Yang baik hati boleh follow akun ig di bawah.
ig: by.uas
Tag: comedy, slice of life, sistem, Kaya raya, semi-harem.
Jadwal Update: Random—kalo mau upload aja.
Sypnosis:
Remy Baskara, pemuda sebatang kara tanpa pekerjaan, sudah lelah dengan hidupnya yang hampa. Saat hampir mengakhiri hidupnya, tiba-tiba sebuah suara menggema di kepalanya.
[Sistem "All In One" telah terikat kepada Host...]
Dengan kekuatan misterius yang bisa mengabulkan segala permintaannya, Remy bertekad mengubah nasibnya—membalas semua yang menindasnya dan menikmati hidup yang selama ini hanya ada dalam angannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10 - Ketahuan jadi CEO
Meja tempat mereka duduk dikelilingi suara tawa dan percakapan santai. Makanan khas restoran itu—hidangan fusion yang mewah—mengisi meja mereka.
Alfan tengah bercanda soal salah satu teman lama mereka yang datang terlambat, sementara Yudha sibuk menghabiskan steak-nya dengan semangat.
"Lo udah kayak belum makan setahun, Yud," goda Alfan, menusuk ayam panggangnya.
Yudha mengangkat bahu. "Gue lapar, bro. Steak kayak gini gak bakal ada di kost kita. Lo ngerti sendiri lah, Fan."
Remy tertawa kecil, menggigit kentangnya sambil sesekali mengamati Niken yang terlihat santai tetapi tetap memancarkan aura anggun.
Dia sesekali melontarkan komentar ringan untuk menjaga obrolan tetap mengalir.
Namun, suasana yang semula ceria berubah saat seorang wanita masuk ke area makan restoran.
Wanita itu mengenakan setelan formal biru tua dengan potongan modern yang memancarkan profesionalisme.
Semua pelayan yang melihatnya langsung menundukkan kepala dengan hormat.
Bahkan manajer restoran bergegas menyapanya dengan penuh rasa hormat.
Remy yang sedang meminum jus jeruknya hampir tersedak. Matanya melebar, tidak percaya melihat orang itu ada di sana.
"Apa-apaan nih?" gumamnya pelan sambil meletakkan gelasnya.
Niken yang duduk di sebelahnya menoleh, mengikuti arah pandangan Remy. "Kenapa, Rem? Lo kenal?"
Sebelum Remy sempat menjawab, wanita cantik itu sudah melangkah mendekat.
Sikapnya tetap tegas dan anggun, tetapi ekspresinya berubah sedikit bingung saat melihat sosok yang tidak asing baginya.
"Tuan Remy?" katanya, jelas-jelas terkejut. Dia menunduk sedikit dengan penuh hormat. "Maaf, saya tidak menyangka Anda ada di sini."
Semua orang di meja, termasuk Yudha, Alfan, dan Niken, langsung memasang ekspresi bingung.
"Aduh, Agesta. Santai aja dong," ucap Remy dengan senyum kaku, mencoba meredakan suasana.
Agesta, bagaimanapun, tetap profesional. "Maaf, Tuan. Saya datang untuk memeriksa operasional restoran ini. Sebagai salah satu anak perusahaan PT Trinova Global, saya harus memastikan semuanya berjalan sesuai standar."
Kalimat itu seperti bom yang meledak di meja mereka.
Bima yang sedang meminum air langsung tersedak, sementara Yudha mematung dengan garpu di tangannya.
Niken menatap Remy dengan alis terangkat, mencoba mencerna situasi.
"Wait, wait," potong Yudha akhirnya. "Lo bilang apa tadi? Restoran ini anak perusahaan PT Trinova Global? Dan Remy… Tuan Remy?"
Niken melirik Alfan, mencari penjelasan. "Apa maksudnya ini, Fan?"
Alfan menghela napas panjang, menyadari rahasia Remy akhirnya terungkap.
"Jadi gini, Nik," katanya, mengatur nada serius. "Remy itu... PT Trinova Global. Maksud gue, dia CEO-nya. Gue juga baru tahu kemarin."
Semua mata langsung tertuju pada Remy, yang terlihat agak tidak nyaman sambil memainkan sendoknya.
Alfan melanjutkan, "Itu perusahaan baru di buat lima tahun lalu, tapi udah jadi perusahaan teknologi paling ngebut pertumbuhannya di Indonesia. Bahkan sekarang udah tembus pasar internasional."
Yudha menatap Remy tajam, meletakkan garpunya dengan keras. "Lo serius? Lo CEO PT Trinova Global, dan lo gak pernah kasih tau gue? Gue nih, temen lo dari SMA, Rem!"
"Yud, santai—" Remy mencoba meredakan situasi, tapi Yudha langsung memotong.
"Santai apaan? Gue sampe beli saham perusahaan lo karena mikir keren banget. Gue gak tau CEO-nya temen gue sendiri!" seru Yudha, meski nada suaranya lebih penuh frustrasi daripada marah.
Sementara itu, Niken hanya diam, masih berusaha mencerna kenyataan bahwa pria yang duduk di sampingnya ini adalah CEO dari salah satu perusahaan paling terkenal saat ini.
Dia menatap Remy dengan pandangan penuh rasa ingin tahu.
"Kenapa lo gak pernah cerita, Rem?" tanyanya pelan, dengan nada yang lebih lembut daripada Yudha.
Remy mengangkat bahu santai, meskipun jelas ia merasa canggung. "Gue gak suka pamer, Nik. Lagian, buat apa? Gue masih orang yang sama, kok."
