tak merasa bertanya pada pria itu.
"Kamu."
"Tapi aku gak tanya?" Heran Fadila menggeleng.
"Kamu tadi bilang apa sebelumnya?" Tanya Arnan yang membuat Fadila berpikir sesaat.
"Jangan banyak-banyak, Nan ..."
"Aku bisa makan banyak."
Arnan menyela ucapan Fadila sebelum pengulangan wanita itu selesai. Baru saja Fadila buka mulut untuk membalas ucapan Arnan.
Wanita itu ingat sesuatu, nama anaknya dan nama pria di sampingnya sama. Hanya beda satu huruf saja. Menghela napas panjang dan mengatupkan bibirnya.
Fadila memesan sendiri untuknya dan Anan tanpa menawarkan Arnan mau atau tidak.
"Mbak, pesan rasa strowbery vanila satu, sama cokelat susunya satu yang ukuran sedang."
"Baik, Mbak. Mohon di tunggu," sahut sang pelayan.
"Kamu gak tanya aku, mau pesan rasa apa?" Tanya Arnan protes saat Fadila tak menghiraukannya.
Ternyata janda satu ini cukup sulit di dapatkan, pikir Arnan.
"Mas, pesan sendiri." Kedua mata Arnan melotot melihat betapa acuhnya Fadila.
Hah ... Sabar-sabar, batinnya.
Arnan tidak memesan apa-apa dan hanya menemani kedua orang itu saja. Arnan bahkan tanpa malu dan ragu menyuapi Anan es krim.
Tentu saja bocah menggemaskan itu tidak menolak apa yang Arnan lakukan. Bahka sesekali Anan balik menyuapkan es krim pada Arnan dengan sendok yang sama dengannya.
Fadila sampai meringis saat melihat anaknya dengan berani menyuapi seseorang menggunakan sendok bekasnya. Untung saja Arnan malah merasa senang bukan marah.
Dari kejauhan, tampak sepasang pria dan wanita yang menatap ke arah di mana meja Fadila berada. Kedua orang itu saling tatap sejenak lalu berbisik.
Menghampiri Fadila dan Arnan yang tak menyadari kehadiran mereka di sana.
"Oh ... Jadi ini kelakuan kamu selama ini? Kamu bilang gak mau nikah, tapi ternyata sudah punya anak?" Arnan yang mengenali suara itu langsung menoleh.
Betapa kagetnya pria itu melihat siapa yang menghampirinya. Sedangkan Fadila tak kalah kagetnya mendengar apa yang di ucapkan wanita itu.
"Maaf, Tante. Barusan Tante ngomong sama siapa, ya?" Tanya Fadila memastikan.
Fadila tak merasa kenal dengan pasangan yang baru saja datang itu. Bahkan peenah bertemu pun tidak.
"Sekarang kalian ikut kami. Sebelum kami bongkar semua kesalahan kalian di sini." Wanita itu mengacuhkan pertanyaan Fadila dan malah memberikan ancaman.
"Maaf, aku gak kenal Tante siapa? Jadi apa alasan aku dan anakku harus ikut dengan Tante?" Fadila masih tak mengerti.
Sedangkan Arnan menatap bingung kedua orang itu. Lalu pandangannya beralih dari si wanita ke si pria yang mengkode dirinya tanpa sepengetahuan Fadila.
"Baiklah." Arnan berdiri dari duduknya sembari menggendong Anan.
"Mas! Ada apa ini sebenarnya?" Fadila semakin panik saja.
"Ayo, nanti Mas jelaskan." Arnan menarik tangan Fadila untuk mengikutinya.
Fadila sudah ketakutan dengan apa yang akan terjadi. Namun melihat anaknya yang tenang saja di gendongan Arnan. Mau tidak mau Fadila harus berusaha tenang dan mengikuti kemana akan di bawa.
Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah apartemen mewah. Fadila semakin ketakutan di buatnya. Bahkan kini tubuh wanita itu sudah gemetaran.
Fadila mencengkram erat lengan Arnan yang di rangkulnya karena ketakutan. Sadar akan kondisi Fadila yang berbeda.
Arnan akhirnya memberitahu Fadila siapa pasangan yang membawa mereka. Dan di mana mereka saat ini berada.
"Tenanglah, mereka kedua orang tuaku. Dan ini adalah apartemenku."
Fadila menatap Arnan dengan kening berkerut.
"Untuk apa kita di bawa kesini, Mas. Dan apa mau orang tua kamu?" Tanya Fadila yang belum maksud dengan ucapan Arnan tadi.
"Gak tahu, lihat saja nanti." Santai Arnan yang membawa Fadila duduk di sofa empuk.
"Tunggu! Orang tua kamu? Maksudnya mereka kedua orang tua kamu, Mas?" Fadila baru paham dengan ucapan Arnan tadi.
"Iya, kenapa?" Tanya Arnan menatap Fadila.
Fadila bengong dan pikirannya seketika bleng. Untuk apa dia di bawa ke apartemen Arnan? Apa mau orang tua pria itu? Dan apa maksud perkataan mereka tadi di mall?
Pertanyaan-pertanyaan itu bermunculan di kepala Fadila.
"Mami, tenapa?" Suara Anan menyadarkan Fadila.
"Ehm ... Gak kenapa-kenapa, Nak." Mencoba tersenyum meski kaku. Fadila tak ingin anaknya ketakutan saat berada di tempat yang belum pernah di datanginya.
"Daddy, tu capa?" Anan menatap Arnan dan kedua orang tua Arnan bergantian.
"Mereka kakek dan nenek," ucap Arnan memperkenalkan Anan pada orang tuanya.
"Kakek, nenek? Tenapa aku ndak pelnah ampak kakek, nenek?" Tanya Anan dengan polos menatap Arnan.
"Kakek sama nenek baru saja datang kemarin, Nak. Jadi baru bisa ketemu sama Anan, sekarang." Arnan mencubit pelan pipi Anan karena gemas.
Marni yang sudah tak bisa lagi menahan gemasnya pada anak di pangkuan Arnan langsung mendekat.
"Nama kamu siapa, sayang?" Marni mengelus kepala Anan.
"Nanan." Marni mengkerutkan keningnya.
"Nanan?" Tanya wanita itu.
"Anan, Ma. Bukan, Nanan." Arnan mengkoreksi ucapan mamanya.
"Oh, Anan. Kok namanya mirip sama kamu, sih? Jangan-jangan dia memang anak kamu, ya?" Maeni menatap tajam anaknya.
"Bu ..."
"Iya." Arnan menyela ucapan Fadila.
"Kenapa kamu begitu liar, Arnan? Papa, sudah bilang akan menjodohkan kamu. Tapi kenapa kamu malah sudah punya anak dengan wanita lain." Papa Simon buka suara.
"Aku gak mau di jodohkan," sahut Arnan sanrai.
"Tapi gak dengan cara kamu punya anak sebelum menikah. Kamu harus nikahi sulu wanita itu kalau ingin punya anak." Marni memasang wajah marahnya.
"Negara ini bebas, Ma. Gak butuh pernikahan untuk punya anak. Kalau mau punya anak, ya buat saja." Enteng Arnan yang membuat Fadila menatapnya shok.
"Mas, kamu ini ngomong apa sih? Ada anak kecil jangan ngomong sembarangan." Fadila mengambil Anan dari pangkuan Arnan dan memangkunya sendiri.
"Tapi semua itu benar, Fa. Bahkan banyak yang belum punya ikatan pernikahan di negara ini, tapi sudah tidur bersama." Fadila yang kesal langsung mencubit lengan Arnan.
"Aw ... Sakit, Fa!" Arnan mengelus lengannya yang di cubit Fadila.
"Siapa suruh omongan kamu gak bisa di jaga." Fadila melirik kesal Arnan.
"Sudah cukup! Karena kalian sudah punya anak, sebaiknya segera menikah. Dan itu ahrus hari ini juga." Tegas Simon.
Fadila menatap shok pria yang duduk di seberangnya.
"Iya, benar. Mama, akan hubungi pemuka agama yang bisa menikahkan kalian. Urusan buku nikah belakangan, yang penting sah dulu."
Marni beranjak dari duduknya untuk melakukan apa yang di ucapkannya tadi.
"Papa, mau melakukan sesuatu juga untuk persiapannya. Sekalian panggil teman-teman kalian." Simon menyusul istrinya pergi.
Fadila melongo mendengar semua yang di katakan pasangan paruh baya itu.
Ada apa ini sebenarnya, batinnya shok.