"Orang yang sama?" Yudha mendengus. "Lo punya asisten pribadi yang di hormatin banget sama pemilik restoran ini, Rem. Lo CEO perusahaan miliaran dolar. Itu bukan ‘orang yang sama’."
Agesta, yang masih berdiri di sana, merasa situasi makin aneh. "Maaf, Tuan. Haruskah saya kembali nanti?"
Remy menggeleng cepat. "Enggak, enggak. Gue urus sendiri nanti. Lo santai aja, Gest."
Agesta mengangguk, tapi sebelum pergi, ia menoleh ke manajer restoran yang berdiri tak jauh.
"Pastikan Tuan Remy mendapat pelayanan terbaik, ya," katanya dengan nada tegas sebelum akhirnya melangkah pergi.
Setelah dia pergi, suasana di meja mereka berubah menjadi lebih tenang, meskipun ketegangan kecil masih terasa.
Yudha akhirnya menghela napas panjang. "Lo gak berubah sih, Rem. Tetep aja gak mau bilang apa-apa ke kita."
"Karena gue gak mau bikin hubungan kita aneh," jawab Remy dengan jujur. "Gue cuma mau jadi temen lo, bukan jadi ‘CEO Trinova’ di mata lo."
Niken tersenyum kecil mendengar jawaban itu, meskipun ia masih merasa sedikit kagum. "Jadi itu alasan lo selalu misterius soal kerjaan?"
Remy mengangguk. "Gue cuma mau hidup normal aja, Nik."
Alfan tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Ya udah, kita maklumin. Tapi tetep aja, Rem. Gue masih kesel lo gak bilang dari dulu."
Niken menatap Remy, senyum lembut di wajahnya. "Kayaknya lo gak bisa ‘normal’ lagi sekarang, Rem. Apalagi abis ini."
Remy hanya tersenyum pasrah. "Yaudah lah, udah ketahuan juga."
Yudha menghela napas panjang, tapi senyum tipis mulai muncul di wajahnya. "Lo tahu gak, Rem? Gue gak tahu apa gue harus bangga apa kesel. Lima tahun, men. Lo nyimpen ini dari gue sama Alfan selama lima tahun."
Remy mengangkat bahu santai, meskipun jelas dia merasa bersalah. "Gue emang udah mikir bakal ketahuan sih, cuma gue gak nyangka secepet ini."
Alfan melirik Yudha, lalu ke Remy. "Secepet ini? Lima tahun, Rem. Lima. Tahun. Lo CEO sejak kelas 12, bro. Itu udah level Avengers banget, tahu gak?"
Niken tertawa kecil, akhirnya mulai rileks. "Kayaknya mereka gak bakal berhenti ngomel, Rem. Jadi kenapa gak lo ceritain aja gimana awalnya?"
Remy memainkan sendoknya, berpikir sejenak sebelum akhirnya bicara. "Ya gimana ya... Waktu itu gue cuma iseng. Gue nyoba bikin start-up buat bantu bayar uang kuliah. Eh, malah meledak."
Yudha melotot. "Meledak? Iseng lo aja bisa bikin perusahaan miliaran dolar? Gue iseng paling cuma bikin meme."
Remy nyengir kecil. "Ya beda level, bro. Tapi serius, waktu itu gue cuma pengen cari cara gampang buat belajar coding sambil dapet duit tambahan. Gue gak nyangka bakal segede ini."
Alfan mengangguk, pura-pura bijak. "Oh, jadi intinya lo CEO karena... iseng."
"Jangan salah," potong Remy, "iseng gue serius. Gue kerja gila-gilaan pas awal-awal. Masih inget gak waktu gue sering cabut akhir-akhir SMA?"
Yudha melipat tangan di dada, ekspresi wajahnya berubah dari bingung jadi paham. "Ah, jadi itu alasan lo jarang nongkrong di akhir SMA? Gue kira lo sibuk ngejar cewek."
"Ya ampun, Yud." Remy menggeleng-geleng. "Fokus gue waktu itu cuma coding dan ngembangin platform."
Niken tersenyum sambil mengaduk minumannya. "Tapi tetep aja. Kenapa lo gak pernah cerita? Lo pikir kita bakal berubah kalau tahu?"
Remy menatap Niken, kali ini dengan lebih serius. "Karena iya. Gue gak mau persahabatan kita jadi aneh. Gue cuma mau jadi Remy, temen lo dari SMP, yang dulu suka nyontek PR Matematika."
Niken tertawa pelan, mengingat momen itu. "Ya, gue inget banget. PR lo selalu salah setengahnya."
Yudha ikut ketawa. "Dan sekarang lo CEO perusahaan teknologi? Ga masuk akal anjingggg."
Alfan menyikut Yudha. "Lo gak perlu nutup-nutupin lagi, Rem. Kita temen lo. Mau lo CEO kek, presiden kek, buat gue lo tetep cowok yang dulu nonton One Piece sambil ngemil keripik jagung di rumah gue."
Remy akhirnya tertawa lepas. "Makasih, Fan. Lo tahu cara bikin gue lega."
Yudha mengambil gelasnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. "Oke, gue mau toast. Buat CEO paling humble yang gue kenal, meskipun rada ngeselin karena nyimpen rahasia gede banget."
Niken mengangkat gelasnya juga, tersenyum. "Buat Remy."
Alfan melanjutkan, "Buat Remy, si anak nakal yang ternyata seorang jenius."
Mereka semua tertawa, suasana kembali menjadi cair.
"Untung aja si sistem ngasih gue ingatannya juga, bukan cuma dapet identitasnya doang." batin Remy merasa lega.